“ Ngga berani ah, Ris.” Ujar Fahri seraya menghembuskan napas berat.
“ Ngga berani kenapa? Takut di tolak? Kamu cakep, sholeh, ngga merokok. Apa lagi yang kurang dari kamu?” ujar Aris yang masih sibuk dengan praktek mesinnya.
“ Kamu kayak ngga tau orang tuaku aja,” jawab Fahri. Ia beranjak berdiri dan memilih duduk di atas meja yang berisi alat - alat mekanik.
“ Iya, juga sih, Ri. Resiko berat kalau kamu sampai ketahuan pacaran. Emang beneran kamu mau jadi ustadz?” tanya Aris.
“ Ngga tau, deh. Aku ngga tau ke depannya mau gimana. Semuanya udah di tentuin orang tua. Masih untung aku ini boleh sekolah di sekolah umum. Kalau menuruti orang tua pasti udah ke pesantren aku,” ujar Fahri.
“ Ya, orang tuamu, kan, pengen yang terbaik buat kamu. Buat masa depan akhirat kamu. Beruntung orang tua kamu masih peduli tentang akhirat, Ri. Di luar sana banyak yang udah ngga peduli,”
Sedang asyik ngobrol, ternyata guru pembimbing mereka sedang memperhatikan.
“ Fahri, Aris, deadline laporannya jam sebelas lho, ya! Bapak ngga menerima laporan lebih, dari jam itu,” ujar pak Mahmud guru pembimbing mereka. Fahri dan Aris terkejut dengan kedatangan guru mereka. Cepat – cepat mereka menyelesaikan praktek mesin itu. Satu persatu di bongkarnya, di telitinya betul – berul setiap bagian mesin. Lalu mencatatnya dalam jurnal laporan.
“ Udah, nanti lagi aja bahas Evina,” bisik Aris meledek Fahri.
🐯🐈🐯🐈🐯🐈🐈🐯🐯🐈🐯🐈🐯🐈🐈🐯🐯🐈🐈🐯🐯🐈🐈🐯🐈🐯🐯🐈🐯🐈🐯🐈🐯🐈🐯🐈🐯🐈🐯🐈
Seperti yang sudah di jadwalkan, akhirnya hari kemah di luar sekolah tiba. Pengurus pramuka mempersiapkan segala sesuatunya agar cara berjalan lancar.
Kemah kali ini diadakan di daerah Bantir. Tempat itu biasa di jadikan tempat untuk berkemah memang.
Siswa kelas satu terdiri dari 12 kelas, mereka semua naik angkutan truk untuk menuju ke bumi perkemahan. Suasana saat itu sangat bersemangat dan menyenangkan.
Sesampainya mereka di buper, segera dilakukan pembagiaan kelompok. Setiap kelompok mendirikan tendanya masing – masing. Para pengurus pramuka pun tak kalah sibuk melakukan persiapan. Kali ini anak – anak pramuka di bantu oleh tim OSIS.
Maklum pengurus pramuka hanya ada 20 orang, tak kan cukup mengurusi ratusan anak kelas satu. Mereka mendirikan tenda dengan di iringi canda dan tawa. Evina pun ikut merasakan keceriaan itu. Sedikit demi sedikit, ia mulai bisa bergaul dengan mereka.
“ Evina, coba kamu ke bu Arni. Ini daftar catering yang disiapkan untuk guru dan pengurus. Coba kamu tanya dulu, boleh di ambil sekarang atau nanti pas jam makan siang,” kata Fahri yang sibuk dengan tendanya.
Evina yang juga sibuk menata barang -barang pun bangkit menghampiri Fahri seraya mengambil map kertas yang di tunjuk Fahri.
“ Ya, udah aku ke bu Arni. Tolong ini barang – barang di beresin, ya. Nanti bilangin ke Siska, tas ku tolong jagain,” kata Evina.
“ Okey,” jawab Fahri sambil mengacungkan jempolnya.
Evina segera menemui bu Arni bersama Cahyo. Ia segera melakukan tugasnya untuk mengurusi jatah makan untuk guru dan pengurus pramuka. Ia berinisiatif untuk pergi bersama Cahyo ke tempat pemesanan makan sekarang, setelah berdiskusi dengan bu Arni. Jika mepet di waktu jam makan siang tidak kan sempat waktunya.
Dan acara yang di tunggu- tunggu dalam acara kemah adalah api unggun. Setiap kelas di beri kesempatan untuk menampilkan sesuatu saat acara api unggun. Ada yang bernyanyi, ada yang melawak. Ada pula yang menampilkan atraksi pencak silat.
Acara malam ini sungguh menggembirakan. Masa orientasi siswa, benar – benar masa yang paling terkenang saat mas sekolah.
“ Vi, kapan selesainya, sih? Capek tau. Aku dari tadi sore udah ikut PBB. Ampe sekarang belum selesai – selesai acara. Mana anak – anak kelas satu susah diatur gitu,” ujar Siska yang terlihat sudah kelelahan. Mereka sedang mengamati acara api unggun dari ruang istirahat guru. Karena posisinya di atas jadi mereka bisa melihat.
“ Sabar lah, Sis, aku juga capek. Kesana – kesini, ngurusi adik kelas, ngurusi kakak kelasnya juga susah diatur. Belum di omelin pak Khafid. Haduuh, kenapa aku bisa kecemplung ikut acara beginian?” jawab Evina tak mau kalah.
Siska tertawa lepas mendengar curahan kekesalan Evina. Jarang – jarang Evina mau mengeluh begitu.
“ Lah, kamu kog malah ketawa sih, Sis? Aku beneran capek, pusing, ahhh rasanya pengen pulang aja,” ujar Evina cemberut.
“ Aduh, Vi, aku baru tahu kamu bisa ngeluh juga. Ha, ha, ha, biasanya kamu apa – apa iyain aja, okey aja. Kalau ngga suka ya paling engga aja. Tumben nih, ekspresif. Apakah gerangan gerjadi pada Evina?” goda Siska. Evina hanya cemberut dengan candaan Siska.
Sedang asyik berbincang dengan Siska, terdengar suara microphone dari arah api unggun. Suara itu tak asing, iya, itu adalah suaranya Febi.
“PENGUMUMAN , PENGUMUMAN, KARENA SUDAH MALAM. DAN MEMASUKI PUNCAK ACARA MALAM INI. KEMARIN SUDAH DIKASIH TAHU YA, BAHWA DIWAJIBKAN MEMBAWA SURAT CINTA UNTUK KAKAK KELAS. BOLEH UNTUK PENGURUS OSIS BOLEHUNTUK PENGURUS PRAMUKA,” ujar Febi lantang.
“ Vi, ayo kesana. Seru nih, bakal ada tembak – tembakan,” ujar Siska sambil menarik Evina unttuk mendekat ke arah api unggun.
“ Tembak – tembakan apaan, sih?” Evina bingung dengan sikap Siska. Karena acara kali berbeda dengan waktu mereka kelas satu, jadi Evina tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi.
Siska dan Evina segera mencari tempat duduk bersama pengurus yang lain. Febi berada di tengah lapangan bersama Cahyo sedang membawa tumpukan surat untuk kakak kelas.
“ KITA LIHAT YA SURATNYA. BUAT SIAPA AJA. COBA MAS CAHYO, DILIHAT,” ujar Febi.
Dan Cahyo pun membuka satu persatu surat itu. Surat dari siswa putri tidak dicampurkan dengan siswa pria. Karena tidak banyak. Kebanyakan surat itu menyebut nama Siska. Ya, tak heran. Di angkatannya Siska termasuk paling cantik.
“ MBAK SISKA, MBAK SISKA, PENGGEMARNYA BANYAK YA,” kat Febi yang membuat Siska jadi malu. Evina pun meledek ke arah Siska.
“ Oh, kamu yang mau tembak – tembakan?” canda Evina. Di iringin wajah masam Siska.
Di seberang lapangan Fahri sedang duduk juga. Ia berada di barisan kelas satu untuk berjaga. Tapi meski acara begitu ramai, pandangannya tertuju pada Evina. Evina sama sekali tak melihat ke arahnya. Ia hanya fokus melihat ke arah Febi dan Cahyo yang ada di tengah lapangan.
Tiba- tiba Febi, menyebutkan surat yang ditujukan untuk Evina.
“ MBAK EVINA! WAAAHHH, NEMU NAMA LAIN SELAIN SISKA. KIRAIN BAKAL DIBOIKOT MBAK SISKA SEMUA. AYO, MBAK EVINA MAJU KE DEPAN,” kata Febi yang menuju ke arah Evina yang membuat Evina seketika terkejut.
“ Vi, dapet surat cinta, Vi,” ujar Siska senang.
“ Apaan, sih. kog jadi aku? Eh, aku gerogi tau. Kenapa Febi malah manggil aku?” Evina masih syok, apalagi Febi semakin dekat.
Fahri yang mendengar dari sisi seberang juga terkejut. Meski ini hanya sebuah lucu – lucuan. Rasanya dia tak merasa ini lucu. Fahri memandang ke arah Evina yang terlihat malu – malu.
Evina terlalu malu untuk berdiri bersama Febi. Ia menolak ajakan Febi untuk ke tengah lapangan. Akhirnya Cahyo berinisiatif membacakan surat itu.
“ DEAR, MBAK EVINA. SEJAK PERTAMA MELIHAT MBAK SAYA MERASAKAN ADA SESUATU. SAAT ITU SAYA TAK SENGAJA MENABRAK MBAK EVINA. MAAF, YA MBAK KALAU WAKTU ITU SAYA MALAH TIDAK MINTA MAAF. MALAH BERKELAHI DENGAN TEMAN MBAK. SEJAK SAAT ITU, SAYA KEPIKIRAN MBAK TERUS. SAYA MERASA BERSALAH GITU MBAK. KALAU ADA KESEMPATAN KETEMU. SAYA MAU MINTA MAAF. YA, KALAU BOLEH, SAYA JUGA MAU MINTA NOMER MBAK EVINA,” Cahyo membacakan surat itu dan merasa surat ini tidak bercanda.
Evina sudah jelas sangat malu. Ia tahu betul kejadian saat bersama Aris waktu awal masuk semester baru. Ia bahkan tak ingat siapa anak itu. Bagaimana bisa, dia menulis hal seperti itu dan harus dibacakan di tempat umum.
Fahri dan Aris pun menyadari surat itu bukan hanya sekedar lucu – lucuan. Karena mereka ada di tempat kejadian saat itu. Raut wajah Fahri seketika berubah jadi sangat kesal. Ia segera beranjak menuju ke tengah lapangan. Di mintanya surat itu dari Cahyo. Cahyo pun sempat bingung, tapi tetap memberikan surat itu kepada Fahri.
“ MAAF, YA ADEK – ADEK, KARENA WAKTU KEBURU MALAM, KITA LANJUT MEMBACA SURAT DARI ADEK – ADEK CEWEK SAJA, YA! YANG MAU MINTA NOMER HP BISA LANGSUNG KE ORANGNYA SAJA,” ujar Fahri, seraya menatap tajam ke arah Evina dari kejauhan.
Evina pun memperhatikan Fahri yang bersikap aneh. Kenapa dia menatapnya, seakan marah? Apa yang salah dengannya?
“ Hemmmh, ada yang cemburu, nih,” gumam Siska lirih.
Evina merasa canggung ketika Fahri menatapnya dengan penuh kekesalan.
Terima kasih sudah bersedia membaca novel pertama saya. Semoga ceritanya enak untuk didengarkan ya...
Jangan lupa tinggalkan comment, like, vote serta beri rate pada episode ini. Terima kasih......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Ria Diana Santi
tembak dong Fahri jangan diam aja.. Pakai panah asmaramu. Hehehehe..
2020-12-29
1
Atika Mustika
💪💪💪💪
2020-12-23
0
Naryati
boom like datang...
2020-12-18
0