“Minta Han, membawa mobil ke lobi. Aku akan pergi ke suatu tempat!” perintahnya sebelum mengalihkan kembali tatapannya pada tubuh mungil yang bergetar hebat di hadapannya.
Kedua bodyguard menurut. Bergegas menjalankan perintah sang tuan muda yang sebenarnya menolak dipanggil tuan muda. Alasannya simpel, sudah tidak zamannya lagi panggilan aneh seperti itu.
“Eits tunggu! Minta pada Han sandal cadangan. Bawa ke sini!” perintahnya lagi, saat melihat kaki polos Frolline yang bersentuhan langsung dengan dinginnya lantai granit hotel.
“Minta Matt, siapkan pakaian untuk seorang gadis ukuran S,” ucap Ditya, meneliti sekilas ukuran tubuh gadis manis yang tidak kunjung menghentikan tangisan pilunya.
“Jangan yang terbuka. Dia gadis baik-baik!” lanjut Ditya.
Bodyguard handal itu langsung mengerti. Segera pergi mengikuti arahan sang majikan.
“Fro, jangan menangis lagi. Sayang air matamu. Sebaiknya disimpan untuk menangisi lelaki yang tepat,” bujuk Ditya, menepuk lembut lengan Frolline yang melingkari lutut.
Tidak butuh waktu lama, seorang bodyguard muncul dengan menenteng sandal sederhana. Menyerahkannya langsung pada Ditya.
“Bos, ini. Han juga sudah menunggu di luar,” jelasnya, sembari menyodorkan sepasang sandal.
“Kenakan ini, Fro. Kakimu kotor,” pinta Ditya, meletakan sepasang sandal itu tepat di depan kaki Frolline. Matanya tertuju pada clutch senada dengan gaun milik Frolline yang entah sejak kapan teronggok di lantai samping pemiliknya.
Senyum terkembang, sembari meraih clutch mungil dan membantu Frolline membawanya supaya tidak tertinggal.
Kali ini Frolline menurut, mengusap air matanya dengan kasar. Riasannya hancur, dengan pewarna mata dan blush on yang luntur.
“Kita ke mobil sekarang. Bisa jalan sendiri, kan? Aku tidak mungkin menggendongmu di pertemuan pertama kita,” ucap Ditya, tersenyum. Membuka setelan terluar pakaianmya, menyisahkan vest hitam yang menimpa kemeja putihnya.
“Kenakan ini!” Ditya menyodorkan jas hitamnya.
Tampilanmu terlalu terbuka,” lanjutnya lagi, meneliti gaun menjuntai dengan bahu terbuka yang memamerkan lekuk tubuh si pemakai.
“Terima kasih,” sahut Fro, menyampirkan jas hitam yang masih meninggalkan aroma parfum mahal itu di bahunya.
Frolline menurut, berjalan di belakang lelaki gagah yang menggengam clutch rose gold miliknya. Gadis itu tersenyum untuk pertama kali. Menatap punggung kekar berbalut kemeja putih serasi dengan vest hitam keluaran merk ternama.
Begitu sampai di pintu keluar, mata Frolline membulat. Ada tiga mobil sedan berwarna hitam metalik dengan logo bintang tiga keluaran terbaru berjajar rapi. Tidak jauh dari deretan mobil, ada empat lelaki kekar berbalut setelan jas hitam berdiri berjejer dengan tangan saling menggengam di depan. Dua diantaranya Frolline sudah melihat sebelum ini, mereka yang diperintahkan si tuan muda menyediakan sandal untuknya.
Ada dua lagi wajah tidak familiar yang membuat Frolline mengerutkan dahinya. Satu terlihat lebih muda, satunya jauh lebih tua.
“Han, kunci mobilnya!” pinta Ditya, menyodorkan tangannya pada pria tua berkemeja hitam.
“Aku akan membawa mobil sendiri,” lanjut sang tuan muda pada sang sopir.
Lelaki yang jauh lebih muda berjalan menghampiri, tersenyum manis pada Frolline.
“Dia Matt, asistenku. Untuk yang lain, kamu tidak perlu mengenalnya,” jelas Ditya berbalik menengok Frolline yang berdiri menunduk di belakangnya.
Matt terlihat membuka pintu mobil bagian tengah terjepit di antara dua mobil lainnya, mempersilahkan Frolline masuk ke dalam. Sedangkan Ditya tampak mengitari mobil, masuk ke sisi sopir. Para lelaki yang berjajar termasuk asisten dan sopir mengambil posisi di dua mobil yang tersisa.
"Apakah kehidupan jetset itu seperti ini?” batin Frolline, masih tidak yakin dengan pengalaman yang tidak biasa.
Frolline hanya gadis biasa, terlahir dari keluarga biasa, meskipun papanya memiliki perusahaan kecil, bisnis keluarga mereka. Ia memang sudah terbiasa naik turun mobil sejak bayi, tapi mobil keluarga mereka tidak semewah ini.
“Kamu lapar?” tanya Ditya, mulai menjalankan laju mobilnya.
Gadis itu mengangguk malu-malu. Ditya memberinya pengalaman baru, bahkan dia lupa dengan kesedihannya seketika. Terlalu terkejut dengan dunia Ditya yang selama ini hanya dilihatnya dari televisi ataupun dunia maya. Dunia yang tidak pernah tersentuh olehnya.
Dengan mencuri pandang, Frolline menatap lelaki tampan yang terlihat mempesona saat menggengam kemudi.
“Kamu penasaran denganku?” tanya Ditya, masih fokus ke jalan raya.
“Ti-tidak,” sahut Frolline terbata. Tertangkap basah sedang mengamati objek yang mencuri perhatiannya sejak beberapa menit belakangan.
“I’m single. I’m 35 years old. Apalagi yang ingin kamu ketahui. Aku pikir, kamu masih mengingat namaku dengan jelas. Aku adik mantan calon mertuamu,” jelas Ditya.
Frolline berbalik ke belakang, melihat sedan hitam mengikuti mobil mereka, mobil hitam yang satunya sudah berjalan lebih dulu di depan mobil yang sekarang ditumpanginya.
“Di laci dashboard ada kartu nama, berikut alamat kantorku. Kalau kamu masih tidak yakin dengan identitasku, kamu bisa menyimpan nomor kontak itu di ponsel atau mendokumetasikan dan mengirimnya pada orang terdekatmu sekarang,” ujar Ditya, menyerahkan kembali clutch kepada pemiliknya.
“Kalau masih kurang yakin, kamu bisa mengambil fotoku sekarang, aku tidak keberatan. Silahkan mengirimnya pada siapa pun yang bisa kamu percaya,” lanjut Ditya, berusaha meyakinkan Frolline, kalau ia tidak bermaksud buruk atau macam-macam pada gadis itu.
“Kita makan di mana?” tanya Ditya, melirik Patex Philippe yang melingkar di pergelangan tangannya.
Frolline menggeleng. Tidak memiliki opsi apapun, kebanyakan menangis pikirannya buntu.
“Baiklah, kita makan di tempat biasa aku makan saja, ya,” ucap Ditya memberi ide.
“Perhatikan jalannya, bisa saja aku menculikmu, Nona. Dan menjualmu pada lelaki hidung belang. Lumayan, aku bisa mendapat ribuan dolar tanpa susah bekerja,” kejut Ditya, tersenyum usil.
Frolline bergidik. Tangannya sudah membuka laci di depannya, mencari kartu nama yang dimaksud Ditya. Menyimpannya ke dalam clutch bag-nya untuk berjaga-jaga.
Barisan mobil itu masuk ke sebuah restoran, tidak terlalu ramai, tapi tidak sepi juga. Masih ada beberapa pengunjung yang mengisi kursi-kursi restoran.
Terlihat Matt turun dan masuk ke dalam restoran. Entah apa yang dilakukannya, tapi tidak lama lelaki itu keluar sembari merapikan kancing jasnya. Mengetuk jendela mobil, dimana Ditya berada sekarang.
“Aman, Bos!” lapornya sembari tersenyum.
“Seperti biasa, aku tidak mau pengawalan di dalam,” ucap Ditya, membuka pintu mobil. Seketika sang asisten terdorong ke belakang.
“Aku tidak mau para pengawal bre”ngsek itu berjajar seperti mau apel di halaman restoran,” omel Ditya. Sedikit kesal dengan pengawalan yang sudah tidak pada tempatnya.
“Minta mereka bersembunyi di dalam mobil. Gadis ini bukan dari keluarga yang sama denganku. Dia tidak terbiasa dengan pengawalan yang begini kentara,” lanjut Ditya. Sejak awal datang ke resepsi dia sudah kesal setengah mati. Begitu daddynya tahu dia akan meghadiri resepsi keponakannya, Halim langsung mengirim tambahan bodyguard untuknya.
***
Ditya dan Frolline sudah duduk manis menatap aneka menu yang terhidang di meja bundar. Seorang pelayan berdiri di samping meja mengisi anggur ke dalam gelas berkaki. Tepat akan berpindah pada gelas kedua, Ditya menghentikannya.
“Tidak, satu gelas saja. Gadis ini tidak minum. Siapkan jus saja untuknya. Kamu mau minun jus apa?” tanya Ditya.
“Aku mau mencoba yang di gelas itu saja,” pinta Frolline, sembari memotong steak dan memasukannya ke dalam mulut.
“No. Orange juice!” pinta Ditya pada pelayan.
“Kamu boleh minum setelah mengenalku lebih jauh. Aku tidak mau kamu mabuk di perkenalan pertama,” jelas Ditya. Ikut menyantap steak di piringnya.
Keduanya sudah menghabiskan isi piring mereka, saat Ditya membuka suara setelah meneguk habis anggur di gelasnya.
“Lupakan First, dia sudah menikah. Tidak baik merusak rumah tangga orang lain,” ucapnya. Kembali dia teringat pada Kailla. Cinta pertama yang baru ditemuinya saat wanita itu sudah menikah.
“First kekasihku, sampai saat ini dia masih kekasihku. Dia tidak mencintai Kak Angell, pernikahan ini terpaksa. First masih memintaku menunggunya,” jelas Frolline, tidak suka dengan ucapan Ditya yang begitu terus terang.
“Harusnya aku yang di sana, bukan Kak Angell! Mereka akan bercerai setelah Kak Angell melahirkan,” jelas Frolline. Seketika is menutup mulut, emosi membuatnya terpancing dan membuka aib kedua orang yang disayanginya.
***
T b c
Love You All
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
T.N
waduh nanam saham duluan toh
2023-04-29
1
Aisyah Septiyasa
Duh kasihan banget
2023-01-18
0
NFC
Rahmatttt hidayattttt... 🤣🤣 Samuel sammy alias siapa ya... nama asli asisten kailla. lupa aku
2022-12-31
0