“Ada apa ini?” potong Gunawan seketika menghentikan pertikaian antara Om dan keponakan. Firstan langung melepas cekalan diiringi senyuman Ditya yang terlihat begitu menyebalkan di mata keponakannya.
“Masalah kalian dimana? Coba jelaskan? Papa akan mencari jalan keluar,” lanjut Gunawan lagi.
Marisa yang sejak tadi berusaha melerai, akhirnya bisa bernafas lega saat Gunawan turung tangan. Respon berbeda ditunjukan Samudra, yang memilih tidak mendekat. Sejak awal kedatangan Ditya kembali ke kehidupan mereka, Samudra memilih menjaga jarak. Tidak mau bersikap terlalu akrab yang berlebihan, karena tidak mau dicap sengaja mencari muka dengan anggota termuda keluarga Halim Hadinata itu.
Berbeda dengan Marisa yang memang sang kakak, meskipun beda ibu. Wanita yang masih cantik di usia penghujung kepala empat itu masih memiliki darah yang sama dengan Ditya. Tidak akan ada yang mengomentarinya.
“Apa masalahmu First?” tanya Gunawan yang sudah tahu jawabannya, tetapi ingin Firstan memperjelas sendiri.
“Tidak ada Pa,” sahut Firstan menunduk dan berlalu pergi.
Frolline terlihat mengekor di belakang Firstan, sedikit bingung dengan kelakuan kekasihnya itu sejak pertama kali menginjakan kaki di kediaman baru kakaknya itu. Firstan tidak bersikap biasa. Cenderung dingin dan menghindarinya.
“Apa yang terjadi?” tanya Frolline saat keduanya berada di dapur. Frolline mengedar pandangan.
“Kak Angell pasti tidak akan mau masuk kesini,” ucap Frolline, tersenyum menatap ruang memasak yang berantakan.
Firstan menutup mulut, bahkan lebih tepatnya tidak tertarik untuk menjawab. Dia masih kecewa dan sakit hati dengan pemandangan yang dilihat di kediaman Om-nya.
“Kita putus, Fro!” ucap Firstan pelan, tetapi dengan penuh keyakinan.
“Hubungan kita sampai disini, Fro,” jelasnya lagi, tanpa menatap ke teman bicaranya.
Gadis dengan sling bag yang masih menggantung di bahunya itu tertegun berusaha mencerna kata-kata yang baru saja dilontarkan Firstan. Semua kenangannya dengan Firstan berputar ulang kembali di pandangannya.
Hampir sepuluh menit, dia membeku. Sampai setetes air matanya turun tidak bisa dibendung lagi. Tanpa permisi, air mata itu mengalir kian deras dari bola mata indah yang biasanya memancar indah.
“Aku tidak mau. Hubungan kita bukan hanya sehari dua hari. Kita sudah memiliki impian bersama,” tolak Frolline. Sakitnya kali ini lebih berkali-kali lipat dibanding saat Firstan menikah dengan Angella. Setidaknya saat itu hubungan mereka masih ada. Sekarang semuanya musnah hanya dengan satu kata putus dari Firstan.
“Aku sudah tidak mencintaimu lagi.” Ucapan pembalasan rasa sakit hati Firstan. Dia baru saja disakiti dengan melihat pengkhianatan Frolline, tidak semudah itu melupakannya. Bahkan dia saja masih menjaga jarak dengan Angella meski sudah berstatus suami istri.
“Aku tidak mau. Kamu tidak bisa melakukan ini padaku, First.” Frolline berkata sembari bercucuran air. Bergegas mengejar dan memeluk Firstan yang hendak berjalan keluar.
“Kita selesai sampai di sini saja, Fro. Mengenai bayiku, aku bisa mengurusnya sendiri. Aku tidak membutuhkan bantuanmu,” lanjut Firstan, menghempas kasar tangan Frolline yang membelit pinggangnya dengan erat.
***
Frolline melangkah keluar dari dapur dengan langkah gontai, setelah hampir setengah jam meratapi nasibnya. Terduduk di ubin dingin sembari memeluk lutut dan berlinang air mata, mengingat kembali kenangan demi kenangannya dengan Firstan.
Hubungannya dengan Firstan tidak dibangun dengan mudah. Mereka tumbuh bersama, banyak melewati hari-hari sejak masih kecil. Dia begitu mengagumi sosok Firstan yang empat tahun lebih tua darinya.
Rasa kagum di saat remaja berubah menjadi cinta. Dan cinta itu benar-benar menjadi nyata saat kedua orang tua mereja bermaksud menjodohkan Firstan dengan Angella, tetapi Firstan menolak dan memilih dia.
Hubungan itu berjalan sempurna, tidak ada protes dari sang kakak. Seolah semua berjalan di tempat. Kedua orang tua mereka pun tidak berharap lebih. Hari berganti bulan, bukan bergantu tahun hingga akhirnya Frolline menyelesaikan sarjananya. Dan semua impian untuk menjadi istri Firstan tinggal selangkah di depan mata.
Namun takdir menuliskan garis nasib tidak semudah sebelumnya. Beberapa hari sebelum lonceng pernikahan itu berdenting, dia harus menerima hantaman badai terbesar dalam perjalanan hidupnya. Tetapi, dia masih bisa bangkit saat itu, masih bisa mengangkat kepalanya.
Dan sekarang hantaman susulan itu menguncangnya. Lebih hebat dari sebelumnya. Berakhir sudah kisah cintanya. Meskipun selama ini dia terlihat kuat, dia terlihat biasa. Namun, sedikitpun cintanya untuk Firstan tidak berkurang. Dia hanya berpura-pura tegar untuk tetap bisa menunggu saat bahagia itu tiba.
Saat kembali ke ruang tengah, terlihat Ditya sedang duduk di antara para orang tua. Angella juga ikut menyimak pembicaraan serius yang sedang berlangsung di sana. Tidak Firstan di sana. Lelaki itu entah bersembunyi di sudut mana.
Langkah kaki Frolline terhenti, saat ucapan Ditya yang begitu penuh keyakinan ditujukan kepada para orang tua.
“Aku ingin berhubungan serius dengan Frolline. Sebelumnya aku sudah
menyampaikan pada Pak Gunawan,” ucapnya. Tatapan matanya tertuju pada Frolline yang sedang berdiri kaku dengan wajah sembabnya.
Sebenarnya ada rasa iba melihat raut sedih yang masih basah dengan air mata. Tetapi dia tidak punya cara lain. Disaat seseorang sedang terpuruk, disaat itulah dia baru bisa membuka kesempatan pada orang lain.
Marisa yang ikut memandang ke arah yang sama dengan adiknya, tersenyum. Menarik tangan Frolline ikut bergabung, bahkan dia menempatkan Frolline duduk disisi Ditya.
Kalau mengikuti kata hatinya, tentu dia menolak. Tetapi niat baik Ditya yang sudah berjuang sampai sejauh ini tidak mungkin juga dikecewakannya. Setidaknya dia harus memberi kesempatan Ditya membuktikan semuanya.
“Bagaimana menurutmu, Fro?” Marisa bertanya. Semua mata tertuju pada gadis yang sedang menunduk dengan perasaan hancur lebur saat ini. Tidak ada jawaban, Frolline diam seribu bahasa.
“Aku tidak masalah kalau harus menunggu. Masalah hati tidak semudah itu. Perlu pertimbangan matang,” lanjut Ditya.
“Bagaimana dengan keluargamu?” tanya Nyonya Gunawan yang sejak awal sudah tidak setuju. Bagaimana pun dia harus mencari cara untuk mengagalkannya.
“Aku sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan hidupku. Kalau Frolline tidak keberatan, aku hanya akan memperkenalkan diriku sebagai Ditya tidak membawa embel-embel nama besar Halim Hadinata.”
Aku di Indonesia hanya membantu ayahku mengurusi bisnis keluarga. Pekerjaanku sebenarnya ada di Inggris. Aku memiliki beberapa usaha kuliner di pinggiran kota London. Mamaku tinggal di Jerman dan papaku lebih banyak menetap di Surabaya.”
“Hanya itu saja yang bisa aku ceritakan tentang kehidupanku. Dan tentunya Marisa adalah kakakku satu-satunya,” lanjut Ditya lagi.
Gunawan tampak tersenyum, ekpresi berbeda ditujukan istrinya yang tidak menyambut dengan tangan terbuka.
“Aku sebenarnya bukan melamar. Aku hanya meminta izin untuk mendekati putri kalian. Tentunya masalah pernikahan itu butuh persiapan yang matang dan yang terpenting adalah memantapkan hati. Untuk melangkah kesana, tentunya bukan hanya Frolline, tetapi aku juga butuh itu keyakinan itu. Dan untuk itu, kami butuh saling mengenal.” Ditya menjelaskan sembari menatap Frolline yang tertunduk di sisinya.
“Aku tidak mau!” Frolline menolak, tanpa berpikr panjang. Gadis itu sudah berdiri dan siap berpamitan pulang.
Angella yang sejak tadi diam-diam menatap Ditya, cukup terkejut dengan penolakan Frolline. Mungkin di dunia ini hanya Frolline saja yang bertindak bodoh dengan menolak lelaki sesempurna Ditya.
“Frolline benar-benar bodoh! Dia menolak seorang Ditya, lelaki yang menjadi impian semua wanita!”
***
T b c
Love You all
Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
ria aja
iy fro bdoh
2023-01-10
1
Nur Lizza
fro btuh waktu unk menerima ditya
2022-11-08
0
Sunarty Narty
nnti mlh Angel yg deketin Ditya LG..
2021-12-04
0