Aku mulai mencium wangi salju. Udara segar Estonia yang seringnya basah selama winter. Salju memenuhi berbagai sudut jalan, putih menggunung.
Aku sudah dapat melihatnya bahkan saat pesawat belum mendarat. Tak sabar ingin berada di luar bandara. Menghirup udara segar sebanyak yang kumau.
Berbaris di antara turis, di depan loket imigrasi menunggu antrian. Mengantri di kondisi ini, seringnya menjadi hal yang membosankan untukku. Tak dapat memainkan handphone tentunya. Mengobrol dengan turis lainnya juga terkadang bukan jalan yang tepat.
Beberapa wajah terlihat begitu lelah. Mungkin sama sepertiku, mereka datang dari jauh untuk mengadu nasib di negara Baltic ini, atau mungkin sekedar berlibur.
Aku mencoba mengedarkan pandangan dan tak melihat pasangan tua yang tadi mengobrol di pesawat denganku. Mungkin mereka sudah lebih dulu keluar dan selesai dengan proses imigrasi saat aku ke toilet tadi.
Aku memang terbiasa ke toilet setiap turun dari pesawat, karena tak pernah tahu dengan pasti kondisi mengantri ini. Kadang bisa saja cepat, bisa juga lama. Tergantung antrian, dan ada masalah atau tidak. Jika sedang ada turis yang bermasalah maka seringnya memakan waktu yang lama.
Berbicara tentang liburan di musim winter dan memilih negara seperti Estonia, hanya untuk mereka yang luar biasa mencintai salju. Dingin di negara ini tak tanggung-tanggung, bisa turun ke level minus 17. Jika sedang parah bisa sampai minus 25.
Jika sudah mencapai minus 20 ke atas biasanya sekolah diliburkan. Mereka tidak ingin anak-anak berada dalam cuaca yang begitu ekstrim dan itu memang berbahaya.
Ada orang- orang mati dalam cuaca ekstrim di negara ini. Bahkan beberapa mati bunuh diri, misal minum alkohol terlalu banyak dan kemudian mati di antara salju karena terjatuh atau tak sadarkan diri saat jantung berhenti dan tak lagi berfungsi.
Angka bunuh diri di negara ini memang cukup tinggi dan meningkat di musim dingin. Bisa juga mati karena kecelakaan dalam salju dan sebagainya. Estonia, Lithuania, Rusia masuk beberapa rangking tinggi di tahun 2019 untuk angka bunuh diri.
Terlepas dari itu semua, Estonia adalah negara yang indah. Liburan saat winter di negara ini bisa menjadi pilihan yang menarik. Ada banyak tempat untuk bermain Ski, bermain di hutan dan danau, serta menikmati kota magic Tallinn dengan Christmas marketnya yang indah. Bisa juga dengan mengunjungi desa viking dan berbagai event selama winter yang mencuri perhatian para turis.
"Apa tujuanmu datang ke Estonia?" tanya petugas imigrasi.
Aku menjelaskan seperti biasa dan menyodorkan beberapa dokumen yang diminta.
"Tunggu di sini, kami harus mengecek semua dokumenmu" lalu petugas itu menghilang dari bilik loketnya.
Aku tidak tahu ia akan ke ruangan yang mana dan akan butuh menverifikasi dokumen yang mana saja. Yang jelas aku sudah menulis semua nomor yang dapat dihubungi di sana. Mulai dari nomor bosku sampai nomor temanku yang akan menampungku sementara waktu.
"Jangan khawatir, tulis saja nomorku. Aku yang akan menjawab berbagai pertanyaan jika mereka menelpon nanti" pesan Alin, teman dekatku yang akan menjadi host familyku.
Aku tidak khawatir sebenarnya karena ini bukan yang pertama. Jauh lebih mudah karena mereka dapat melihat track record kedatanganku ke negara ini. Sudah beberapa kali terbang ke sini, seharusnya bisa lolos dengan mudahnya. Namun entah kenapa butuh waktu yang lumayan lama.
Estonia memang sangat hati-hati dalam menerima orang asing di negaranya. Karena mereka hanya memiliki sedikit orang, jadi berjuang sedemikian rupa melindungi negara kecilnya.
Mereka juga salah satu negara yang cyber securitynya juga tinggi. Sedemikian kuatnya memproteksi negara terutama dalam keamanan dunia maya. Jadi aku memahami semua proses yang begitu ketat dan rapi ini.
Petugas kembali dan memberitahukanku bahwa mereka tak membolehkanku masuk ke negaranya, dengan bahasa lain, aku ditolak dan harus kembali ke Indonesia.
Aku syok dan seakan ingin pingsan, bagaimana bisa. Ini benar-benar diluar dugaanku. Aku memiliki semua dokumen yang dibutuhkan, bagaimana bisa aku tidak diterima di Estonia.
Pikiranku melayang pada semua resiko yang sudah kuambil dengan datang kesini. Aku keluar dari pekerjaan demi pekerjaan baruku di Estonia ini. Bagaimana aku hidup jika kembali dalam keadaan seperti ini.
Aku punya tanggungan ibuku dan adik-adikku. Kembali bukan jalan, tidak, aku tidak bisa kembali dalam keadaan seperti ini. Bagaimana aku akan menjelaskan pada semua orang bahwa aku telah gagal bahkan sebelum aku memulai perjuanganku disini.
"Please tell me what is the reason? I have all documents you need" Aku menangis di depan petugas ini dan berharap ia luluh.
"Tidak, kamu terlihat mencurigakan dan dokumenmu tidak lengkap. Kami sudah pernah punya masalah dengan orang Asia yang datang untuk bekerja disini. Kamu seperti mereka".
"Tidak, aku datang dengan mengikuti semua syarat yang kalian berikan. Aku tidak illegal di sini. Please let me in". Aku benar-benar menangis kencang dan semua orang yang tersisa di barisan imigrasi berbisik-bisik.
"Security!" Perempuan ini memanggil security, tidak Tuhan, apa yang akan terjadi padaku.
"No, no, please....please. Listen to me, please!". Aku berontak di antara dua tangan security yang menyeretku dari loket.
"Hello, you good? Hello...." Perempuan petugas itu mengetuk-mengetuk kaca loket dan menyadarkan aku dari lamunanku.
"Oh hello, sorry" Aku masih linglung karena baru saja masuk dalam lamunanku dan lupa di mana aku berada.
"Kamu bisa masuk. Thank you". Perempuan yang bertugas memeriksa semua dokumenku ini membubuhkan stempel di pasportku dan mempersilahkanku keluar dari area custom.
Aku tersenyum lega padanya. Aku pasti gila membayangkan adegan penolakan yang mungkin akan kuterima. Namun, syukurlah semua berjalan dengan baik.
"Aitah!" kataku. Itu ucapan terima kasih dalam Bahasa Estonia. Aku menyunggingkan senyumku padanya.
Estonia memiliki bahasa yang indah menurutku. Penduduk negara ini sekitar 1.3 juta jiwa dan mereka memiliki bahasa mereka sendiri yang disebut dengan Eesti Keel.
Aku sangat menyukai bahasa mereka. Terdengar begitu indah dan lembut. Aku ingin belajar bahasa ini nantinya. Disamping Bahasa Eesti, mereka juga mayoritas berbicara dalam Bahasa Rusia.
Dulunya mereka dijajah oleh Rusia, dan penduduk kedua terbesar di sini juga orang Rusia. Karena bahasa utamanya bukan Bahasa Inggris, segala petunjuk seperti produk-produk kebanyakan ditulis dalam Bahasa Estonia atau huruf Cyrillic.
Kugeret koperku ke ruang tunggu terminal. Tak sabar bertemu Alin. Dia pasti menunggu sejak tadi. Perempuan asli Estonia yang bukan hanya teman biasa bagiku, namun juga keluarga.
Ia adalah perempuan yang kuanggap kakak, yang berasal dari negara jauh ini. Aku akan tinggal bersamanya selama bulan pertama dan pindah ke apartemenku di bulan berikutnya. Bahagia memilikinya di sini, jadi aku tak sendiri mengurus berbagai perjuangan awal ini.
Alin sudah menikah dan memiliki anak lelaki yang begitu tampan. Meski baru berusia 8 tahun, anaknya sangat cerdas untuk seusianya. Hanno, lelaki yang dinikahinya adalah teman dekatnya dulu.
Sepanjang pernikahan yang berusia lebih dari 13 tahun, aku memang tidak menyaksikan banyak, meski lewat cerita, mereka telah menjadi pasangan yang kufavoritkan.
"Hey! Alin!" aku menghambur ke pelukannya.
"Hello my dear, how was your flight?" ia menyambut pelukanku dengan senyuman hangatnya. Aku rindu pelukan ini.
"Was great. I enjoy it. You come alone?"
"Iya, dua lelaki itu menunggu kita di rumah. Mereka bertugas menyiapkan makan malam, aku yang menjemputmu," jelasnya.
"Oh! Eesti food. Gak sabar pengen sampai di rumah segera".
Kami berjalan keluar menuju tempat parkir mobil Alin. Menggeret koperku di antara salju adalah latihan otot yang luar biasa. Terlebih karena area parkir berjarak sekitar beberapa ratus meter dari ruang kedatangan.
"Oh, kamu pasti suka dengan kamarmu yang sekarang. Kami mengganti warnanya. Tebak warna apa?".
"Kuning & hijau?".
"Kuning dan sebagian dengan warna favoritmu, merah. Hope you like it". Alin terlihat begitu semangat, karena dia tahu betul aku menyukai warna merah.
"Oh wow, sure, I like it".
Bahagia kembali ke tanah ini. Meski sudah beberapa kali datang dan tinggal di sini, aku selalu menyimpan rinduku dengan baik. Estonia telah menjadi rumahku yang kedua.
Alin memutarkan lagu favorit kami berdua. Fly me to the moon dan kami mulai bernyanyi sepanjang jalan. Seolah semua kenangan di jalan ini kembali terulang.
Aku ingat, tak peduli kondisi hati kami sesedih apapun, kami selalu mendengarkan lagu ini dan menggoyangkan badan kami. Dia akan mengambil tanganku dan kemudian mengajakku berdansa. Lalu kami berdua akan sama-sama tertawa lagi. Begitu banyak kenangan antara kami dan lagu ini. Fly me to the moon and let me play among the star.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Hania Putri Bangsa
kk otor, maaf nanya. apakah ini memang real cerita pribadi atau imajinasi saja?
soal nya pas aku baca bab demi bab, feel nya itu dapet banget.
2021-05-29
1