Hari Senin telah tiba, siswa SMK HARAPAN PELITA melakukan aktivitasnya. Tak terkecuali Evina. Hari ini adalah jam pelajaran normatif / adaptif. Evina dan Siska pergi ke ruang tata usaha untuk mengambil jurnal harian dan absen harian kelas.
“Vi, cerita, dong, soal kemarin sama Fahri. Kog, bisa gitu bareng sama dia?” tanya Siska yang masih saja dirundung penasaran.
Namun sepertinya Evina enggan membahas tentang Fahri. Bukan apa – apa, Evina sepertinya tidak ada ketertarikan khusus dengan Fahri. Bahkan kalau bisa, jangan sampai dia bertemu lagi dengan dia. Setiap kali bertemu Fahri selalu saja kejadiannya tidak menyenangkan.
“Ditanyain,diem aja , sih, Vi?” ujar Siska lagi
“Apaan, sih, engga gimana – gimana. Ngga ada yang menarik yang bisa dibahas,” ujar Evina santai.
“Aahh, kamu nih, masih skeptis aja sama cowok. Dia cakep, lho! Tinggi, putih, hidungnya mancung badannya juga bagus ngga gendut, ngga kerempeng juga. Katanya anak sholeh pula. Terus mau yang gimana lagi, kamu udah kenal sama dia, pepet aja. Rejeki, Vi,” ujar Siska panjang lebar berusaha untuk membuat temannya itu membuka hati.
“Aahh, ngga mau, ah, ribet banget. Lagian buat apa juga aku pepet dia. Emangnya dia angkot dipepet segala,” jawab Evina santai
“Aduh, Vi, aku udah kenal kamu semenjak SMP, kamu tuh, ya, ngga pernah sekalipun bicara tentang cowok. Naksir cowok juga ngga pernah. Ada apa, sih? Aku jadi inget dulu waktu SMP, buat temenan sama kamu aja susahnya minta ampun. Kamu, tuh, terlalu pendiem, Vi. Eh, sekalinya ngomong selalu nyelekit di hati, deh,”
“Tau sendiri, bodyku kayak gini,mana ada cowok mau deketin aku. Aku juga ngga feminin, ngomong juga ngga bisa halus kayak kamu. Lagi pula ribet, ah, ngga kepikiran juga aku mau gitu – gitu,” ujar Evina.
"Ya, jangan ngomong gitu, lah, Vi. Dicoba aja belum, pasti ada yang bakal suka sama kamu. Ngga mungkin milyaran laki – laki di dunia ini, masa satu aja ngga da yang kecantol sama kamu. Pasti ada, lah. Coba kamu dandan sedikit. Rambutmu dipanjangin, kek. Atau kamu sekarang jangan suka sewot kalau diajak ngomong sama cowok, terutama sama Fahri.”
“Ahhh, au, ah, gelap. Ngga mau bahas ginian.” Kata Evina
Siska hanya menghela napas dengan sikap temannya ini. Siska tak tahu apa yang terjadi dengan Evina sehingga dia sama sekali tidak tertarik dengan Evina. Memang, selama ini Evina pendiam. Hanya kepadanyalah dia bener – benar mau bergaul. Siska bersekolah di STM pun semata demi menemani Evina karena dia pasti tidak akan mudah mendapat teman di tempat baru.
Siska sendiri sebenarnya cukup kesuliatan bersekolah yang notabene mempelajari ilmu teknik, yang sama sekali ia tak mengerti. Bersekolah di STM pun membuat dia kesulitan karena selalu diganggu siswa – siswa pria. Tapi Evina selalu menjaga Siska dengan kesewotannnya terhadap laki- laki.
Sampai di ruang tata usaha Siska mengambil beberapa lembar kertas absen dan jurnal di meja yang di siapkan khusus untuk tumpukan jurnal dan kertas absen tiap kelas. Lalu berpindah ke lemari perlengkapan belajar mengajar. Siska mengambil empat buah kapur tulis berwarna putih dan dua kapur tulis berwarna merah. Sementara Evina mengisi buku data pengambilan alat tulis dan kertas jurnal.
“ Ambil berapa, Sis?” tanya Evina sambil
mulai mencatat.
“Kapurnya enam, sama kertasnya buat seminggu, jadi masing - masing enam,” jawab Siska menghampiri Evina.
Setelah selesai denagn urusan di ruang tata usaha mereka bergegas kembali ke kelas. Namun saat melewati pintu, terlihat Fahri bersama temannya yang baru mau masuk ke ruang tata usaha. Fahri melemparkan senyum ke Evina. Tapi Evina mengernyitkan alisnya. Fahri terheran melihat sikap Evina, namun kali ini dia tidak menegur Evina.
Evina dan Siska berlalu melewati Fahri, tapi Siska menoleh ke arah Fahri. Ia bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi. Mereka pun berjalan menuju ke kelas.
“Vi, kalau diajak senyum, senyumin balik. Gila! Ganteng lho, dia waktu senyum,” kata Siska
“Ngga tau, ah, Sis. Aku merasa, tuh orang aneh aja,” jawab Evina
“Aneh, gimana? Dia baik – baik aja keliatanya. Kalian, tuh, cocok kali. Fahri belum pernah kenal cewek, kamu juga belum pernah kenal cowok.”
“Cocok dari mananya? Aku sama dia bagai langit dan bumi. Dia ngomong sama aku biasa aja, sih. Ngga kayak orang yang ngga pernah ngobrol sama cewek,” kata Evina
“Ya, kan bukan ngomong dengan konteks pedekate, Vi. Kamu juga jangan suka banding – bandingin diri kamu gitu deh! Semua orang itu berhak bahagia. Kalau toh akhirnya kalian sama – sama saling suka, ya, udah, lanjut aja. Udah pokoknya, mulai sekarang harus lebih ramah sama Fahri, atau sama siapa aja, deh. Kamu harus punya cowok di masa SMA,” ujar Siska bersemangat.
“Emang kita di SMA?” tanya Evina.
“Eh, iya lupa kita di STM, ha, ha, ha,”
Mereka berdua tertawa bersama .....
😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊
Pukul tiga sore, para siswa sudah mengakhiri jam pelajarannya. Kelas Elektro 1 pun bubar setelah guru meninggalkan kelas.
“Vi, hari ini aku di jemput sama temenku. Jadi ngga usah nemenin nunggu bus. Kamu pulang sendiri berani, kan?” ujar Siska dalam perjalanan keluar sekolah.
“Yaelah, kapan aku pernah pulang bareng bareng, aku juga selalu pulang sendiri, kan?” jawab Siska
“Ya, udah aku duluan ya, Vi, bye?” ujar Siska sambil berlari meninggalkan Evina.
Evina melambaikan tangan ke Siska. Hari ini ia harus ke perpustakaan, karena harus mengembalikan buku. Evina berlari ke perpustakaan karena sebentar lagi sudah akan tutup. Sesampainya di perpusakaan Evina mengeluarkan beberapa buku yang pernah ia pinjam.
“Ini pak! Maaf kalau terburu – buru,” ujar Evina seraya menyerahkan buku – buku itu.
“Iya, ngga pa, pa, nduk. Tadi praktek apa teori?” tanya bapak petugas perpustakaan.
“Teori ,pak, makanya sore baru ke sini,” Jawab Evina
Tiba – tiba saja Fahri muncul dibelakang Evina sambil juga meletakan buku pinjaman diatas meja bapak penjaga.
“Tadi kenapa ngga balas senyumanku?” tanya Fahri serius. Evina hanya menoleh singkat ke arah Fahri tanpa menggubrisnya.
“Hallo, diajak ngomong nih. Berasa ngomong sama tembok.”
Evina menghela napas,ia rasanya malas menanggapi Fahri.
“Ya, ngga kenapa – kenapa,” jawab Evina singkat.
“Sombong banget, sih? Eh, dalam agama kita harus saling menyapa. Senyum adalah sebagian dari iman.Aku tadi, kan, senyumin kamu. Bales senyum, kek paling engga, kayak ngga pernah kenal aja,” ujar Fahri.
“Eh, kita kenal? Perasaan kita ngga sekelas, ngga pernah main bareng. Aku juga tahu kamu siapa?” kata Evina agak marah.
“Haahhhh, kamu bener – bener, ya. Bukan kah kita semalaman barengan jalan – jalan berdua. Udah lupa?” sahut Fahri
“Heiiii, kalau ngomong, duh, jangan bikin orang salah paham. Itu kan cuma tugas pramuka. Sekali ketemu aja udah sok akrab banget,” bentak Evina
“*H**eeei, wes – wes ojo do tukaran, tow! Wes – wes iki kaertu perpustakaane. Wes kono ndang do bali, selak sore. Malah do padu, ngko nek jodoh blaik kwe*,” ( sudah – sudah jangan bertengkar! Sudah – sudah ini kartu perpustakaannya. Sudah sana pulang, keburu sore. Kog, pada debat,ntar jodoh sukurin) ujar bapak penjaga menengahi keduanya.
Evina tanpa berlama – lama meninggalkan perpustakaan. Fahri pun juga ikut keluar. Sepertinya ia belum puas berdebat dengan Evina. Ia mengejar Evina keluar.
“Apa lagi?” ujar Evina sewot.
“Kenapa, sih, kalau ketemu selalu marah marah? Bisa ngga sih kita ngobrol enak gitu? Ya, apa salahnya kalau aku nyapa. Masa dari sejak persami itu kamu terus balik pura – pura ngga kenal lagi sama aku?” ujar Fahri.
“ Aku ngga punya urusan sama kamu dan aga pengen punya urusan sama kamu. Itu aja?” jawab Evina.
“Tapi aku pengen punya urusan sama kamu?” kata Fahri
“Apaan, sih, ngga jelas banget. Urusan apaan? Aku ngga punya utang apa- apa sama kamu,” ujar Evina heran.
“Dengerin baik – baik. Kamu tahu, kan, kalau aku kemarin dilantik jadi ketua pramuka laki- laki.” Kata Fahri
“Trus urusannya sama aku apaan?”
“Kamu mau aku jadiin ketua untuk yang putri,” ujar Fahri membuat Evina kaget.
“Kamu udah gila? Eh, ngapain aku ikut pramuka. Bentar lagi ke kelas dua bakal banyak ujian. Belum nanti, kalau banyak tugas . Ahhhh, engga makasih cari yang lain aja. Siapa tuh, si Febi, atau Siska. Nah, dia pinter ngomong tuh, biar dia aja, lah, jangan aku. Aku mau fokus pelajaran aja,” jawab Evina.
“Oh, tidak bisa. Nama kamu dan daftar pengurus angkatan kita, sudah aku serahin ke pembina pramuka. Jadi, besok jum’at sore kamu wajib datang. Karena bakal ada reorganisasi sekalian pelantikan resminya. Ok, aku tungguin sampai kamu datang,” kata Fahri sambil pergi meninggalkan Evina.
“Eh, ngga bisa begitu. Fahri, hei, hei,” ujar Evina. Sementara Fahri sudah berlari meninggalkan Evina.
Terima kasih sudah bersedia membaca novel pertama saya. Semoga ceritanya enak untuk dibaca ya...
Jangan lupa tinggalkan comment, like, vote serta beri rate pada episode ini. Terima kasih......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Friska Petra
likee
2021-03-16
0
Dhina ♑
hey Fahri, aku cuma mau bilang.....aku fa mau sama kamu, aku ga kenal kamu, kamu ganteng aku jelek, kamu putih aku item....beda kan??
2021-02-10
0
Radin Zakiyah Musbich
Ceritanya seru kak 👍👍👍
ijin promo ya 🍜🍜🍜
jgn lupa baca novel dg judul "HITAM"
kisah tentang pernikahan yg tak diinginkan,
jangan lupa tinggalkan like and commen ☀️☀️☀️
2021-01-06
0