Setelah 3 tahun menjadi teman virtualku, kini Luky menjadi nyata. Hari ini adalah penerbangannya ke Estonia. Ia akan terbang dari Munich ke Stockholm dan kemudian Ke Tallinn. Mimpi panjang yang dipelihara selama 3 tahun untuk bertemu dengannya akan berakhir segera. Tak dapat kujelaskan rasa bahagiaku.
Terlintas aneh di pikiran, aku memiliki Allan, namun rasa bahagia akan bertemu Luky justru mengalahkan rasa kebersamaan dengan Allan. Bahkan saat sedang bersama Allan pun, aku memikirkan kedatangan Luky. Aku harus bersikap seperti apa, menyambutnya dengan pelukan? Menciumnya? Tidak melakukan apa-apa? Sudah sejak semalam aku tidak dapat tidur nyenyak membayangkan adegan di bandara ini.
Kembali kulihat pintu kedatangan, Luky belum juga keluar. Dilihat dari jadwal, pesawatnya telah mendarat. Seharusnya proses imigrasi juga cepat karena ia memegang passport Jerman. Passport benua biru yang mempermudah langkahnya selama ini. Aku iri terkadang mendengar ceritanya, betapa mudahnya baginya memasuki begitu banyak negara di dunia tanpa perlu dirumitkan oleh urusan visa. Sementara aku, jangankan mudah, bahkan kadang juga pernah permohonan visaku ditolak.
Detik-detik menunggunya serasa begitu mendebarkan bagiku. Tenang Vashla, tenangkan dirimu, ia hanya temanmu. Tidak perlu bersikap berlebihan. Aku berkata pada diri sendiri. Apakah ini mungkin karena kedekatan kami selama 3 tahun ini yang selalu menjadi teman cerita. Ia yang selalu ada menemani meskipun jarak kami yang jauh.
Pintu terbuka dan itu dia, ah senyumannya manis sekali. Aku bangun dari tempat dudukku dan berjalan ke pintu kedatangan yang dipenuhi oleh orang-orang lainnya. Sebagian besar dari mereka juga disambut oleh kesayangan mereka.
"Hey, finally I made it. How are you?" ia memeluk tubuhku begitu erat. Membuatku kesulitan bernafas.
"Yes, finally. I'm good, really good. How was your flight?" Tanyaku balik.
Ia masih belum melepaskan pelukannya. Aku terlihat jauh lebih pendek dan kecil dalam pelukannya. Padahal aku tergolong gendut dibandingkan perempuan di sekelilingku pada umumnya. Memang tidak tinggi, namun badanku yang overweight begitu menonjol. Tapi bagaimana bisa Luky terlihat begitu tinggi sekarang. Ganteng, dengan rambut pirangnya yang selalu pendek dan hidung mancungnya yang menggoda. Ah aku sempat terpana, berada di pelukannya seperti sekarang terasa begitu nyaman.
"I miss you". Oh wow, dia mengatakan ini. Biasanya hanya aku yang begitu rajin mengatakan I miss you.
"I miss you too". Aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya, tapi ia bergeming menahanku.
Lama, kami berpelukan, bahkan hanya tersisa beberapa orang di depan pintu kedatangan ini. Ada beberapa pasangan lain yang juga saling memeluk dan mencium satu sama lain. Kami, tanpa ciuman, hanya pelukan. Namun sekilas, mungkin orang juga mengira kami ini pasangan. Pelukan ini begitu lama dan kami larut dalam perasaan kami sendiri tanpa perlu diterjemahkan dalam kata-kata. Aku tidak tahu persis apa yang dia rasakan. Tapi aku, hatiku berdentum kencang, itu yang kutahu.
Kami keluar dan mencari taksi. Aku menjelaskan bahwa apartemenku memang tidak di dalam kota. Melainkan di pinggiran kota yang berbatasan dengan hutan. Dekat dengan sungai dan laut. Hal ini malah membuatnya makin menggebu-gebu senang, sebab ia memang menyukai tempat tinggal seperti ini.
Luky meletakkan tasnya di bagasi dan kembali menutupnya. Lalu ia membukakan pintu taksi untukku dan kemudian duduk di sebelahku.
"Ke Pirita please," kataku pada driver.
"Ok". Jawabnya pendek.
Memang tidak banyak supir taksi di Estonia yang bisa Bahasa Inggris. Mereka berbicara dalam Bahasa Estonia atau Rusia biasanya. Taxi melaju meninggalkan bandara. Kurang dari 30 menit, kami akan tiba. Aku tidak tahu, akan seperti apa kehidupanku beberapa waktu ke depan selama ditemani Luky disini.
Aku kembali meraba hatiku. Ada rasa excited yang begitu besar disana. Seperti mendapatkan kado, perasaan itulah yang kumiliki. Aku tersenyum pada diriku sendiri.
"Kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Luky.
"Nggak pa-pa," jawabku pendek.
"Oh aku dapat melihatnya. Aku tau kamu bahagia aku disini".
Damn! Pikirku. Dia memang bagus dalam membaca setiap situasi. Seringnya aku tidak mengutarakan segalanya dengan kata-kata. Dia dapat menebaknya dengan baik. Meski kami mengobrol via chat atau video call.
"Ini pertama kali aku datang ke Estonia. Meskipun ini tanah Eropa, aku tidak berpikir akan mengunjungi negara ini. Aku datang karena kamu disini".
Luky memang pernah bilang tentang ini, meskipun Estonia masuk dalam jajaran negara European Union, dia tidak tertarik untuk datang kesini. Negara favoritnya adalah Swiss selain dari negaranya sendiri, dan Indonesia. Ia jatuh cinta pada Indonesia sejak pertama kali menginjakkan kakinya di Bali.
"Semoga kamu betah ya disini".
"Ya gampang, kalau gak betah, tinggal balik lagi aja ke Jerman" katanya enteng.
"So, what's your plan after this?" tanyaku.
"You mean after from Estonia?" tanyanya lagi.
"Yes" jawabku menunggu jawabannya.
"I'm thinking about going to Switzerland. My friends are there, they said they need more team for their new job".
Aku melayangkan pandanganku keluar jendela, menembus pepohonan pinus dari pinggir jalan yang menembus hutan. Ada rasa sedih, mengingat dia akan kembali pergi setelah dari sini. Bagaimanapun hatiku menginginkan dia stay lama. Kita tidak bertemu selama 3 tahun, jika harus berpisah begitu cepat, rasanya sedih.
"Tenang, aku akan stay lama kalau kamu mau" katanya.
"Benarkah?" Senyumku merekah.
"Iya". Dia meletakkan tangannya di bahuku dan menarik tubuhku lebih depat dengannya. Indahnya perasaan hangat ini, pikirku.
Apa yang lebih membahagiakan karena aku tak perlu takut sendirian selama Luky disini. Meski memutuskan tinggal sendiri di apartement di Estonia ini, sesungguhnya ini adalah pengalaman pertamaku. Aku tak pernah sebelumnya, tinggal sendiri, bahkan tidak pun ketika merantau ke Jakarta. Aku selalu memilih rumah kos-kosan yang diisi oleh beberapa orang dengan kamar berdekatan. Sehingga selalu bisa mendengar suara temanku dari kamar sebelah. Jadi aku tidak perlu ketakutan sendirian.
Disamping takut tinggal sendiri, aku juga punya ketakutan besar pada gelap. Jadi jika tiba-tiba lampu mati, aku bakal begitu tersiksa seakan mau pipis di celana. Namun, syukurnya selama aku tinggal di apartemen ini, tidak pernah mati lampu. Aku juga tidur dengan lampu menyala, hanya ketika ada teman, aku akan tidur dalam keadaan gelap. Meski aku tahu tidur dengan lampu menyala tak baik bagi kesehatan, namun tidur dalam gelap justru menyiksa mentalku jika sendirian.
"Masih jauh?" Tanya Luky.
"Tuh sedikit lagi. Tinggal beberapa belokan lagi".
"After this, turn the right please and then left," aku memberi instruksi pada supirnya.
"Oh wow, ini kawasan yang bagus. Banyak pepohonan". Luky terus mengamati sekitar dan beberapa kali bertanya tentang bangunan-bangunan yang kami lewati.
"Yap, kita sampai".
Kami menyerahkan 15 euro pada supirnya dan memasuki area parkir apartemen. Setiap gedung apartement memiliki area parkir masing-masing. Jadi di gedung kami yang terdiri dari 3 lantai ini, hanya penghuni ini saja yang mendapat akses untuk parkir maupun bisa masuk ke area gedung.
"Welcome to my sweet apartment" kataku setelah keluar dari Taxi.
"Wow this is really beautiful & sweet as you". Dia mengedipkan mata dengan genit.
"I know. That's why I really like it here" kataku lagi.
"You are lucky. Apartementnya bagus gini. Balkoninya juga besar dan paling pinggir lagi" dia terlihat sangat menyukainya.
"Enjoy, sekarang ini rumahmu juga" kataku.
"Thank you". Ia membelai kepalaku dan berlalu menuju balkoni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments