Luky mengabariku bahwa ia kembali ke Jerman karena ada suatu kondisi di keluarganya yang mengharuskannya kembali. Sedikit surprise untukku karena mendengar ceritanya terakhir kali bagaimana dia sangat menikmati kehidupannya di New Zealand. Namun kurasa pasti begitu penting sampai dia mengakhiri kontraknya dan terbang kembali ke Jerman. Apa yang membuatku lebih surprise adalah mendengarnya akan datang mengunjungiku di Estonia.
Antara percaya atau tidak ingin percaya lagi pada kata-katanya. Beberapa kali ia berkata akan datang mengunjungiku tapi ia tak pernah datang. 3 tahun ini aku belajar menerima bahwa hubungan persahabatanku dengannya memang ditakdirkan melalui virtual semata.
"Aku akan datang, kamu gak pa-pa nanti aku stay sama kamu?" tanyanya saat mengabarkanku.
"Tentu saja ga pa-pa. Kita kan sudah lama nggak ketemu. Setelah tiga tahun, kalau kamu benar-benar datang, terlihat seperti keajaiban bagiku" jawabku.
"Ya, kamu tahu sendiri, kondisi kehidupanku selama beberapa tahun ini sama sekali tidak mudah. Terus berpindah-pindah dan selalu punya masalah keluarga, keuangan dan sebagainya" jelasnya.
"Iya, makanya aku bilang seperti melihat keajaiban jika ini benar-benar terjadi" kataku lagi.
"Aku akan membuat keajaiban terjadi kali ini" ia begitu yakin dengan kata-katanya.
"Kita lihat aja nanti, kalau memang benar kamu tiba disini" kataku menutup telpon kami.
Luky kembali ke keluarganya di Neuss, Jerman. Menghabiskan beberapa hari di sana sebelum terbang ke Estonia untuk mengunjungiku. Aku merasakan kebahagiaan yang besar dalam hatiku. Di waktu yang bersamaan juga gelisah, tinggal bersamaku artinya tinggal hanya berdua se-rumah, laki-laki dan perempuan dewasa. Meski kami adalah teman, bagaimana dengan Allan? Aku baru saja memulai hubunganku dengannya.
Aku akan bertemu Allan malam ini di salah satu restauran pancake di Old Town. Mungkin baiknya memberitahukannya sekarang, daripada nanti setelah Luky datang. Meski aku sangat menginginkan pertemuan dengan Luky, aku mencium aroma masalah dari kedatangannya ini.
Aku berdandan, dan bersiap mengenakan sepatu bootku saat telpon kembali berdering.
"Ingat bawa ****** kalau mau kencan. Selalu pastikan kamu tahu cara membuka pintu dan berlari keluar jika sesuatu terjadi" Luky lagi yang menelpon.
"Apaan sih Luky. Orang cuma ketemu di restaurant" jawabku sebel.
"Aku cuma mau mengingatkan. Pastikan untuk menjaga dirimu baik-baik, bye" dia menelpon hanya untuk mengatakan itu. Lelaki bule aneh.
Taxi yang kuorder akan tiba dalam waktu 3 menit. Satu hal lagi yang kusuka dari kota ini, taxi tak pernah lama. Begitu mudah mengaktifkan aplikasi online dan mengordernya. Pelayanan drivernya juga sangat baik. Ini aplikasi lokal yang diinisiasi oleh dua pemuda Estonia. CEOnya pemuda berusia 25 tahun dan memutuskan berhenti kuliah lalu memulai bisnis ini. Dia dan abangnya berhasil menjadikan bisnis ini raksasa di negaranya dan kemudian memperluasnya di 30 negara lainnya. Seperti di Indonesia, yang begitu mudah mengorder taxi online di mana-mana.
"Tere!" sapa drivernya ramah.
"Tere!" balasku.
Hari ini langit sedang tak menumpahkan saljunya. Sudah 3 hari berturut-turut tanpa salju. Estonia sebenarnya tidak mendapatkan banyak salju tahun ini dibandingkan tahun-tahun lain. Mungkin global warming memang telah menyumbang banyak perubahan untuk keadaan cuaca di negara ini.
"Aitah!" aku menyerahkan cash 7 euro untuk drivernya dan berjalan menuju Old Town.
Melewati deretan penjual bunga menembus jalanan ramai di berbagai sudut, kota tua memang selalu menjadi favorit banyak orang. Jalan-jalan di kota tua juga selalu mengundang magic dalam ingatanku. Iya, aku mempercayai Tallinn ini seperti kota kecil magic di negara Baltic.
Restauran pancake yang kukunjungi adalah adalah salah satu restaurant idola banyak orang. Menjadi rekomendasi para turis di banyak media. Mereka hanya menjual pancake dengan berbagai varian. Pancakenya memang luar biasa enaknya. Saat aku memasuki restauran, suasana ramai memenuhi ruangan, namun masih menyisakan 3 meja kosong. Tak biasanya ada meja kosong di restauran ini, biasanya justru waiting list untuk para tamunya. Allan sudah disana. Ia melambai padaku.
"Tumben hari ini restaurannya gak penuh," kataku setelah mencium bibirnya.
"Iya, tumben. Sorry ya, aku gak bisa jemput tadi. Karena mepet dengan jadwal meeting, jadi kupikir baiknya kita langsung bertemu disini" jelasnya.
"No worries. Aku juga lagi santai hari ini. Jadi sama sekali tak masalah naik taksi sendiri" kataku lagi.
"Order yuk!" ajaknya yang langsung kusambut dengan senyuman.
"Yuk. Aku mau pancake pisang seperti biasa yang dicampur coklat & minumnya Cappucino" pilihanku tak pernah jauh dari kebiasaanku.
"Ok, aku mau strawberry pancake. Ada lagi gak?"
"Itu aja dulu untuk sekarang".
"Aku order ya" ia melambaikan tangan pada pelayan dan dengan sigap pelayan datang serta memproses orderan kami.
Kami mulai mengobrol tentang pekerjaan. Aku memberitahunya tentang perkembangan project yang kupimpin di kantor. Betapa aku menikmati pekerjaanku di kantor ini. Betah setiap saat di kantor, punya waktu yang menyenangkan bersama rekan-rekan kerja.
Ia juga bercerita tentang pekerjaannya. Bahwa ia akan ditugaskan keluar kota untuk beberapa waktu ke depan. Bahkan ia juga mengambil project di Helsinki dan Stockholm. Ia minta maaf mungkin akan sibuk dan tak punya banyak waktu.
Kami menikmati pancake sampai ke suapan terakhir. Pancake disini memang istimewa bersama ice cream yang diletakkan di samping pancakenya. Mengalir lembut dalam rasa adonan pancake yang kukunyah. Diskusi kami juga berlangsung seru, se-seru rasa makanan kami. Aku mulai berpikir tentang bagaimana memulai cerita tentang Luky. Bahwa ia akan tiba dalam beberapa hari ini. Kutunggu ia menyelesaikan suapan terakhirnya dan aku membuka mulutku untuk memberitahunya.
"Kamu tidak bisa menolaknya? Atau minta aja dia tinggal di tempat lain. Kan banyak apartement atau hostel. Kenapa harus di tempat kamu sih?". Dia terlihat begitu kesal setelah aku cerita.
"Ya gak mungkinlah. Masak aku bersikap seperti itu sama temanku sendiri. Luky sangat baik sama aku selama ini, sudah 3 tahun kami berteman dekat" belaku.
"Vashla, dia itu lelaki dewasa. Dia juga orang Eropa dan terbiasa traveling. Ya gak masalah lah dia tinggal di tempat lain. Kan dia datang kesini sambil traveling juga" sepertinya Allan bersikukuh pada pendapatnya.
"Dia datang kesini karena aku tinggal disini. Kalau aku sedang di Indonesia, dia juga pasti datang kesana".
"Emang seberapa penting sih dia dalam hidupmu?"
"You have no idea, bagaimana Luky mendampingiku selama 3 tahun ini. Selalu mendengarkan keluh kesah hidupku. Kapanpun kutelpon, dia selalu disana. Berjam-jam di telpon melayani semua percakapanku. Saat aku patah hati, saat aku kesulitan dengan masalah-masalahku, dia menjadi teman ngobrol yang sering ikut berpikir tentang solusi yang kadang begitu kubutuhkan" jelasku pada Allan. Sebenarnya aku merasa tidak perlu menjelaskan ini padanya.
"Jadi dia sangat penting untuk kamu. Lebih penting dari aku?".
"Allan, tidak seperti itu. Kenapa jadi kayak anak kecil sih? Come on lah, kita sudah sama-sama dewasa".
"Pilih! Kamu di pihak aku atau Luky?"
"Aku tidak memilih kamu atau Luky. Aku memilih melakukan hal yang kurasa benar dan hal yang memang mau kulakukan. Jangan memberi perintah atasku. Aku merdeka dengan caraku berpikir dan membuat keputusan".
"Ok, jika ini yang kamu mau".
Dia bangkit dari meja, memakai winter coatnya dan meninggalkanku begitu saja, tanpa berpaling sama sekali. Aku sudah punya feeling, ini akan berujung pada pertengkaran kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments