“Kita pulang sekarang,” ajak Ditya.
Lelaki itu memilih tidak melanjutkan pembicaraannya. Frolline masih terlalu muda, lebih banyak menggunakan perasaan dibanding logikanya. Lebih mengedepankan cinta dibanding menerima kenyataan yang ada di depan mata.
“Aku tidak mau pulang. Malam ini, malam pernikahan kekasihku dan Kak Angell,” bisiknya pelan. Menatap gelas anggur milik Ditya yang masih terisi setengah. Rasanya sudah ingin ia menyambar dan meneguknya habis, supaya bisa tidur lelap dan melupakan kesedihannya.
Ditya mengikuti arah pandangan Frolline, tanpa membuang waktu, lelaki itu meneguk habis sisa anggur di dalam gelas. Beberapa jam bersama gadis itu, ia sudah bisa membaca jalan pikirannya.
Glek! Dalam sekali tegukan gelas itu kosong dan berpindah ke dalam perut. Ditya besar di luar negri, sudah terbiasa dengan berbagai jenis anggur. Apalagi lingkungan pekerjaan dan pertemanannya sangat dekat dengan berbagai jenis minuman ini. Beberapa gelas tidak akan membuatnya lupa daratan.
“Ayo! Aku akan mengantarmu pulang ke rumah,” ajak Ditya kembali.
Tangan kekarnya baru saja meraih lengan Frolline, tiba-tiba Matt masuk membawa kantong belanjaan berisi pakaian ganti.
Mata Frolline membulat, saat melihat merek yang tercetak di kantong belanjaan. Setiap ke mall, ia hanya bisa melewati outlet- nya saja, tidak berani masuk ke dalam. Cukup sadar diri, limit kartu kredit yang disediakan papanya tidak akan cukup untuk membeli produk ternama itu.
“Bos, ini!” sodor Matt.
“Semoga Nona Frolline suka dengan pilihanku,” ucapnya lagi.
Mendengar namanya disebut, Frolline menengok ke arah Matt. “Apapun aku tidak suka, aku hanya suka dengan pilihan First,” sahutnya membuat kesal Ditya.
“Ayolah, Fro ... jangan seperti anak kecil. Ganti pakaianmu sekarang. Aku akan mengantarmu pulang,” pinta Ditya, meraih tangan Frolline dan membawa gadis itu menuju ke toilet restoran.
“Aku tidak mau. Gaun yang aku kenakan ini pilihan First,” tolaknya. Ditya menghentikan langkahnya, memandang gaun indah yang sekarang melekat di tubuh Frolline.
“Sudah, dia kakak iparmu sekarang, Fro. Kamu boleh menyebut namanya lagi setelah dia menceraikan kakakmu.”
Frolline menatap tajam, ada ketidaksukaan tersirat dalam pandangannya itu.
“Ayo ganti pakaianmu. Untuk berjalan saja susah, gaunmu itu sudah menyapu lantai.” bujuk Ditya kembali.
Frolline bergeming.
“Ganti pakaianmu. Atau aku yang akan membantumu menggantinya,” ancam Ditya, mendorong masuk Frolline ke dalam toilet sembari menyerahkan shopping bag berisi baju ganti.
“Fro, aku menunggumu di meja.”
Matt masih berdiri kaku di sisi meja saat Ditya menghampirinya.
“Semua data Nona Frolline sudah aku kirim ke ponselmu, Bos!” Matt memberitahu.
Ditya langsung tersenyum, menepuk pundak asistennya sebelum duduk kembali di kursinya.
“Kamu semakin jenius dan cekatan!” puji Ditya, segera mengecek ponselnya.
“She looks like ....” Matt tidak melanjutkan kata-katanya.
“Kailla," potong Ditya, masih serius membaca semua data-data tentang Frolline. Ia tidak mau kecolongan lagi, meskipun yakin gadis yang bersamanya ini sudah pasti single, belum bersuami.
“Bos, serius?” tanya Matt memberanikan diri.
“Come on, Man. Umurku sudah tidak muda lagi. I’m 35 years old. Kalau tidak serius aku tidak mungkin mengajaknya sampai kesini hanya untuk mengenal kepribadiannya,” jelas Ditya serius.
“Beri pengawalan padanya. Aku ingin tahu semua hal tentang Fro, kesehariannya, pergaulannya, keluarganya, bisnis orang tuanya. Semuanya ... termasuk kakak dan mantan kekasihnya, Firstan, keponakanku,” perintah Ditya.
“Jangan sampai Daddy tahu. Aku harus memastikan dulu, kalau Fro adalah gadis yang tepat untuk menjadi menantu Halim,” lanjut Ditya.
“Menurutku dia terlalu muda, Bos. Baru 22 tahun.” Matt mengemukakan pendapatnya.
Ditya langsung menggebrak meja, menimbulkan suara berdeting karena getaran piring dan gelas. Matt menciut, menutup mulutnya saat itu juga.
“Aku yang akan menikah, aku yang menjalaninya. Bukankah semakin muda semakin baik," seru Ditya.
Ditya baru akan membuka suara kembali, tetapi dari arah dalam terlihat Frolline yang berjalan menuju ke arahnya. Gadis itu sedikit tersenyum, tidak seperti sebelumnya hanya menangis dan menangis.
Pilihan Matt pada gaun putih kombinasi brokat keluaran merk ternama membuat kesedihan Frolline menghilang seketika.
Ditya langsung berdiri, mengambil alih shopping bag yang diletakan Frolline di atas meja dan menyerahkan pada Matt.
“Matt, minta dua bodyguard itu pulang. Katakan aku sudah akan pulang ke rumah. Aku lelah melihat mereka berdiri di sekitarku,” perintahnya. Matt, sang asisten menurut bergegas keluar dan melaksankan perintah.
“Kita pulang sekarang. Kamu cantik dengan gaun ini,” puji Ditya, tersenyum.
***
Sepanjang perjalanan Frolline memilih diam. Niat hatinya malah tidak mau pulang ke rumah. Rasanya tidak siap menerima dan menghadapi kenyataan yang ada.
“Fro, alamatmu?” tanya Ditya, berpura-pura tidak tahu. Padahal ia sudah tahu dengan jelas di mana Frolline tinggal. Namun, untuk sementara ia tidak akan terlalu berlebihan, ia khawatir, gadis muda ini akan ketakutan padanya.
“Antarkan aku ke hotel, orang tuaku pasti kebingungan kalau tidak menemukanku,” ucap Frolline, akhirnya membuka suara. Mengalah dan menguatkan hatinya kembali.
“Kamu tidak menghubungi mereka?” tanya Ditya, heran.
“Biarkan saja. Supaya mereka tahu, aku sedang sakit hati sekarang,” ucap Frolline, kembali meneteskan air matanya.
Mobil hitam itu tiba di hotel saat pesta usai. Tidak kelihatan lagi keramaian tamu atau antrian mobil di sana.
“Terima kasih.”
Belum sempat Ditya turun untuk membantunya membuka pintu mobil, Frolline sudah meloncat turun, melambaikan tangan langsung berlari masuk ke dalam menemui keluarganya. Dia sempat mengecek puluhan panggilan tidak terjawab dari mamanya dan First. Bisa dipastikan dia akan kena semprotan lagi seperti biasanya.
Masih dengan mengusap air mata yang menggenang, Frolline masuk ke dalam lift. Dia sudah terlewat satu jam dari waktu selesainya pesta. Ketika kakinya melangkah ke dalam ballroom tempat dilangsungkannya acara pernikahan, suasana sudah sepi. Terlihat beberapa kru hotel sedang merapikan tempat acara.
Mata Frolline menangkap kedua orang tuanya duduk di sudut ruangan dengan wajah risau. Angella yang masih mengenakan gaun pengantin terlihat duduk di samping papanya. Masih di meja yang sama terlihat kedua orang tua Firstan juga dengan raut wajah yang sama. Tidak tampak Firstan disana. Kekasihnya entah pergi kemana.
Baru saja dia akan melangkah masuk, seseorang menarik tangannya dari luar ruangan.
“Ah!" pekiknya, tetapi orang itu membungkam mulutnya supaya berhenti menjerit.
“Sweet, ini aku Heart,” bisik Firstan, membawa Fro mengikutinya. Keduanya turun ke lobi. Seharian ini disibukan dengan prosesi pernikahan, tidak ada kesempatan untuk mereka bicara berdua. Sejak dua minggu yang lalu, mereka tidak diizinkan bertemu. Komunikasi hanya melalui video call dan telepon saja.
“Maafkan aku,” bisik First, langsung mendekap erat Frolline. Gadis itu terguncang, kembali menangis hebat. Pelukan pertama setelah dua minggu tidak bertemu, setelah peristiwa menguras emosi dan air mata.
“Kamu ke mana saja? Jangan menangis Fro. Aku sudah disini bersamamu,” ucapnya berusaha menenangkan, menghapus air mata yang terus mengalir.
Frolline masih mengingat jelas awal mula kejadian yang memilukan hatinya. Meskipun sudah berusaha menerima dengan ikhlas, rasa sakit itu tetap ada. Seminggu sebelum pernikahan, kakaknya Angella tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri.
Frolline dan mamanya yang sedang mengecek souvenir pernikahan, langsung berlari panik. Tetapi peristiwa itu ternyata mengubah jalan hidupnya. Kakaknya dinyatakan positif hamil. Dan yang lebih menyakitkan adalah ketika sang kakak menunjuk calon suaminya sebagai ayah dari anak yang ada di dalam kandungan.
Rasanya tidak mau menerima, tetapi Firstan mengakuinya. Calon suaminya dan sang kakak melakukannya tanpa sengaja. Mereka sudah berusaha menutupi dan menganggap tidak terjadi apa-apa, tapi tetap saja akhirnya semua terbongkar. Yang membuat semakin menyakitkan, semuanya terbuka seminggu sebelum pernikahannya. Undangan sudah disebar, foto pernikahan pun sudah jadi.
Namun, ia bisa apa, di saat kedua orang tuanya memohon padanya supaya merelakan Firstan untuk kakaknya. Ada bayi yang membutuhkan ayah dan ibunya.
"Tunggu aku, setelah Angell melahirkan kami akan bercerai. Angell juga sudah setuju, dia akan melanjutkan pendidikannya dan mencapai impiannya,” jelas Firstan, mengecup kening Frolline dengan penuh perasaan.
“Ingat, Fro ... jangan sampai Mama dan Papa tahu masalah ini. Aku juga berusaha menyembunyikannya dari Mami dan Papiku. Angell juga melakukan hal yang sama. Kamu tetap milikku, jaga hati ini untukku,” bisik Firstan.
“Ayo, masuk ke dalam,” ajak Firstan, mengenggam jemari tangan Frolline.
Keduanya sudah masuk ke dalam lift, saat seseorang keluar dari persembunyian. Ia baru saja menguping pembicaraan sepasang kekasih gelap yang sedang bermain api di belakang keluarga mereka.
***
Terima kasih.
T b c
Love You All
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Aisyah Septiyasa
Jangan mau, masa ia udah ngamilin kakanya ga mau tanggung jawab sebagai calon ayah
2023-01-18
2
ria aja
enak sja.mau aj kau flow.cinta ga hrus bgt juga
2023-01-05
0
Nur Lizza
gk sengaja tp hamil
2022-11-07
0