Dalam situasi seperti ini, membuat Jihan merasa bingung menghadapi Damar. Sungguh dia tidak ada maksud sama sekali membuat Damar untuk marah kepadanya.
Tapi apa mau di kata, sepertinya memang Damar tampak tidak suka atas penolakan yang di berikan Jihan, saat tadi dia ingin tidur di kamar wanita itu.
“Aku harus bagaimana ini, bila bang Damar sudah marah begini” Batin Jihan bicara
“Abang Jihan minta maaf ya, jika perkataan Jihan tadi menyakiti abang. Sungguh dalam hati tidak ada maksud begitu, sekarang abang pindah ke kamar Jihan saja ya. Jihan tau pasti disini tidak nyaman untuk tidur,” Kata Jihan membujuk sambil menggoyangkan lengan Damar dengan lembut supaya mau dan tidak marah kepadanya.
Tapi lagi dan lagi tidak ada respon yang di dapat Jihan.
“Abang” Panggil Jihan lagi
Tidak ada sahutan dari Damar, seakan dia sengaja tidak mendengar apa pun yang di katakan oleh Jihan.
Jihan pun akhirnya lelah, dan merasa sedikit kesal pada Damar yang mendiaminya sejak tadi, lalu dia pun beranjak dari sofa tersebut ingin meninggalkan tempat itu
Tetapi sebelum Jihan pergi melangkah tangannya langsung di tahan oleh Damar, sehingga jihan pun jatuh terduduk tepat mengenai tubuh Damar.
Sesaat itu Jihan pun kaget dan meraka saling pandang satu sama lain, tiba-tiba tangan Damar pun terangkat mengusap wajah Jihan dengan lembut.
“Sayang,” Kata Damar terseyum ke arah Jihan.
Setelah beberapa detik Jihan pun tersadar, dan segera bangkit dari atas tubuh Damar, membuat keadaan saat itu terasa canggung.
“Baiklah abang mau untuk pindah, tapi antarkan abang ke kamar ya” Ucapnya meminta, mencoba menghilangkan keheningan antara mereka berdua.
“Tapi,,-“ Jawab Jihan ingin membantah.
“Abang tidak menerima penolakan,” Kata Damar cepat membungkam ucapan Jihan lalu menggenggam tangannya.
Dengan tangan yang saling bergenggaman Jihan dan Damar menuju ke kamar, walau pun Jihan merasa risih tapi dia tidak ingin mencari masalah baru.
Yang nantinya membuat Damar marah padanya, meski tau ini salah Jihan bertekat akan mencoba pelan- pelan bicarakan ini pada damar agar mengerti dan memperjelas situasi ini.
Sesudah sampai di kamar, Jihan mempersilahkan Damar untuk istirahat.
“Ya sudah abang istirahat dulu, nanti bila ibu datang akan Jihan bangunkan” Ucapnya segera beranjak dari sana.
“Makasih sayang” Kata Damar lalu membaringkan tubuhnya.
Mendengar itu Jihan menghentikan langkahnya,
“Abang Jihan mohon, jangan memanggil dengan panggilan seperti itu” Ucap Jihan tidak suka.
“Sudahlah abang ingin tidur dulu,” Kata Damar seperti tidak perduli dan mengalihkan pembicaraan Jihan.
“Yasudah kalau begitu, Jihan pamit ke luar dulu,” Ujar Jihan mengalah lagi.
Segera Jihan keluar dan menutup pintu, lalu dengan segera mengambil hp dan mencoba menghubungi ibunya tapi tak kunjung mendapat balasan.
“Bagaimana ini, mengapa ibu tidak mengangkat telponku jugu. Aku takut terjadi hal yang tidak-tidak nantinya terjadi,” Batinnya berbisik takut.
“Tapi sudahlah dari pada aku pusing memikirkan hal yang tidak-tidak, mending aku memasak untuk makan siang nanti, mungkin saja ibu sedang sibuk atau pun di jalan untuk pulang” Katanya seorang diri.
“Selagi bang Damar masih tidur, setidaknya aku tidak perlu khawatir dia akan berbuat macam-macam nanti,” Katanya lagi sedikit lega
Bergegas Jihan pun berjalan ke arah dapur untuk memasak.
“Kira-kira apa yang akan ku masak ya” Katanya bingung
Setelah mengecek persedian kulkas akhirnya dia berencana memasak kari ayam.
Setelah beberapa saat kemudian, Jihan sudah menyelesaikan masakannya untuk makan siang nanti.
“Syukurlah sudah selesai semua, sebaiknya aku solat dulu, lalu membangunkan bang damar” Kata Jihan puas melihat hasil masakannya.
**
Damar Pov
Saat aku membuka mata tanpa sengaja arah pandangku mengarah pada seseorang di depanku sedang memanjatkan doa setelah solat, sangat cantik sekali.
Jihan maafkan abang yang sudah mencintai kamu, mau sebesar apa pun kamu menolak. Abang tidak akan melepaskan kamu itu janji abang.
Saat aku asik dengan pemikiranku sendiri, Jihan sudah selesai dan bangkit aku pun yang menyadari itu langsung menutup mataku, berpura-pura belum bangun.
Tak lama terdengar langkah kaki Jihan mendekat ke arah ku.
“Bang Damar,” Panggilnya mencoba membangunkan aku.
Tapi aku sengaja tidak menyahut, dan membiarkan Jihan membangunkan ku lagi
“Bang” Panggilnya lagi
Mungkin karena dia tau aku tidak akan menyahut panggilannya, dia pun inisiatif menyentuh tanganku dan memanggilku lagi.
“Abang bangun “ Panggilnya.
“Hm.., ada apa,” Kataku pura-pura baru bangun.
“Sudah waktunya masuk solat ashar bang , bangun lalu solat dulu, ” Kata Jihan lembut.
Aku pun tersenyum manis kepadanya, terasa cantik bagiku. Melihat Jihan begitu lembut membangunkanku ,membuat ku ingin segera memilikinya, seandainya saja setiap saat aku mendapat perlakuan begini pasti aku merasa senang.
Sudah lama aku tidak pernah mendapatkan perilaku seperti ini dari Kanaya, mungkin itu salah satu yang membuat hati ku merasa perkawinanku terasa hambar, dan hatiku pun berpaling pada Jihan akhirnya
“Mengapa tidak membangunkan abang di awal?” Tanya ku
“Memangnya ada apa bang” Jawabnya terlihat bingung
“Ya setidaknya kan kita bisa solat berjamaah berbarengan” Kataku memang ingin mengimaminya
“Apaan sih bang, baru bangun bicaranya sedikit aneh” Ucap Jihan tidak suka
“Aneh bagaimana, solat berjamaah itu lebih banyak mendapatkan pahala Jihan. Kamu tidak mengetahuinya?” Kataku lagi
“Tapi kita bukan muhrim bang,” Ucapnya membuang muka.
“Berarti kamu ingin abang halalkan begitu,” Ucapku menggodanya, dan entah kapan menjadi kegemaranku sekarang.
“Sudahlah lebih baik solat dulu, sehabis itu abang boleh kembali beristirahat atau makan siang,” Ucap Jihan langsung keluar tanpa melanjutkan pembicaraan kami.
Setelah aku selesai solat, aku pun keluar dari kamar Jihan, dari tadi aku tidak melihatnya di sini.
“Jihan” Panggilku saat melihatnya.
“Eh iya bang,” Jawabnya seperti terkejut.
“Kamu sedang apa di kamar tersebut?”Tanyaku bingung melihatnya seorang diri disini.
“Tidak ada bang, cuma melihat tugas adikku saja tadi,” Katanya
“Ooo begitu, abang lapar ingin makan siang,” Ucapku yang memang tergoda ingin makan masakan Jihan.
“Yasudah abang kedapur saja, tadi sudah Jihan siapkan disana,” Ujarnya menyuruhku ke dapur.
“Jadi kamu tidak ikut makan juga?” Tanyaku saat Jihan diam saja di tempatnya.
“Tidak abang saja, Jihan akan makan saat ibu datang nanti,” Jawabnya.
“Yasudah kalau begitu abang ingin di temankan, bolehkan” Kataku meminta.
“Iya Jihan temankan,” Jawabnya.
Kami berdua pun menuju dapur bersama
setelah aku duduk, Jihan mulai menyiapkan makan kepadaku, sudah seperti istri yang melayani suaminya.
Aku tersenyum melihatnya, tidak sia-sia juga aku langsung kemari menemui Jihan, setidaknya walau dia masih bersikap biasa saja, tapi aku yakin cepat atau lambat dia juga akan merasakan apa yang kurasakan.
Jihan terus begini kemungkinan aku harus mencari solusi, agar Jihan secepatnya menjadi istriku.
“Bang kenapa melamun, ada yang abang pikirkan?” Tanyanya menyadarkan aku.
“Eh,, tidak ada Jihan” Jawabku
“Yasudah kalau begitu, silahkan makan bang” Katanya sesudah menyiapkan piring dan isinya untukku.
“Terima kasih sudah menyiapkan semua, abang jadi merepotkan begini” Kataku mencari perhatiannya.
“Sama-sama bang, lagian Jihan sudah biasa memasak, tidak perlu merasa di repotkan begitu bang, lagian seharusnya yang mengucapkan terima kasih itu Jihan karena abang mau menyempatkan diri untuk mau bertemu ibu membahas kuliah Jihan, Jihan tau abang pasti sibuk sekali” Ucapnya.
“Baiklah kalau begitu, tapi sudah abang katakan tidak usah merasa di repotkan begitu, kamu tanggung jawab abang jadi apa-pun menyangkut kamu, itu urusan abang sekarang,” Kataku sambil menggengam tangannya.
“Yasudah abang makan dulu, nanti makannya dingin” Ucapnya sambil melepaskan gengaman kami.
Saat aku mulai menikmati makananku , Jihan tampak diam dan seperti memikirkan sesuatu.
“Jihan hadiah yang sempat abang kasih, mengapa tidak kamu pergunakan sayang?” Tanya ku
“Oh itu, memang belum ada keperluan yang begitu penting bang,” Jawabnya.
Aku tau sebenarnya memang dia hanya beralasan saja, sejujurnya Jihan tidak berniat pun menggunakannya. Aku sangat yakin itu, karena memang Jihan bukan tipe perempuan yang suka berbelanja seperti kanaya.
“Mengapa harus begitu, pakailah buat kamu membeli apa pun, kan pinnya sudah abang berikan kemarin” Jelasku membujuknya
“Iya bang Jihan tau, tapi memang belum ada keperluan mendadak jadi tidak Jihan gunakan” Katanya.
“Yasudah kalau begitu,” Kataku melanjutkan makanku.
Bukan aku tak mau memaksa Jihan untuk menggunakannya, tapi lebih baik akan aku ingatkan secara pelan-pelang saja biar Jihan juga nyaman dalam komunikasi kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments