Gibran memandang kedua orangtuanya secara bergantian, berharap jawaban dari mereka sesuai keinginannya.
"Baiklah, Papi merestuimu. Tapi apa Kau sudah yakin dengan pacarmu itu?" Tanto menghela nafasnya pelan, melirik Istrinya yang juga tersenyum menyetuji keputusannya.
"Yakin, Pi! Sangat yakin," mata Gibran berkaca kaca.
"Kapan Kau akan mengajak Kami bertemu orangtua pacarmu itu, Gib?" Tanya Mira.
"Bagaimana, kalau besok?" Tanya Gibran.
"Umm, baiklah." Tony menganggukkan kepalanya, tanda setuju.
"Terima kasih Pi, Mi, Aku akan menghubungi Kayla sekarang."
Gibran berlalu meninggalkan orangtuanya dan bergegas menuju kamarnya untuk memberitahu kabar gembira ini.
***
Kayla melirik ponselnya yang bergetar, "Gibran," ucap Kayla tanpa suara.
"Halo, Sayang. Ada apa?" Tanya Kayla.
"Sayang, Aku sudah berbicara pada orangtuaku, Mereka menyetuji pernikahan Kita. Besok Aku bersama keluargaku akan mengunjungi rumahmu," tutur Gibran.
"Ah, benarkah? Kau tidak sedang bercanda, kan? Aku senang sekali sayang." Kay berjingkrak senang mendengar kabar itu.
"Mana mungkin Aku bercanda, Sayang," sahut Gibran.
"Baiklah, Aku akan menyampaikan ini pada Ibu dan Ayah," jawab Kayla.
"Baiklah kalau begitu," Gibran memutuskan obrolannya dengan Kayla.
Ia menjatuhkan tubuhnya ke ranjang.
"Kayla, kau akan menjadi milikku seutuhnya, Aku mencintaimu," batin Gibran.
***
"Ayah, Ibu." Kayla memanggil orangtuanya, ia berlari munuruni anak tangga menuju kamar orangtuanya.
"Kay, kenapa Kau selalu berteriak, Sayang? Ada apa?" Tanya Sari Kayla duduk di tepi ranjang.
"Bu, besok keluarga Gibran akan berkunjung ke rumah Kita, orangtua Gibran menyetujui pernikahan Aku dan Gibran, Bu." Kay menjelaskan dengan antusias.
"Benarkah? Kenapa mendadak sekali? Ibu kan harus menyiapkan hidangan untuk mereka," tutur Sari, sembari memandang ke arah Suaminya.
"Siapkan saja apa yang ada, Bu. Mereka pasti mengerti karena memang ini dadakan," jawab Tony seadanya.
"Baiklah, kalau begitu." Sari memeluk erat Kayla, Dia tidak menyangka anak kesayangannya sebentar lagi akan menikah.
***
Hari ini, Sari di bantu Kirei membuat kue dan hidangan lain untuk menyambut kedatangan keluarga Gibran. Kebetulan Kirei tidak ada jabwal di kampusnya, jadi Ia bisa membantu Ibunya menyiapkan makanan.
"Ibu, apa tidak terlalu terburu buru menikahkan Kayla dengan pacarnya itu?" Tanya Kirei di sela-sela kegiatan memasaknya dengan Sari.
Brakk!
Sari melempar pisau ke washtaffle dan menatap tajam ke arah Kirei.
"Kenapa Ibu? Apa Aku salah bicara?" Batin kirei. Ia sangat terkejut saat melihat apa yang di lakukan Ibunya, Ia menundukan kepalanya saat Sari hendak menghampirinya.
"Kenapa? Kau tidak suka melihat Adikmu bahagia? Atau Kau ingin Suamiku memikirkan kebahagiaanmu terlebih dahulu? Oh atau, Kau iri karena Kay memiliki kekasih yang sangat menyayanginya, sedangkan Kau? Pria mana yang mau dengan perempuan yang tidak jelas asal usulnya sepertimu." Sari menatap sinis pada Kirei, ia juga menyilangkan kedua tangannya.
"Ti-tidak, bukan begitu maksudku, maafkan Aku Bu. Aku lancang bertanya seperti itu pada Ibu," Kirei memundurkan kakinya dua langkah menjauhi Sari.
"Cih! Dari dulu Kau selalu mencari perhatian Suamiku. Entah apa yang membuat Dia terlalu membanggakanmu, Kalau bukan karena permintaan Kayla dulu, Aku tak ingin menjadikanmu anak angkat." Sari berlalu meninggalkan Kirei yang masih mematung mendengar ucapan Ibunya itu.
Hati Kirei hancur, seketika buliran bening di matanya meluncur deras tak dapat ia tahan. Ia segera menghapus air matanya, mengusap dengan punggung tangannya.
Kirei menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan, Ia merasakan sesak di dadanya. Perlakuan Sari selalu menyakiti hatinya.
Saat Kayla menuju dapur, Ia berpapasan dengan Ibunya.
"Bu, mau kemana? Apa sudah selesai?" Tanya Kayla. Namun Sari tak menjawab, Ia pergi begitu saja meninggalkan Kayla.
Kayla beralih menatap ke arah dapur, matanya tak sengaja menangkap Kirei yang tengah menangis.
"Kakak kenapa? Apa Ibu melukai hatinya lagi?" Batin Kayla.
Kayla memutuskan untuk masuk, dan menghampiri Kirei.
"Kak, apa Kau baik-baik saja?" Kayla menepuk bahu sang kakak dengan pelan.
Kirei terkesiap, spontan Ia langsung membelakangi Kayla dan menghapus air matanya.
"Aku, baik-baik saja!" Seru Kirei yang masih membelakangi Kayla.
"Kak, bicaralah! Apa Ibu melukai hatimu lagi?" Tanya Kayla sambil memaksa Kirei membalikan badan ke arahnya.
"Sudahlah Kay. Kau jangan ikut campur urusanku! Jangan dekati Aku, Aku tak ingin Kau terluka karena ulahku lagi, Pergi! Dan jangan pedulikan Aku, urus saja urusanmu! Dan selamat Kau selalu mendapatkan apapun yang Kau mau. Kekasih yang menyayangimu, bahkan kasih sayang dari Ayah dan Ibu sepenuhnya untukmu. Tidak denganku. Aku sudah cukup menderita selama ini, jangan Kau tambah lagi dengan menyulitkanku. Kumohon pergi, jangan dekat-dekat denganku!"
Kirei berbicara sembari menegaskan suaranya, air matanya kembali mengalir. Ia memalingkan wajahnya melihat ke sembarang arah.
Kayla mamatung mendengar perkataan Kakaknya, ia merasa sedih. Kenapa Kakaknya begitu tak menyukainya?
"Baiklah Kak, jika ini yang Kau mau. Aku akan pergi. Aku pastikan Kakak akan mendapatkan apa yang Kakak mau. Kebahagiaan, kasih sayang. Bahkan jika Aku harus berkorban untuk kebahagiaanmu, Aku akan lakukan, Kak. Aku berjanji." Kayla pergi meninggalkan Kirei.
Kirei kini menatap punggung Kayla yang menjauh dari hadapan nya.
"Maafkan Aku, Kay. Maaf, Aku tidak bermaksud menyakitimu, Aku hanya tidak ingin Kau terluka dan Ibu semakin membenciku." Kirei menutup wajahnya, Ia merasakan sesak yang amat di dadanya.
***
Ting tong.
Suara bel rumah berbunyi nyaring, Sari yang mendengarnya langsung bergegas berjalan menuju pintu.
"Selamat datang, Nak Gibran. Wah, ini pasti orangtuanya Gibran?" Sari mengulurkan tangannya pada Mira juga Tanto dan di sambut hangat oleh keduanya.
"Mari masuk. Silahkan duduk, Saya akan memanggil Suami saya juga kayla dulu," Sari menuntun kedua orangtua Gibran menuju ruang tamu.
"Sayang, Kayla, cepat. Gibran sudah datang," ajaknya pada suami juga anaknya.
Sari menggandeng Kayla dan berjalan beriringan dengan Tony menemui keluarga Gibran. Wajah mereka terlihat sangat sumringah, menyambut kedatangan calon menantu dan besannya itu.
"Maaf menunggu lama. Kay sapa calon mertuamu!" pinta Sari dan diangguki oleh Kayla.
Kayla menyodokan tangannya, ia menyalami kedua orangtua Gibran.
Mereka saat ini sudah memulai perbincangan tentang pernikahan anak mereka.
"Pak Tony, kapan Kita akan melangsungkan pernikahan anak kita ini?" Tanya Tanto.
"Ada baiknya tidak usah menunggu lama, Pak. Saya ingin sesegera mungkin." Tony menyampaikan keinginannya dan di angguki oleh Tanto.
"Bagaimana, kalau minggu depan?" potong Sari, ia tak sabar melihat Kayla bersanding di pelaminan.
"Bu, apa tidak terlalu cepat?" Tanya Kayla pada Ibunya.
"Sayang, lebih cepat lebih baik! Iyakan, Ayah?" Tanya Sari, sembari memandang suami berserta calon besannya secara bergantian.
"Aku setuju! Mi, Aku juga ingin segera menikah dengan Kayla." Gibran menatap lekat orangtuanya, berharap keduanya akan menyetujui keputusannya ini.
"Baiklah, kalau ini yang terbaik. Kita adakan acara pernikahan Anak Kita minggu depan." Tanto menegaskan jawabannya.
"Baiklah, Mami akan mengurus semuanya. Kalian tunggu beresnya saja yah," jawab Mira sambil tersenyum bahagia mendengar keputusan akhir yang di ambil oleh suaminya.
Seluruh orang tertawa bahagia, tak lama lagi Mereka akan menjadi satu keluarga besar. Kini mereka hanyut dalam tawa dan saling berbincang ringan.
"Ah, Saya lupa. Saking seriusnya Kita berdiskusi, jadi lupa menyajikan hidangan untuk Kalian. Tunggu sebentar, yah!" Seru Sari.
"Kirei, mana makanannya? Cepatlah, bawa kemari!" Sari berdiri dan berteriak memanggil Kirei.
"Bu, jangan berteriak seperti itu pada Kirei!" Tony terkejut melihat sikap Istrinya itu.
Tak lama Kirei datang, membawa minuman juga makanan yang sudah Ia siapkan sejak pagi dengan Ibunya. Ia menyodorkan minuman dan makanan di hadapan para tamu juga orangtuanya.
Matanya seketika terbelalak, ia terkejut melihat sosok pria yang ada dihadapannya, "Astaga, Dia?" Batin kirei.
Sedangkan Gibran, Ia pun terkejut melihat siapa yang datang. Ia bertanya-tanya di dalam hatinya.
"Wah, siapa ini? Cantik sekali Kau, Nak. Siapa namamu?" Tanya Mira. Ia terpesona melihat Kirei yang gesit menyiapkan makanan.
Kirei memandang sekilas wajah Mira dan kembali menunduk.
"Aku, Kirei, Tante." Kirei menjawab seadanya.
"Kirei. Nama yang cantik, persis seperti orangnya," sanjung Mira sembari mengusap pipi Kirei dengan lembut. Ia merasa nyaman berdekatan dengan Kirei.
"Apa ini Anakmu juga?" tTanya Tanto pada Tony.
"Oh iya. Kenalkan, ini Anak..."
Belum sempat Tony menuturkan, Sari terlebih dahulu memotong ucapan Suaminya.
"Dia anak angkat sSuamiku," Sari menekankan kalimat terakhir yang Ia ucapkan.
"Bu, kenapa Ibu berbicara seperti itu?" Bentak Tony. Ia tak menyangka Istrinya tega mengucapkan kata-kata yang menyakiti Kirei di hadapan orang lain.
"Lah, apa Ibu salah? Dia kan memang Anak angkat, Ayah!" Seru Sari dengan tegas.
"Maaf. Saya permisi dulu!" Kirei pamit dan berlari meninggalkan mereka.
"Kak kirei tunggu!" Kayla berdiri hendak mengejar Kakaknya, tetapi lengannya di cekal oleh Sari yang menuntut Kayla untuk kembali duduk.
"Maafkan Istri Saya. Karerena Istri Saya, Kalian harus melihat hal yang tidak menyenangkan ini." Tony merasa tidak enak pada calon besan nya.
"Ah tidak apa-apa." Tanto penasaran akan sosok Kirei, Ia memiliki perasaan yang sama seperti Istrinya. Ia merasa nyaman ketika Kirei ada di dekatnya, Ia rasa bahwa Kirei anak yang sangat baik dan menyenangkan.
"Bu Sari, maaf. Apa Saya boleh menumpang ke kamar mandi?" Tanya Mira.
"Tentu, Bu. Silahkan, sebelah sana. Kamar mandi ada didapur," Sari menunjukan arah menuju dapur, dan di angguki oleh Mira.
Mira segera berjalan ke arah dapur. Saat hendak masuk, Ia melihat Kirei yang terduduk lesu di lantai.
"Kirei," Mira menepuk lembut bahu Kirei, sontak itu membuat Kirei langsung berdiri dan menghapus air matanya.
"Nak, Kau menangis? Kenapa ?" Mira membelai rambut Kirei, dan menyelipkan rambut itu ke belakang telinga Kirei.
"A-aku, tidak apa-apa, Tante." Kirei pergi meninggalkan Mira sendiri di dapur, ia segera berlari menuju kamarnya.
"Kenapa Dia? Aku rasa, Sari tidak memperlakukan Dia dengan baik," Batin Mira.
***
"Baiklah semuanya, Kami permisi dulu. Terima kasih atas jamuannya, dan sampai bertemu minggu depan." Tanto berpamitan pada keluarga Kayla.
"Sampaikan salamku pada Kirei," pinta Mira.
Permintaan Mira membuat semua orang memandangnya heran, tanpa terkecuali Gibran. Ia heran, kenapa juga Maminya menitip salam pada wanita bar-bar itu.
"Sepertinya, Mami Gibran menyukai Kak Kirei. Bahkan sejak tadi, Aku lihat Beliau sering melirik ke arah dapur." Kayla menerka-nerka dalam batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Isrotin Setia
kasihan sama kirei
2022-02-18
0
Wina Wien
semakin seru.... dan menarik... hadir thor
2021-06-18
1
Kelabu Biru
dijelasin dong thor profil² karakternya jadi biar tambah nyaman baca
2021-06-16
0