Setelah pembicaraan kami tadi, keadaan sekarang pun cukup hening, baik aku dan Jihan tidak ada yang berbicara lagi.
Aku pun yang sudah terbiasa, makan dengan keadaan tidak berbicara, bila tidak ada keperluan penting, memang dari kecil diajarkan agar terlihat sopan.
Saat sudah selesai makan, aku atau pun Jihan tidak ada yang mulai untuk berbicara.
Saat melihatku sudah selesai makan, dia pun sibuk membersihkan meja makan, dan peralatan makan yang aku gunakan tadi.
Aku tidak beranjak sama sekali dari tempatku, asik melihatnya yang sangat handal mengurus keperluan rumah.
Baru aku sadari sejauh ini, semestinya tidak harus istri yang cantik dan berpendidikan tinggi yang bisa mendampingi ku, tetapi hal yang paling utama harusnya dapat mengurusku dengan baik.
Percuma saja aku mendapatkan Kanaya wanita punya derajat yang tinggi, tapi untuk mengurus kebutuhanku saja dia tidak bisa, malah menyuruh pembantu untuk membantu menyiapkan keperluan suaminya sendiri.
“Loh mengapa masih di sini bang?” Tanyanya bingung melihatku masih duduk di meja makan.
Lamunanku pun langsung terhenti, karena pertanyaan Jihan barusan.
“Abang ingin menunggu mu saja,” Kataku terseyum kearahnya.
“Tidak usah menunggu, abang keruang tamu saja, nanti selesai dari membersihkan ini, Jihan akan segera menyusul ke ruang tamu, ” Jelasnya padaku.
“Baiklah kalau begitu,” Kataku mengerti.
Saat aku beranjak dari ruang makan, dan baru saja duduk di ruang tamu tak lama, bibi ibunya Jihan pulang.
“Assalamualaikum,“ Kata bibi.
“Waalaikumsallam bi,” Ucapku lalu menyalami ibu Jihan
“Loh kamu disini Damar,” Ucap bibi seperti terkejut.
“Iya bi, Damar ada keperluan sedikit dengan bibi” Jelasku.
“Padahal baru saja bibi ingin memberimu kabar, ada hal yang ingin bibi bicarakan,” Kata bibi membuatku bingung.
“Damar pun datang, ada yang ingin di sampaikan, maka dari itu Damar kemari bi,” Jelasku lagi.
“Yasudah bibi bersih-bersih dulu, lalu nanti kita sambung bicaranya ya,” Kata bibi padaku.
“Baik bi” Jawabku.
“Kamu sudah minum nak, jihan sudah membuatkannya belum?” Tanya bibi
“Sudah bi, Jihan yang membuatkan tadi” Ucapku.
“Oh begitu yasudah bibi ke dalam dulu ya,” Ujar bibi lalu melangkah ke dalam.
Aku pun menunggu bibi di ruang tamu, tak lama Jihan pun datang menghampiri ku, di ruang tamu.
“Abang tadi sudah berjumpa dengan ibu?” Tanya Jihan
“Sudah, tadi abang bilang ada yang ingin di bicarakan” Jawabku padanya.
“Oo begitu baiklah bang,” Katanya dengan suara gelisah, sepertinya dia khawatir.
“Ada yang ingin Jihan bicarakan pada abang, mengapa sangat khawatir,” Ucapku
Mendengar itu dia pun langsung melihatku, dan duduk di sebelahku.
“Abang” Katanya.
“Iya ada apa Jihan” Jawabku.
“Maafkan Jihan” Ucapnya.
“Mengapa meminta maaf” Kataku.
“Jihan ingin minta maaf saja, sebelum abang marah” Jelasnya takut.
“Memangnya kamu ada salah apa?” Tanyaku
“Sebenarnya,,-“ Ucapan Jihan terpotong, karena ibunya datang.
Tak lama ibunya Jihan pun, ikut duduk bergabung bersama kami di ruang tamu.
“Maaf ya nak Damar, bibi sedikit lama” Kata ibunya duduk di depan kami.
“Iya bi tidak masalah” Ucapku.
“Sudah lama datang kemari?” Tanya bibi
“Lumayan bi, Damar kira bibi di rumah maka dari itu langsung kemari tanpa mengabari,” Jelasku agar bibi tidak curiga.
“Tidak masalah Damar, seharusnya bibi yang menjumpai kamu, karena bibi ingin membicarakan perkuliahan mengenai anak bibi Jihan,” Jelas ibunya pada ku.
“Apa karena ini Jihan meminta maaf, apa dia sudah mengatakan pada ibunya bahwa aku ingin mengkuliahkannnya” Batinku
“Damar juga ingin menyampaikan itu bi, bila bibi berkanan, Damar ingin bicara terlebih dahulu” Kataku mengendalikan kondisi.
“Tidak masalah nak silahkan, jika ingin bicara dahulu” Ucapnya memberiku kesempatan.
“Jadi begini bibi, saya dan kanaya berencana akan membantu Jihan melanjutkan pendidikan di perkuliahan, keluarga saya dan juga kanaya meminta saya untuk meminta izin agar bibi setuju bila jihan akan tinggal dengan kami,” Kataku menjelaskan maksud kedatanganku kemari.
“Em, lalu nak” Tanggapan bibi
“Bibi tidak usah khawatir masalah kebutuhan jihan, karena mulai dari Jihan saya bawa kerumah bersama kami, akan menjadi tanggung jawab saya sebagai abang dan suami kakaknya yaitu kanaya bi, bagaimana pendapat bibi?” Kataku lagi mengutarakan tujuanku menemuinya.
“Kami tidak ada maksud apa pun, saya dan kanaya hanya berniat membantu bibi, sebagai saudara Jihan, jadi Damar harap bibi tidak merasa tersinggung ya bi,” Ucapku lagi.
“Bibi sebelumnya belum pernah jauh dari Jihan, tapi jika itu yang terbaik untuknya, bibi mengizinkan selagi Jihan mau, bibi setuju saja” Ucap ibunya Jihan aku tidak menyangkan akan semudah ini.
Dengan terseyum aku mengatakan
“Terima kasih kalau bibi mengizinkan,” Ucapku lega.
“Jihan bagaimana pendapat kamu?” Tanyanya
Dia diam saja, tampaknya Jihan enggan untuk menjawab. Aku tau dia tak mungkin meninggalkan ibunya seorang diri di sini.
Tapi apa mau di kata, aku harus melakukan ini agar semua berjalan dengan semestinya, walau pun aku tau, ini sedikit jahat tapi inilah jalan yang aku mau.
“Apa tidak bisa Jihan untuk tetap tinggal bersama ibu saja bang?” Katanya bertanya.
“Kak Kanaya yang meminta kamu, untuk tinggal dirumah kami, jika kamu memang tidak mau abang tidak akan memaksa,” Jelasku padanya, aku tau perasaannya pasti dia sangat berat meninggalkan orang tuanya, tapi aku harap dia mau untuk tinggal dengan kami.
“Jihan belum bisa memberikan jawaban sekarang bang, tolong beri waktu untuk Jihan bisa berfikir apakah boleh?” Tanyanya lagi.
“Yasudah kalau begitu abang akan memberikan waktu, jika memang kamu ragu dengan perkataan abang, kamu bisa menghubungi kak Kanaya untuk menayakan kebenarannya” Ucapku agar tidak membuat Jihan curiga.
“Bukan maksud Jihan tidak percaya bang, tapi apa tidak ada cara lain, Jihan tidak bisa kalau meninggalkan ibu” Katanya.
“Abang tau maksud kamu, tidak perlu merasa tidak enak begitu. Kalau kamu memang keberatan coba untuk bicara baik-baik dengan kakak kamu, abang harap dia juga akan mengerti” Jelasku pada Jihan.
“Terima kasih bang pengertiannya,” Ujarnya tersenyum.
“Bibi tadi ada yang ingin di bicarakan, ada apa itu bi” Tanyaku.
“Bibi juga berencana membicarakan tentang kuliah Jihan, dia bilang tempat universitas keluarga kamu itu sangat bagus dan adik kamu ini ingin kuliah di sana. Makanya bibi tadinya ingin bicara dahulu pada kamu soal biaya untuk Jihan masuk kesana, begitu Damar” Jelas bibi padaku.
“Oo begitu bi, soal kuliah saya berjanji itu tidak ada masalah. Selagi Jihan mau tinggal bersama kami bi, tapi jika Jihan tidak mau ya Damar tidak memaksa, tapi Kanaya yang akan mengambil keputusan, karena dia yang ingin membantu mengkuliahkan Jihan saya sebagai suami hanya menyutujui yang dia putuskan,” Jelasku lagi pada ibunya Jihan.
“Ooo begitu! ya sudah bagaimana nanti ceritanya kedepan, akan bibi beritahu ya Damar,” Ucap bibi.
“Iya bi, nanti kalau kurang jelas boleh telpon Kanaya untuk datang berkunjung kesini, agar semua menjadi jelas” Kataku.
“Iya nak, oiya kamu sudah makan? bagaimana kalau kita makan dulu” Ucap bibi menawarkan
“Sudah bi tadi Jihan menawarkan damar.” Kataku,
“Ooo begitu, bibi kira kamu belum makan nak” Ucapnya.
“Iya bi, kalau begitu Damar pamit pulang dulu ya bibi” Kataku.
“Iya nak terima kasih sudah mau berkunjung, Jihan tolong antarkan abangmu kedepan,” Kata bibi menyuruh Kanaya.
“Baik bu” Jawabnya.
Aku pun berjalan keluar dengan Jihan di belakangku.
“Abang pulang dulu, nanti kalau di telpon segera angkat, jangan membuat abang menunggu” Pesanku padanya sebelum masuk ke mobil
“Iya abang” Jawabnya patuh
Aku pun masuk ke mobil dan meninggalkan rumah Jihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments