Percakapan dengan Luky selalu meninggalkan sisa dalam hati dan pikiranku. Terkadang aku berpikir, ingin memilikinya saja sebagai kekasihku. Berlaku pikiran yang sama untuk Vavan, apa kunikahi saja salah satu dari mereka?
Kenyamanan dalam persahabatan kami telah memberi ruang untuk perpindahan dimensi hubungan ini. Sayangnya mereka berdua tidak melihatku sebagai perempuan yang akan dipacari atau dinikahi.
"Ingat, jangan macam-macam. Jangan pacari atau nikahi sembarang orang, hanya karena keluargamu pengen kamu kawin segera. Jangan kalah oleh keadaan" demikian pesan Luky sebelum kami menutup telephone.
Vavan dan Luky, jika memberi pesan untukku seringnya mirip-mirip. Seolah mereka berdua sudah kompromi sebelumnya. Mereka paham keresahan yang kupunya. Aku ingin mengejar karirku, namun keluarga menginginkan aku untuk tidak lupa pada kodrat menikah.
Setiap kali telephone dari keluarga, akan ditutup dengan kalimat tentang siapa lelaki yang kupilih dan kapan akan menikah. Jauh dalam lubuk hati terdalamku, aku ingin menikah. Namun gengsiku lebih tinggi mengakuinya karena aku belum menemukan orang yang tepat dan mau menikah denganku.
"Kamu itu sudah 30, tunggu apa lagi. Semua sepupu sudah menikah..." ah kata-kata itu. Selalu sama kudengar dari waktu ke waktu.
"Aku tidak mau menikah mak, lihat aja yang sudah menikah banyak yang tidak bahagia. Tuh saudara-saudara kita banyak yang tidak bahagia dengan pernikahannya". Aku seringnya membantah menggunakan alasan ini.
Aku tahu sama sekali tidak bijak, menjawab ibuku dengan cara ini. Menggunakan alasan seolah semua saudaraku sama. Aku tahu telah berlaku kejam dalam kalimatku untuk mereka.
"Itu kan mereka, siapa tahu kamu berbeda" Ibuku tetap kekeh, sebagaimana aku, dia juga selalu menggunakan kalimat yang sama dalam mendebatku.
Lain waktu, aku gunakan alasan lain kenapa tidak mau menikah. Dia juga berjuang keras supaya aku berubah. Baginya dan keluarga besar, tentu saja pernikahan sesuatu yang begitu penting, menyangkut kehormatan keluarga. Beberapa kali kubohongi kalau aku sudah punya calon. Namun calonku tak pernah datang. Lalu alasanku adalah putus dan sedang mencari yang lain.
Aku ingat pesan Luky untuk tidak menikah dengan sembarang orang, hanya karena harus memenuhi keinginan keluarga. Luky juga bilang lebih baik menikahinya daripada menikahi lelaki sembarang. Dia bilang khawatir aku frustasi karena tak menemukan lelaki yang tepat, lalu aku menikah dengan siapa saja.
"Aku akan menikahimu, jika kamu tak menemukan lelaki yang tepat. Aku temanmu dan nggak mau lihat kamu nikah dengan orang lain karena terpaksa" kata-katanya waktu itu.
Kadang aku berpikir Luky bukan seperti lelaki bule. Gayanya berkomunikasi dan caranya berinteraksi denganku jauh berbeda dengan mayoritas lelaki bule yang pernah kukenal.
Dia benar, namun di sisi lain aku memikirkan ibu. Aku sangat paham keresahan ibu, ketika para tetangga membicarakan anak gadisnya. Aku paham kondisi hatinya, saat keluarga besar mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuknya.
Dia tinggal di desa dan harus menerima semua bagian tuntutan sosial ini. Sementara aku yang hidup melanglang buana tanpa perlu tunduk pada aturan yang diberlakukan untukku oleh sosial. Ringan buatku, terasa berat jika itu mengingat ibu.
Aku ingin tidur, sebagaimana kebiasaanku yang sering memejamkan mata saat pesawat akan take off. Aku seringnya tertidur nyenyak dalam tubuh pesawat yang sudah terbang tinggi. Namun kali ini terasa sulit, karena isi pikiranku yang bercabang banyak.
Meski perjalanan dari Istanbul ke Tallinn ibukota Estonia hanya beberapa jam, cukup untuk tidur. Kenyataannya mata dan pikiranku tidak mau terlelap.
Aku mengambil buku dan mulai menulis. Biasanya yang kutuangkan memang hal-hal yang sedang kupikirkan. Aku ingat bagaimana tiap kali pikiranku dipenuhi kecemasan dan sulit tidur maka menulis selalu membantu segala sesuatu seakan menjadi lebih baik. Mengingat bagaimana mimpi-mimpi yang kutuliskan selalu mewujud dalam kehidupanku. Oh! itu dia! Mimpi.
Apakah selama ini aku memang pernah bermimpi dengan baik tentang jodoh seperti apa yang ingin kumiliki? Lelaki seperti apa yang akan kunikahi? Mungkin itu salah satu alasannya, aku tidak pernah menuliskan lelaki seperti apa yang kuinginkan. Jadi semesta juga tidak mengirimkannya padaku karena aku sendiri tidak memiliki gambaran yang jelas. Benar, pasti seperti itu.
Dengan hati dipenuhi semangat baru, aku mulai menuangkan keinginanku yang benar-benar jujur. Aku percaya dengan cara ini, aku akan menariknya ke dalam kehidupanku.
Dear Semesta, aku ingin bicara dan juga meminta. Jodoh yang kuimpikan adalah seorang lelaki Eropa. Memiliki mata cantik biru atau hijau abu-abu, berbulu mata lentik dan hidung mancung, jangan lupa itu.
Dia memiliki alis tebal, tinggi badan di atas 170 cm. Aku menyukai lelaki yang hobinya traveling, suka baca dan jika dia suka menulis adalah bonus. Lelaki yang mencintaiku dan aku mencintainya. Lelaki tampan yang sedikit mau mengalah jika berbenturan dengan tradisi keluarga yang kumiliki, tidak mempertahankan egonya tinggi-tinggi dan mau mempertimbangkan jalan tengah.
Lelaki yang suka pakai T-shirt, Kemeja dan Sepatu Kets. Aku juga mau dia adalah lelaki yang romantis. Suka membelikanku bunga, menggandeng tanganku tiap kali berjalan, tidak sungkan memeluk dan menciumku di depan publik.
Aku mau lelaki yang siap menikahiku dan hidup denganku berjuang bersama-sama. Tak apa kalau bukan lelaki yang kaya, asal mau berjuang dari awal bersama.
Dia yang tulus dalam mencintai, saling mengasihi dalam rumah tangga, setia dan memegang teguh komitmen yang kita sepakati. Tertanda Vashla, gadis semesta yang mencintai mimpi-mimpinya. Aku menutup tulisanku.
Semoga jalan-jalan terbuka, menuju jodoh yang kuharapkan. Terlalu lama sendirian tidak lagi menggairahkan. Lebih tepatnya, bukan karena terlalu lama, tetapi, sudah saatnya move on dari kisah lama.
Meski terkadang hati disusupi keinginan untuk tak berkonsentrasi pada jodohku, karena pekerjaan telah memenangkan rasa cinta yang kumiliki. Tetap saja, ada keinginan terpendam lainnya yang harus kuakui, aku ingin memiliki seseorang yang bisa kusebut suami.
Aku percaya, semesta akan membantuku. Ini permohonan yang baik, dan aku ingin mengakhiri drama jomblo yang sudah berlangsung selama beberapa waktu ini, akibat putus hubunganku yang tak berkesudahan dengan pasangan-pasanganku sebelumnya.
Aku berharap semesta mendengarnya. Permohonan yang kuajukan di Langit Istanbul, sebelum pesawat ini menyentuh tanah Estonia yang akan kutinggali nanti. Tanah, yang kusebut rumah.
"You write a letter?" seseorang disampingku bertanya. Lelaki tua yang berpenampilan rapi. Di sebelahnya duduk seorang perempuan yang kuterka istrinya.
Sudah kuperhatikan sejak tadi mereka saling menggenggam tangan dan mencium satu sama lain. Hadirnya mereka di sampingku semakin mendukung isi surat yang kutulis. Betapa indah pasangan ini, pikirku.
"Iya, aku menulis surat untuk semesta, tentang mimpi-mimpiku," jawabku sambil tersenyum bangga.
Tak kujelaskan detail apa yang kutulis. Namun pembukaan ini telah memancing berbagai topik seru. Dari soal jodoh sampai kondisi negara Turki, di mana mereka berasal. Mereka terbang ke Estonia untuk menikmati liburan.
Indahnya pasangan ini, pikirku. Aku berharap dapat memiliki jodoh dan menua bersama seperti mereka. Melakukan perjalanan dan berpetualang meski usia sudah renta.
Indahnya permohonan di langit Istanbul. Tidak hanya tentang aku dan suratku. Namun juga keseruan memiliki teman perjalanan yang kadang tak pernah diduga. Kini 3 jam jadi singkat. Terima kasih semesta untuk menghadiahiku hal-hal baik di dunia ini. Aku sudah siap menyambut hal baik lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Hania Putri Bangsa
serius nih story keren banget..
2021-05-29
1