Dengan cepat Kasih sudah sampai di rumah sakit dengan
ditemani Karina. Kasih berlari dengan terburu-buru memasuki pintu rumah sakit
lalu dengan tersesa-gesa menghampiri resepseonis untuk menanyakan dimana Ayahnya sekarang. Setelah mendapat
informasi dimana ruang rawat Ayahnya berada Kasih dan Karina segera berlari
menuju ruang tersebut.
Sesampainya ditempat yang dituju, tampak ada Ibu yang
khawatir sedang duduk didekat ranjang sang Ayah. Raut wajah Kasih tampak seketika
bertambah sedih. Hatinya mencelos memandang wajah sang Ayah. Ayah masih belum sadar. Kasih diikuti Karina berjalan mendekati ranjang sang Ayah. Ibu hanya
diam sambil menangis ia tak tau harus berkata apa-apa. Kasih lalu memegang tangan sang Ayah mendekapnya lembut dan menempelkan tangan sang Ayah kepipinya.
“Ayah kenapa? Ayo bangun yah. Ayah bilang tidak boleh jadi
orang yang lemah. Harus kuat. Ayo kita hadapi sama-sama Yah. Ayah bilang gak akan biarin Kasih sendirian.”kata Kasih mulai menangis “ayah kan udah janji,
Ayah bilang seseorang yang dipegang adalah ucapannya. Lalu, Ayah sekarang apa?
Ayah bangun dong. Kasih takut kalau Ayah gak ada. “ perkataan Kasih sukses
membuat Karina yang mengenal Kasih adalah seorang gadis yang arogan dan
cenderung gak mau menampakkan perasaannya ikut merasakan kesedihan yang dialami
sang sahabat. Karina nampak ikut menangis. Kasih memang sangat dekat dengan
sang Ayah, sang Ayah juga lebih suka memanjakan anak-anaknya ketimbang sang
Ibu. Makanya sang Ayah lebih mudah untuk dekat dengan anak-anaknya.
“Bu, apa yang terjadi pada Ayah?” tanya Kasih pada Ibunya
dengan airmata yang terus menetes dipipinya.
Lalu ibu menceritakan semua yang telah terjadi pada anak
gadisnya itu. Kasih nampak syock seakan tak percaya orang kepercayaan Ayahnya
seperti Tuan Darma yang bahkan sudah seperti saudara dengan sang Ayah akan tega
melalukukan semua ini pada keluarganya. Entah apa kesalahan yang telah
keluarganya perbuat sampai-sampai tuan Darma setega itu. Airmata Kasih semakin
deras tatkala Ibunya mengatakan bahwa sudah tak ada yang tersisa semuanya akan segera disita. Kasih bingung tak tau harus berbuat apa. Ia hanya bisa menangis
sejadi-jadinya. Kasih masih bisa melanjutkan sekolahnya sampai tamat SMA karena
orangtuanya sebelumnya telah melunasi semua pembayaran untuk anaknya sekolah.
Begitu juga dengan kedua adiknya. Namun untuk melanjutkan ke bangku kuliah
tentunya sekarang itu semua hanya akan menjadi angan-angan Kasih semata karena
untuk melanjutkan kuliah kedokteran pastilah membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Padahal Kasih sudah mendambakan akan berkuliah dengan jurusan itu.
Karina yang melihat Kasih menangis sedari tadi berusaha
untuk menenangkan namun Kasih masih tetap menangis. Pikirannya kosong ia bingung bagaimana melanjutkan kehidupannya. Ia tak tau apapun bahkan untuk mengurus dirinya sendiri selama ini ia selalu bergantung pada semua pelayan
yang sediakan sang Ayah. Dan kini semua pelayan itu akan segera dipecat karena tak akan sanggup menggaji mereka. Lalu bagaimana dengan keluarga besar Avisha?
Bukankah Kasih masih punya nenek dan paman Gerry? Jangan berharap apapun. Sebab
sang Ibu sudah berusaha meminta pertolongan mereka namun malah cacian yang
diterimanya. Sekarangpun saat sang Ayah sedang sakit mereka sama sekali tak memunculkan batang hidungnya. Mereka seolah tak peduli dengan apapun yang
terjadi pada mereka. Karina pun hanya dapat membantu dengan memberikan sebuah rumah yang tak terlalu besar bagi keluarga Kasih untuk ditinggali. Sebab jika
ingin menolong membayarkan hutang piutang keluarga Avisha Karina tak mungkin sanggup.
“terima kasih Nak Karina atas bantuannya kami sangat
bersyukur Nak Karina bersedia membantu kami.”Ucap ibu sambil memegang kedua tangan Karina. Mereka sekarang diantar Karina ke rumah yang akan diberikannya pada keluarga Avisha.
Sebuah rumah yang dibelinya dengan uang pribadinya. Tentu tanpa sepengetahuan orangtuanya.
“jangan sungkan sama Karina Bu… Karina senang bisa membantu” jawabnya sambil tersenyum
“aku akan membalas kebaikanmu suatu hari nanti Rin” timpal Kasih
Karina menoleh kearah Kasih“kau tidak perlu mengembalikan apapun Sih, cukup selamanya jadi
sahabatku aja aku udah seneng banget” kata Karina. Lalu Kasih memeluk Karina
“terima kasih Kamu sudah sangat baik padaku Rin, aku sangat beruntung punya sahabat sepertimu”
“iyaa…” kata Karina”udah ah! Kita lanjutkan beres-beres barang-barang dulu, nanti kemalaman.” katanya mengingatkan
Merekapun sibuk membersihkan dan merapikan semua
barang-barang Kasih dan keluarganya. Kasih merasa sangat beruntung Karina tetap
mau bersahabat dengan dirinya sekalipun sekarang ia bukan lagi seorang nona kaya raya. Tidak ada lagi para pelayan yang biasanya akan menyambutnya membukakan pintu dan melayani semua kebutuhannya. Tidak ada lagi rumah besar yang lengkap dengan segala fasilitas yang tersedia. Kasih sedikit terkenang dengan rumahnya yang sudah disita Bank itu biar bagaimanapun
rumah itu tempat Kasih lahir dan dibesarkan.
Kasih memandang rumah yang tak terlalu besar itu dengan
tatapan nanar. Tak menyangka kehidupannya sampai pada titik sekarang ini. Ia merasa seperti sedang bermimpi.
“Bu…” kata adik Kasih yang bernama Jenny ”aku lapar”
Kasih tersadar dan menghampiri adiknya “adek lapar yah?”
tanya Kasih memegang perut adiknya. Jenny mengangguk.
“bentar yah dek. Kakak ke dapur bentar buat masak” Kasih
lalu pergi ke dapur untuk memasak
Didapur yang tak begitu luas dan hanya ada beberapa perabot
sederhana yang dibelikan Karina untuk mereka gunakan itu Kasih nampak bingung bagaimana menyalakan kompor. Ia sama
sekali tak pernah pergi ke dapur dan melihat perabotan dapur seperti apa dan
bagaimana mnenggunakannya tentunya. Yang ia tau makanan berasal dari dapur yang
dimasak oleh para pelayan. Ia mengambil sebungkus mie instant dan membaca cara
penyajian yang ada dibalik kemasan.
“untung aku hanya tidak tau memasak saja, tapi aku bisa
membaca”gumam Kasih bersyukur
“baiklah sepertinya aku mengerti dengan cara membuat ini.
Semangat!” ucap Kasih memberi semangat pada dirinya sendiri. Sementara ia mulai
belajar memasak untuk pertama kalinya yang lainnya masih berada diruang tengah
beristirahat setelah lelah memindahkan barang dan beres-beres.
Bebarapa saat berlalu tampak masing-masing dari mereka yang
sudah bercucuran keringat tampak kelelahan dengan acara pindah rumah ini. Ibu
duduk di kursi kayu sambil meneguk segelas air putih begitu pula dengan Karina
yang sedang selonjoran sambil meminum minuman yang ada ditangannya.
Prang! Prang!
Terdengar suara gaduh berasal dari arah dapur. Sontak
membuat semuanya langsung bergegas menuju asal suara. Alangkah kagetnya mereka
ketika memasuki area dapur yang baru saja mereka bersihkan kini tampak seperti
habis terkena serangan alien. Segala macam perabotan berada dialantai. Belum
lagi kompor yang menyala dengan api besar sukses membuat semua orang cengo.
“Oh! MY GOD!” ucap Karina tak percaya dengan apa yang sedang
disaksikannya sekarang. Ia menutup mulutunya dan menatap Kasih yang berdiri
mematung. Ibu lalu bergegas mematikan kompor yang masih menyala.
Setelah kembali harus membereskan segala kekacauan barusan
mereka semua nampak berkumpul diruangan keluarga yang hanya berisi kursi makan
kayu sederhana tak ada sofa empuk seperti yang ada dirumah Besarnya, untuk sejenak melepas kepenatan yang mendera. Mereka semua yang notabene baru pertama kalinya melakukan pekerjaan yang melelahkan ini benar-benar tampak kelelahan.
“ maafkan aku Bu, gara-gara aku rumah kita hampir terbakar”
ujar Kasih merasa berasalah.
“ya ampun nak, lain kali jangan lakukan hal itu lagi. Bila kau
membutuhkan makanan kau bisa mengatakannya pada Ibu. Biar ibu yang akan menyiapkannya untukmu.” Kata Ibu mengomel
Karina terkekeh mengingat betapa konyolnya sahabatnya ini. Bagaimana tidak, hampir saja rumah yang baru akan ditinggali meledak karena kecerobohan
Kasih. Memang sih untuk ukuran seorang nona muda melakukan hal sepele seperti memasak semangkuk mie instant saja pasti sangat susah, ia sendiri tak berani membayangkan jika ia yang berada diposisi Kasih sekarang.
Karina yang melihat sang sahabat terkekeh lalu menggeleng
tak jelas langsung menyentil dahinya kuat.
“dasar!” kata Kasih pura-pura marah “berani sekali kau
menertawakanku.”
Karina tersadar dari pikirannya sambil menyentuh jidatnya
yang kena sentil.
“aw! Sakit banget tau” Kata Karina meringis. Diusapnya jidatnya
yang tampak memerah itu. Kelakuan mereka ini memang sudah seperti ini sejak awal
berkenalan, suka saling sentil dan mengejek sudah biasa mereka lakukan. Mereka suka
sekali saling bercanda seperti sepasang kakak beradik yang suka, ralat,sangat
suka bertengkar akan hal-hal sepele. Hal ini malah membuat persahabatan keduanya semakin erat.
“rasakan ini” balas Karina sembari bangkit hendak menyentil
jidat Kasih namun Kasih dengan sigap menghindar jadilah mereka sekarang saling
kejar-kejaran. Membuat ibu Kasih yang melihat kelakuan keduanya hanya bisa
geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Biarkan saja mereka seperti ini sebab sudah
banyak hal yang terjadi hari ini.
BERSAMBUNG…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments