Author mendadak kehilangan inspirasi dear, mohon kritik dan sarannya ya.
Author masih dalam proses belajar, dan nulis ini benar-benar tergantung mood.
Semoga part kali ini tetep njalur ya dan bisa dinikmati bagi reader yang berkenan membaca tulisan author.
Mohon dukungannya.
Happy reading.
^^^Logikaku berkata dia sempurna, tapi mengapa hatiku masih merasa kosong.^^^
^^^Rina Malinda^^^
Ting
^^^Restu Andika^^^
^^^Selamat tidur Rina^^^
"Dika," gumam Rina kala membuka sebuah pesan dari Dika.
Buru-buru dia mengetik balasan untuk pesan itu. Saat tinggal menekan tombol send, tiba-tiba dia ingat kalau di kak ini bukanlah kekasihnya lagi.
"Ya ampun aku kok bisa lupa sih. aku kan udah putus dari Dika," gerutu Rina sambil menghapus deretan kata yang baru saja di ketiknya.
Ting
^^^Restu Andika^^^
^^^Nggak apa-apa kok kalau nggak mau bales. Aku ngerti. Aku cuma berharap, meskipun kita nggak pacaran lagi, tapi kita nggak putus silaturahmi.^^^
Rina Malinda
Makasih ya. Kamu jaga diri baik-baik.
^^^Restu Andika^^^
^^^Pasti. Cepetan tidur. Udah malem.^^^
Rina Malinda
Oke, good night.
^^^Restu Andika^^^
^^^Good night.^^^
Rina kemudian memeluk erat ponselnya, seolah dia tengah bersiap berpisah dengan sesuatu yang sangat berharga dari dirinya.
"By the way mas Rio lagi ngapain ya? Kok nggak ada kabar dari siang?" Rina bermonolog sambil memainkan ponsel pintarnya.
"Ah, dia sibuk kali ya, namanya juga mahasiswa. Pasti beda lah sama anak SMA."
Rina kemudian beranjak untuk kamar mandi kemudian tak lama setelahnya dia sudah kembali ke kamar dan merebahkan diri di atas kasur empuk nya.
"Good night Rina," ucap Rina pada dirinya sendiri sebelum akhirnya memejamkan mata dan terbang ke alam mimpi.
Dika POV
"Rin, kenapa kamu tiba-tiba mutusin aku?" Masih aneh bagiku kenapa tiba-tiba Rina memutuskanku dan diakui laki-laki lain sebagai kekasihnya.
Sepertinya tak ada kesalahan fatal yang aku lakukan, selain ketika mama menitipkan Rista bersama aku seharian. Aku memang tak menghubungi Rina waktu itu, bahkan menghindar sekuat tenaga darinya ketika kami tanpa sengaja berada di tempat yang sama. Bukan maksudku menyembunyikan Rina dari Rista atau sebaliknya, tapi aku hanya belum siap jika Rina tahu kondisi keluargaku.
"Kak, Kak Restu!"
"Tu bocah ngapain kesini lagi. Lebih baik aku pura-pura tidur aja" gumamku saat mendengar suara adikku memanggil-manggil namaku. Aku segera meraih bantal dan menenggelamkan kepalaku di sana.
"Kak..."
Kok suaranya gitu?
Aku segera bergegas keluar kamar dan membuka pintu rumahku. Saat pintu terbuka, aku melihat adikku datang dengan piyama dan sebuah ransel di punggungnya. Tak lupa boneka lumba-lumba yang merupakan kado dari almarhum Papa berada dalam pelukannya.
Aku segera membimbing Rista untuk masuk rumah. "Kamu kenapa malam-malam kesini? Kamu sama siapa?" tanyaku sambil menghapus air mata yang menganak sungai di kedua pipi adikku ini.
"Kak, Rista hiks boleh ya hiks ikut Kakak hiks hiks?"
"Ikut kemana?" tanyaku dengan menangkup wajah adik kesayanganku ini.
"Ikut tinggal disini," ucap Rista sebelum menenggelamkan wajahnya dalam pelukanku. Dan pecah sudah tangisnya di sana.
Ingin sekali aku bertanya apa yang terjadi sebenarnya. Namun tampaknya waktunya tak tepat saat ini. Melihat kondisi adikku yang tampak kacau ini.
"Ke kamar istirahat ya," ajak ku pada Rista.
Dia hanya menggeleng sebagai jawaban. Bukannya berhenti, tangisnya justru makin menjadi setelahnya.
"Udah, nangisnya udah," kataku sambil mengusap lembut punggungnya.
Aku dan Rista melewati masa kecil yang bahagia, bersama papa dan mama. Namun kebahagiaan kami mendadak sirna kala Papa ditipu rekan bisnisnya. Bukan, kami tak kehilangan harta, namun kami kehilangan mama. Tak berselang lama setelah katanya papa kena tipu itu, mama pergi bersama laki-laki yang kini menjadi suaminya.
Kami yang semula sangat bahagia hidup berempat, sekarang harus menjalani semuanya bertiga. Dan kemalangan pun sepertinya belum mau pergi menjauh dari kami, karena pada malam itu aku yang sedang di rumah bersama Rista ditemani seorang asisten rumah tangga tiba-tiba mendapat telepon dari rumah sakit kalau papa mengalami kecelakaan saat melakukan perjalanan dari luar kota dan nyawanya tak dapat diselamatkan.
Di hari pemakaman papa, mama datang bersama Rudi suaminya dan pergi membawa Rista bersama mereka. Semula aku tak mengizinkan Rista untuk pergi bersama mereka, namun kalau itu aku masih duduk di bangku kelas 3 SMP masih bingung bagaimana caranya melanjutkan hidup tanpa papa, terlebih jika aku juga harus mengurus Rista yang masih kelas 5 SD.
Akhirnya aku merelakan Rista pergi bersama mereka meninggalkanku yang tetap memilih bertahan di rumah peninggalan mendiang Papaku.
"Rista, Dik. Istirahat ke kamar yuk," ucapku sambil menepuk-nepuk bahunya.
"Yah ternyata tidur nih bocah."
Aku segera membopong tubuh Rista menuju kamarnya dulu. Saat tengah berjalan menaiki tangga, tiba-tiba aku teringat saat menggendong Rina beberapa hari yang lalu. Aku merasa tubuh Rina bahkan lebih kecil dari Rista yang kini masih kelas 1 SMP.
Rina, aku masih belum rela berpisah dengan mu. Aku belum rela selama aku belum tahu apa yang menjadi alasanmu memutuskan untuk berpisah denganku dan memilih pria itu. Aku yakin kamu punya alasan kenapa tiba-tiba memutuskan hubungan denganku.
Cklek
Kubuka pintu kamar ini dengan sebelah tanganku dan segera kudorong menggunakan kaki. Aku berjalan masuk bersama tubuh yang tengah terlelap ini dalam gendonganku. Kurebahkan tubuh adikku di atas kasur yang dulu selalu menemani setiap tidurnya.
"Welcome home, adikku sayang," ucapku sambil mengecup lembut kening Rista.
"Sepertinya kita memang harus melawati semuanya berdua. Aku akan berusaha keras agar bisa menjadi Kakak yang dapat kau andalkan. Kamu adalah satu-satunya keluarga yang aku punya," ucapku sambil menatap adik kecilku yang tengah terlelap dalam damai.
Jika Rina tak lagi membutuhkan ku, tapi kini Rista sangat membutuhkanku. Aku bertekad untuk berjuang demi masa depan aku dan Rista.
Rina, meskipun kini aku berharap kamu ada di sampingku, tapi keputusan sepihakmu benar-benar memaksaku untuk merelakan kepergianmu.
Dika POV End
Seorang laki-laki berperawakan sedang menepikan motornya di trotoar. Setelah standar motor diturunkan, dia segera berjalan menuju angkringan yang berada tak jauh darinya.
"Pak, masih betah aja jualan di sini?" tanya pemuda itu kepada bapak-bapak pemilih angkringan.
"Ya betah nggak betah Nak, mau bikin resto tapi nanti harga nasi bakar nggak mungkin 5ribu perak," jawab bapak itu diselingi tawa renyahnya. "Sok mangga, nasi bakar masih anget," lanjut bapak itu lagi.
Akhirnya pemuda itu mengambil 2 bungkus nasi bakar, beberapa tusuk jerohan ayam, tempe serta tahu goreng.
"Kopi hitam 1 ya Pak," lanjut pemuda itu sebelum mencari tempat untuk menikmati makanannya.
TBC.
Alhamdulillah, selesai juga part ini dear.
Makasih ya yang udah bersedia mampir.
Semoga suka sama ceritanya.
Jangan lupa dukung author dengan meninggalkan jejak pada setiap kunjungan kalian.
Happy reading, love you all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 500 Episodes
Comments
Keyla
padahal lbh dewasa dika dripda rina.
umur memang tidak menentukan kedewasaan seseorg.
2021-10-25
0
Jacob Jacob
semangat Thor 😀
2021-08-04
0
Jacob Jacob
Thor is the best dah suka deh karya Thor 😀
2021-08-04
0