Episode 8 { Persiapan hari pertama sekolah }

"Sepertinya ini sudah hampir tengah malam. Saya rasa, saya harus pulang sekarang juga." Kata Profesor Alex.

Dengan tangan yang seperti menyuruh anjing pergi, Kaisar Zeiland berkata, "syuh, syuh... cepat pergi. Aku sudah muak melihat wajahmu dari tadi!"

Kemudian Profesor Alex pun pergi. Tapi setelah itu....

"Sudah ku bilang bukan, Zeiland! Bersikap sopan lah kepada orang yang lebih tua darimu." Kata istrinya. Lalu dia memukul kepala Kaisar Zeiland, duak.

"Ah, kepalaku!. Kenapa kau memukul kepala terus sih?" Ucap kaisar Zeiland sambil mengusap kepalanya karena kesakitan setelah dipukul oleh istrinya.

"Jika kau ingin tidak ku pukul maka bersikap sopan lah pada orang yang lebih tua dari mu." Sahut istrinya.

"Dari pada mendengar ceramah darimu lebih baik aku tidur! Ayo Zen kita tidur! Ini sudah hampir tengah malam, besok kau akan pergi sekolah kan?" Kata Kaisar Zeiland.

"Baik ayah." Ucap Zen sambil berpegangan tangan dengan ayahnya ke kamar tempat tidurnya.

Karena Zen tidak sekamar lagi dengan ayah dan ibunya. Sesampainya di depan kamar Zen....

"Tidur yang nyenyak ya, Zen." Ucap Kaisar Zeiland sambil mengusap kepalanya Zen.

"Iya, ayah juga tidur yang nyenyak dan jangan bertengkar lagi." Sahut Zen sambil tersenyum ke arah ayahnya.

"Iya, iya, aku tidak akan bertengkar lagi dengan ibumu, oke." Sahut ayahnya. Kemudian dia pergi ke kamarnya.

Pagi harinya... saat itu ibunya baru bangun dari tidurnya. Kemudian....

"Ini sudah jam berapa ya." Ucap ibunya yang baru bangun sambil mengusap-usap matanya. Setelah itu dia pun melihat jam yang ada di kamarnya dan alangkah terkejutnya dia saat melihat arah jarum jamnya menunjukkan pukul setengah delapan. Kemudian dia membangun Kaisar Zeiland dengan cara menendangnya yang awalnya ada di atas ranjang kemudian terjatuh ke lantai. Gubrak,

"Hei Fiona, kenapa kau menendang ku haaah... aku masih ngantuk. Aku ingin tidur lagi, dan kau, jangan mengganggu tidur ku!" Ucap Kaisar Zeiland setelah itu dia berdiri dan berbaring lagi di kasur, kemudian tertidur.

Setelah itu istrinya berteriak tepat di telinganya, "hei Zeiland, ayo bangun! Jika kau tidak bangun, akan ku tendang kau lebih keras dari sebelumnya!"

"Zzzzzzzzzzzz." Suara yang keluar dari mulut kaisar Zeiland saat dia tidur.

"Jadi kau tidak mau bangun ya, itu berarti kau sudah siap untuk kena tendangan keras dari ku!" Ucap istrinya. Kemudian dia mencari posisi yang tepat agar tepat sasaran dan dia juga menghitung aba-aba.

"Tiga, dua..., sat...." Ucap istrinya yang kemudian terhenti karena ada seseorang yang masuk ke kamarnya. Krittt, suara pintu yang didorong dari luar ke dalam.

"Siapa disana! Berani-beraninya masuk ke kamar Kaisar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu haaaaah!" Ucap Ratu Fiona.

"I-ibu, ini aku, Zen.... Loh, kenapa kaki ibu seperti ingin menendang ayah?" Tanya Zen.

"Ah, bu-bukan, tadi ada kecoa jadi ibu angkat kaki ibu supaya terhindar dari kecoa itu. Eh, kok kamu sudah mandi dan memakai seragam sekolah, siapa yang membantu memakai seragam itu?" Tanya ibunya.

Kemudian Zen menjawab, "tidak ada yang membantu ku, ini aku sendiri yang memakainya. Kan aku sudah pernah bilang ke ibu kalau aku ingin mandiri."

"Kau serius tidak ada yang membantu mu memakainya, soalnya itu rapi sekali. Bukannya kau belum pernah memakai pakaian tanpa di bantu oleh ibu sebelumnya?"

"Kau tau ibu sebenarnya hanya melihat mu satu kali melakukannya, aku sudah bisa mempraktekkan nya saat itu juga. Apalagi kalau setiap hari. Ah, sudah lah, lebih baik ibu mandi setelah itu berdandan untuk mengantarkan ku ke sekolah!"

"Lalu ayahmu?" Tanya ibunya.

"Biarkan saja dia tidur. Kalau dia bangun dan ikut mengantarkan ku ke sekolah, dia akan membuat keributan!" Sahut Zen.

"Yang kamu katakan itu benar Zen, ayahmu itu selalu membuat keributan." Ucap ibunya.

"Kalau begitu aku akan menunggu di bawah. Oh iya, setelah ibu berdandan, ibu turun ke bawah untuk sarapan pagi bersama ku sebelum pergi ke sekolahku!" Kata Zen kepada ibunya. Kemudian dia keluar kamar dan turun dari tangga. Setelah turun dari tangga, dia berjalan menuju ke ruang makan.

Sesampainya di meja makan dia menunggu ibunya sampai bosan.

"Kapan ibu selesai, ini sudah hampir setengah jam. Dan jarum jam di tangan ku sudah menunjukkan pukul delapan. Itu berarti hanya tersisa dua jam lagi, dan waktu perjalanan dari istana ini menuju ke ibu kota kekaisaran. Karena tempat sekolah itu berada di ibu kota, itu menghabiskan waktu kurang lebih setengah jam." Ucap Zen yang sudah bosan menunggu ibunya.

Lalu dia mengoceh tidak karuan, " tidak ku sangka yang diucapkan para prajurit tentang wanita yang lama saat mandi dan berdandan itu benar. Apa yang sebenarnya mereka lakukan sampai lama sekali saat mandi dan berdandan?"

Tidak berapa lama kemudian ibunya datang....

"Zen, maaf ibu agak sedikit lama." ucap ibunya kemudian menarik kursi makan yang berhadapan dengan Zen lalu duduk. Setelah itu mereka pun makan bersama.

Mendengar kata-kata yang diucapkan oleh ibunya tadi, Zen agak jengkel dan dia berkata didalam hati, "apa! Dia bilang setengah jam itu agak lama. padahal kalau menurut ku dan menurut semua orang yang sedang menunggu seseorang itu sangat lama!"

Setelah selesai makan, mereka pun pergi keluar istana ke arah kereta kuda kerajaan sambil bergandengan tangan dengan ibunya. Sesampainya di depan pintu masuk kereta kuda, ada prajurit yang membukakan pintu masuk kereta dan kemudian dia mempersilahkan mereka masuk. Setelah itu mereka pun masuk ke dalam kereta kuda tersebut. Lalu kusir kereta kuda yang mereka naiki berkata kepada mereka, "yang mulia Ratu dan yang mulia Pangeran. Apa yang mulia berdua sudah siap?" Tanya kusir itu kepada mereka.

Kemudian Zen dan ibunya berkata, "ya, kami berdua sudah siap untuk pergi sekarang juga." Kemudian mereka pun pergi ke ibu kota bersama puluhan pasukan pengawal yang mengawal mereka di depan dan di belakang.

Di tengah perjalanan... Zen melihat ke jendela di sebelah kirinya dan dia pun terkagum melihat keindahan rumah-rumah yang ada di ibu kota dan lingkungan sekitar yang bersih.

Kemudian dia berkata kepada ibunya, "wah, tidak ku sangka yang namanya ibu kota itu sangat indah seperti ini dan lagi udara disini sangat sejuk."

Setelah itu ibunya pun berkata, "iya Zen, tempat di ibu kota memang sangat indah dan juga sejuk. Kau tau Zen ini semua berkat ayahmu." Ucap ibunya.

"Benarkah, ini semua berkat ayah? Ku pikir dia itu tidak berguna sama sekali. Dan lagi pekerjaannya di saat berada di ruang kerjanya, cuma duduk dan yang bekerja itu hanya si perdana menteri." Sahut Zen dengan ekspresi datar karena tidak percaya yang dikatakan oleh ibunya tersebut.

Setelah mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Zen tadi, ibunya berkata sambil mengusap kepalanya, "yang kau lihat tentang ayah mu tidak berguna itu tidak benar Zen. Dia sangat berguna bagi orang-orang yang ada di benua Utara. Dan juga pekerjaannya di ruang kerja itu bukan duduk, pekerjaannya di ruang kerja itu adalah mengurus semua dokumen dan berkas-berkas negara."

"Tapi, kenapa setiap kali aku masuk ke ruang kerjanya, dia hanya duduk dengan kaki di atas meja dan yang bekerja itu hanya si perdana menteri." Ucap Zen.

"Itu Mungkin karena dia sudah mengerjakannya. Asal kamu tau Zen, ke pintaran mu itu berasal dari ayahmu." Kata ibunya kepada Zen

"Em, iya juga ya. Kalau diingat-ingat lagi pekerjaan perdana menteri itu cuman memberikan stempel kerajaan untuk berkas dan dokumen yang harus di stempeli." Sahut Zen

"Meskipun sifat ayahmu seperti itu, semua orang sangat menyukainya karena ayahmu itu cerdas dan tampan," ucap ibunya kemudian ibunya bergumam sambil menggertakkan giginya, "terlebih lagi para wanita-wanita kurang ajar itu, sudah tau kalau dia sudah punya istri masih saja menempel seperti kotoran. Haaah... itu semua karena ketampanannya yang melebihi Raja-Raja dan para Kaisar di dunia ini.

Lalu Zen menatap kearah ibunya dengan wajah yang kesal. Melihat wajah anaknya yang kesal padanya, ibunya pun bertanya kepadanya, "kenapa kamu menatap ibu dengan wajah yang seperti itu Zen?"

Kerena semua yang ibu gumamkan tadi, kedengaran tahu! Kalau menurutku ketampanan ayah itu biasa biasa saja." Ucap Zen kepada ibunya.

Lalu ibunya pun menyahut, " ya, iyalah kamu kan cowok, makanya kamu melihatnya biasa saja!"

"Terserah ibu." Ucap Zen.

"Yang mulia kita sudah sampai." Ucap kusir kereta kuda tersebut.

^^^Bersambung....^^^

Episodes
1 Prolog
2 episode 1{ Kehebohan yang dibuat oleh bocah berumur satu tahun }
3 episode 2 { Jalan-jalan ke taman yang hangus terbakar dan tamu tak diundang }
4 Episode 3 { Kepanikan semua orang setelah mendengar suara ledakan }
5 Episode 4 { Pertengkaran antara kaisar dan raja yang disebabkan oleh Zen }
6 Episode 5 { Ulang tahun kedua Zen }
7 Episode 6 { Hadiah ulang tahun Zen }
8 Episode 7 { Menentukan pilihan, antara sekolah atau tidak }
9 Episode 8 { Persiapan hari pertama sekolah }
10 Episode 9{ Hari pertama sekolah bagi bocah berumur tiga tahun }
11 Episode 10 { Jawaban dari pertanyaan menjebak dan kekesalan Kaisar Zeiland }
12 Episode 11 { Kenakalan yang berujung apes }
13 Episode 12 { Kemunculan kekuatan baru }
14 Episode 13 { Kata-kata terlarang yang membuat nyawa bisa melayang }
15 Episode 14 { Keinginan bocah untuk loncat ke kelas akhir }
16 Episode 15 { Pendingin ruangan tanpa memerlukan kristal mana}
17 Episode 16 { Hadiah ulang tahun yang tidak akan pernah dilupakan }
18 Episode 17 { Pertemuan dengan roh yang penuh misteri }
19 Episode 18 { Cerita pertemuan Kaisar Note dengan Putri Lecia }
20 Episode 19 { Kenyataan pahit yang harus dilalui oleh bocah berumur enam tahun }
21 Episode 20 { Semangat yang membara untuk balas dendam }
22 Episode 21 { Percakapan tuan agung dengan seseorang di dalam bola kristal }
23 Episode 22 { Latihan pertama Zen }
24 Episode 23 { Terpesona karena otot perutnya bocah yang masih berumur enam tahun}
25 Episode 24 { Cerita asal-usul dari sebuah kutukan}
26 Episode 25 { Latihan tahap kedua Zen }
27 Episode 26 { Julukan Kaisar Diamond }
28 Episode 27 { Jalan-jalan mengelilingi kota }
29 Episode 28 { Perpisahan Zen dengan rakyat kota dan orang-orang disekitarnya }
30 Episode 29 { Pertemuan pertama dengan Putri Irene Evelina William Frencesco }
31 Episode 30 { Perkenalan Zen dengan Putri Irene Evelina William Frencesco }
32 Episode 31{ Alasan Zen terlihat bodoh saat berada di kekaisaran Diamond }
33 Episode 32 { Duel dengan Kaito }
34 Episode 33 { Amukan Zen yang hampir membuat Kaito tewas ditempat }
35 Episode 34 { bunuh diri? }
36 Episode 35 { Mata-mata }
37 Episode 36 { Memperlihatkan wajah aslinya }
38 Episode 37 { Duel dengan Pangeran Incelote }
39 Episode 38 { Penyesalan yang tidak berguna }
40 Episode 39 { Pembagian Tim }
41 Episode 40 { Zen hanya sampah dimata kebanyakan orang }
42 Episode 41 { Makan-makan }
43 Episode 42 { Di kejar anjing }
44 Episode 43 { Keanehan di Dangeon yang belum pernah terjadi }
45 Episode 44 { Pertarungan dengan monster }
46 Episode 45 { Hampir tiada }
47 Episode 46 { Di jenguk }
48 Episode 47 { Janji }
49 Episode 48 { Mengukur level kekuatan }
50 Episode 49 { Pertarungan Melawan Murid Yang Lemah Seperti Hama }
51 Episode 50 { Roti basi }
52 Episode 51 { Zen berubah menjadi anak kecil karena kalung Demoid }
53 Episode 52 { Perebutan hak mengasuh }
54 Episode 53 { Menjadi seorang bayi itu ternyata membosankan }
55 Episode 54 { Penculikan berujung maut }
56 Episode 55 { Kehancuran keluarga viscount}
57 Episode 56 { Rahasia Zen tentang jadi dirinya terbongkar }
58 Episode 57 { Pertunjukan yang menguras tenaga }
59 Episode 58 { Menyelesaikan misi }
60 Episode 59 { Menyelesaikan misi part dua }
61 Episode 60 { Hutan Terlarang }
62 Episode 61 { Kata-kata yang bikin kesabaran habis }
63 Episode 62 { Penjelasan }
64 Episode 63 { Masih cerita kehidupan Zen yang terdahulu }
65 Episode 64 { Kekerasan dan kebengisan Zen }
66 Episode 65 { Kembali ke cerita perkelahian Zen dengan Hilda }
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Prolog
2
episode 1{ Kehebohan yang dibuat oleh bocah berumur satu tahun }
3
episode 2 { Jalan-jalan ke taman yang hangus terbakar dan tamu tak diundang }
4
Episode 3 { Kepanikan semua orang setelah mendengar suara ledakan }
5
Episode 4 { Pertengkaran antara kaisar dan raja yang disebabkan oleh Zen }
6
Episode 5 { Ulang tahun kedua Zen }
7
Episode 6 { Hadiah ulang tahun Zen }
8
Episode 7 { Menentukan pilihan, antara sekolah atau tidak }
9
Episode 8 { Persiapan hari pertama sekolah }
10
Episode 9{ Hari pertama sekolah bagi bocah berumur tiga tahun }
11
Episode 10 { Jawaban dari pertanyaan menjebak dan kekesalan Kaisar Zeiland }
12
Episode 11 { Kenakalan yang berujung apes }
13
Episode 12 { Kemunculan kekuatan baru }
14
Episode 13 { Kata-kata terlarang yang membuat nyawa bisa melayang }
15
Episode 14 { Keinginan bocah untuk loncat ke kelas akhir }
16
Episode 15 { Pendingin ruangan tanpa memerlukan kristal mana}
17
Episode 16 { Hadiah ulang tahun yang tidak akan pernah dilupakan }
18
Episode 17 { Pertemuan dengan roh yang penuh misteri }
19
Episode 18 { Cerita pertemuan Kaisar Note dengan Putri Lecia }
20
Episode 19 { Kenyataan pahit yang harus dilalui oleh bocah berumur enam tahun }
21
Episode 20 { Semangat yang membara untuk balas dendam }
22
Episode 21 { Percakapan tuan agung dengan seseorang di dalam bola kristal }
23
Episode 22 { Latihan pertama Zen }
24
Episode 23 { Terpesona karena otot perutnya bocah yang masih berumur enam tahun}
25
Episode 24 { Cerita asal-usul dari sebuah kutukan}
26
Episode 25 { Latihan tahap kedua Zen }
27
Episode 26 { Julukan Kaisar Diamond }
28
Episode 27 { Jalan-jalan mengelilingi kota }
29
Episode 28 { Perpisahan Zen dengan rakyat kota dan orang-orang disekitarnya }
30
Episode 29 { Pertemuan pertama dengan Putri Irene Evelina William Frencesco }
31
Episode 30 { Perkenalan Zen dengan Putri Irene Evelina William Frencesco }
32
Episode 31{ Alasan Zen terlihat bodoh saat berada di kekaisaran Diamond }
33
Episode 32 { Duel dengan Kaito }
34
Episode 33 { Amukan Zen yang hampir membuat Kaito tewas ditempat }
35
Episode 34 { bunuh diri? }
36
Episode 35 { Mata-mata }
37
Episode 36 { Memperlihatkan wajah aslinya }
38
Episode 37 { Duel dengan Pangeran Incelote }
39
Episode 38 { Penyesalan yang tidak berguna }
40
Episode 39 { Pembagian Tim }
41
Episode 40 { Zen hanya sampah dimata kebanyakan orang }
42
Episode 41 { Makan-makan }
43
Episode 42 { Di kejar anjing }
44
Episode 43 { Keanehan di Dangeon yang belum pernah terjadi }
45
Episode 44 { Pertarungan dengan monster }
46
Episode 45 { Hampir tiada }
47
Episode 46 { Di jenguk }
48
Episode 47 { Janji }
49
Episode 48 { Mengukur level kekuatan }
50
Episode 49 { Pertarungan Melawan Murid Yang Lemah Seperti Hama }
51
Episode 50 { Roti basi }
52
Episode 51 { Zen berubah menjadi anak kecil karena kalung Demoid }
53
Episode 52 { Perebutan hak mengasuh }
54
Episode 53 { Menjadi seorang bayi itu ternyata membosankan }
55
Episode 54 { Penculikan berujung maut }
56
Episode 55 { Kehancuran keluarga viscount}
57
Episode 56 { Rahasia Zen tentang jadi dirinya terbongkar }
58
Episode 57 { Pertunjukan yang menguras tenaga }
59
Episode 58 { Menyelesaikan misi }
60
Episode 59 { Menyelesaikan misi part dua }
61
Episode 60 { Hutan Terlarang }
62
Episode 61 { Kata-kata yang bikin kesabaran habis }
63
Episode 62 { Penjelasan }
64
Episode 63 { Masih cerita kehidupan Zen yang terdahulu }
65
Episode 64 { Kekerasan dan kebengisan Zen }
66
Episode 65 { Kembali ke cerita perkelahian Zen dengan Hilda }

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!