"Abis ini langsung pulang ya. Aku buru-buru ke tempat temen, mau ngambil sesuatu," kata Rio.
"Mau ngambil doang apa mau ada perlu lain Mas?" tanya Rina.
"Ngambil doang sih habis itu mau pulang, istirahat," kata Rio.
"Tempat temennya Mas Rio jauh enggak dari rumahku?" tanya Rina lagi.
"Nggak sih, ada apa emang?"
"Aku ikut dulu nggak pa-pa kok habis itu baru anterin pulang, daripada bolak-balik."
"Enggak enggak, aku anterin kamu balik dulu aja aku ke sananya sendiri."
"Tapi kan Mas aku....."
"Sayang," potong Rio cepat. "Di sana itu tempat laki-laki lho, aku nggak nyaman aja ngajak kamu ke sana," lanjut Rio sambil menggenggam tangan Rina.
"Maksudnya?" tanya Rina.
"Ya di sana itu tempat teman-teman aku, I know them well. Dan bawa cewek secantik kamu ke sana bukan ide yang baik," kata Rio sambil mencium tangan Rina yang kini tengah di genggaman nya itu.
"Mas," lirih Rina dengan pipi bersemu merah.
"Iya sayang," jawab Rio tenang sambil terus memperhatikan depan.
Rina tak mampu lagi menyembunyikan senyum bahagianya. Dia merasa penuh, dia merasa benar-benar dicintai seakan Rio tak ingin berbagi dirinya dengan orang lain meskipun hanya sekedar memandang. "Mas," panggil Rina lirih.
"Hmm?" Rio hanya berdehem untuk menjawab panggilan Rina.
"Rina sayang sama Mas Rio," kata Rina kemudian.
"Mas cinta banget sama Rina," timpal Rio sambil mengacak rambut Rina.
Rina kemudian meraih tangan itu dan bergelayut di sana. Hingga tak terasa mereka pun tiba di depan rumah Rina. Rina masih diam ditempat ketika bahkan ketika seat belt sudah dilepaskannya.
"Kamu nggak turun?" tanya Rio ketika Rina masih diam di tempat.
"Mas Rio nggak ikut turun?" Rina balik bertanya.
"Sayang, aku langsung aja ya," kata Rio.
"Oh, ya udah Mas, Rina ke dalam dulu," ucap Rina kemudian sambil bergerak membuka pintu mobil.
Rio tak menjawab, dia hanya tersenyum dan melambaikan tangan. Baru saja Rina menutup pintu dari luar, Rio segera melajukan mobilnya begitu saja.
"Kok langsung pergi sih?" lirih Rina. Rina tak lantas masuk rumah. Dia masih diam terpaku, kala ingatannya menerawang pada setiap momen yang dia lalui bersama Dika, terlebih ketika dia pulang sekolah dengan diantar Dika. Kalau Dika pasti mampir dulu walaupun cuma sebentar, sekedar untuk menyapa Mama atau siapapun yang ada di rumah. Batin Rina. "Eh apaan sih Rin, cowok kamu tuh sekarang Rio. Dia adalah sosok yang dewasa seperti yang kamu inginkan dan yang pasti nggak kalah ganteng daripada Dika. Dia adalah sosok yang kamu idamkan selama ini," kata Rina meyakinkan dirinya sendiri.
Rina kemudian membuka gerbang dan segera memasuki rumahnya. "Mama, assalamualaikum!" teriak Rina kala tak menjumpai siapapun saat pintu rumahnya terbuka.
"Wa'alaikum salam. Anak Mama yang cantik hobinya kok teriak-teriak sih," kata Mama yang muncul dari arah dapur.
"Ya habis Rina buka pintu nggak ada siapapun yang nongol," kata Rina sambil mencomot satu buah apel.
Plak
"Aduh! sakit Ma!" Rina meringis sambil memegang tangan yang baru saja dipukul oleh mamanya.
"Tangan kamu kotor. Cuci tangan dulu baru pegang makanan," kata Mama.
"Iya deh iya." Rina kemudian berjalan menyusuri tangga menuju kamarnya di lantai atas. "Ma!" teriak Rina dari lantai atas tepat di depan pintu kamarnya.
"Kenapa sih Nak, kok teriak-teriak terus."
"Papa udah pulang belum?" tanya Rina.
"Papa hari ini janji mau makan di rumah, makanya Mama masak khusus buat Papa," jawab Mama sambil mulai menata makanan di atas meja.
"Giliran Papa bilang mau makan siang di rumah Mama sendiri yang turun ke dapur, kalau Rina boro-boro," ucap Rina sambil membuka pintu kamarnya dan menghilang saat pintu tertutup.
Mama Ririn hanya geleng-geleng melihat kelakuan anak perempuan satu-satunya itu. Saat Rina keluar dari kamarnya dan kembali menuju meja makan, di sana sudah ada Papa dan Mama yang menunggunya.
"Wah Papa udah pulang," girang Rina sambil mengecup pipi papanya.
"Iya, kangen sama Putri Papa yang paling cantik ini," kata papa sambil mengecup puncak kepala anaknya.
"Sama putrinya aja nih yang kangen, sama Mamanya Sang Putri enggak?" kata Mama dengan wajah cemberut.
"Sama Mamanya juga dong," kata papa sambil meraih tangan Mama untuk diciumnya.
"Ih kalian jahat," kata Rina sambil segera bangkit dari pangkuan papanya.
"Jahat?" beo papa dan mama bersamaan.
"Iya jahat. Nggak mikirin banget kalau ini anaknya lagi nggak ada pasangan," ucap Rina sambil memasang wajah cemberut.
"Utututu, tadi Dika kok nggak diajak mampir sih, biasanya juga mampir dulu nggak langsung pulang," kata Mama sambil menyenderkan nasi di piring Papa.
Senyum di wajah Rina mendadak redup. "Rina kok bengong aja nggak cepat ngambil makan," kata Mama sambil menaruh nasi di piring Rina.
"Ma, Pa, Rina udah putus sama Dika," lirih Rina dengan menundukkan kepalanya.
Mama dan Papa nampak terkejut, namun mereka cepat-cepat menetralkan wajahnya. "Oh, Mama sama Papa nggak akan ikut campur, kita percayakan kan Pa sama Rina?" kata Mama yang sekarang duduk di samping Papa.
Papa hanya mengangguk menyetujuinya.
"Tapi putusnya baik-baik kan?" tanya Mama lagi.
Rina mengangguk ragu.
"Ya udah cepat makan gih. Meskipun baru putus kudu tetap makan dong. Jadi jomblo kan juga butuh energi," kata mama sambil terkekeh.
Rina menanggapinya dengan sebuah senyum kecut.
"Eh tadi kamu pulang sama siapa sayang?" tanya Mama tiba-tiba karena dia baru ingat kalau melihat Rina tadi turun dari sebuah mobil.
"Samaaaa...." Rina ragu apakah iya harus jujur atau menyembunyikan dulu statusnya bersama Rio.
"Sama siapa?" tanya Mama lagi. Bahkan kini Papa juga ikut menatapnya dengan intens.
Kalau jujur siap nggak ya mas Rio kenal sama Mama Papa? Kalau nggak jujur, gimana jadinya kalau Mama sama Papa nggak lagi percaya sama aku? Batin Rina.
"Sayang, kok diam sih?" tanya Mama lagi.
"Papa sama Mama kan udah janji sama Rina kalau nggak akan terlalu banyak ikut campur urusan Rina, nggak akan ngelarang larang Rina selama itu masih dalam batas wajar, dan yang terpenting Rina jujur sama Mama Papa," kata papa kemudian.
Rina nampak menghela nafas sebelum akhirnya dia berkata," yang nganter Rina tadi pacar Rina Ma, Pa," ucap Rina sambil menunduk.
"Apa?!" pekik Mama dan Papa sambil saling melempar pandangan.
"Emang kamu putus ya kapan sih Nak, terus jadian nya kapan?" tanya Mama lagi yang tak mampu menyembunyikan keterkejutannya.
"Putusnya tadi pagi Ma," lirih Rina.
"Terus-terus?" tanya Mama penasaran.
"Terus apanya Ma," jawab Rina frustasi.
"Ya kamu jadian nya kapan, ya ampun," gerutu Mama mulai tak sabar sambil menepuk-nepuk jidatnya.
Rina tak langsung menjawab, dia hanya memandang Papa dan Mamanya bergantian.
"Rina jadiannya..." Lagi-lagi Rina tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
"Kapan Rina? Jangan bilang kalau..."
"Kemarin Ma."
Mata Mama dan Papa membulat sempurna.
TBC.
Alhamdulillah, selesai juga part ini dear.
Makasih ya yang udah bersedia mampir.
Semoga suka sama ceritanya.
Jangan lupa dukung author dengan meninggalkan jejak pada setiap kunjungan kalian.
Happy reading, love you all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 500 Episodes
Comments
atmaranii
sprtinya Rio yg GK beress...
2021-06-03
1
R_armylove ❤❤❤❤
hay.... aku balik lagi
2021-04-07
1
Nia Kurniawati
kecewa ma Rina kenapa harus selingkuh gitu.padahal kedewasaan gak di patok di umur ada kala nya orang yg udah berumur tpi gak dewasa dwasa
2021-02-26
2