...*HAPPY READING* ...
Sebuah motor memelankan laju sebelum memasuki sebuah gerbang sekolah yang terbuka itu.
"Pak..." sapa Dika pada satpam yang berjaga di gerbang sekolahnya.
"Dik, ada jaket nggak?" tanya Rina pada Dika.
"Ya ampun, manggilnya jangan gitu bisa nggak sih," protes Dika yang tak suka dipanggil seperti itu oleh pacarnya.
"Kenapa emang?"
Dika tak langsung menjawab, dia masih fokus memarkirkan motornya. Sesaat setelah turun dari motor, Rina segera melepaskan helm dan menyerahkan pada kekasih berondongnya.
"Kalau kamu manggil nama aku kayak gitu, kesannya kayak manggil adik sayang," terang Dika sambil mencubit hidung Rina.
"Emang adik, adik kelas," ucap Rina sambil memanyunkan bibirnya.
Cup!
Benda kenyal tiba-tiba menyambar bibir Rina. Ia melotot mendapatkan serangan kilat dari Dika.
"Apa sih kamu!" protes Rina.
Dika tak lantas menjawab, dia malah membungkuk untuk mensejajarkan tinggi badannya dengan Rina, kemudian berhenti di depan telinga.
"Itu hadiah buat kamu..." bisik Dika setelahnya.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, Rina berusaha menjauh. Namun belum juga ia mundur, Dika sudah lebih dulu menahan bahunya.
"Biar kamu enggak ngomong sembarangan," lanjut Dika sebelum akhirnya menegakkan kembali tubuhnya.
Rina hanya bisa menahan geram, namun tak dapat dipungkiri kalau ada sesuatu yang hangat di dadanya. Dika kemudian meraih dan menggenggam tangan Rina membawanya berjalan menyusuri lorong sekolah yang mulai sepi.
"Kamu tadi nanyain jaket?"
Rina hanya mengangguk dengan terus mengikuti langkah Dika.
"Buat apa?"
"Kalau aku bilang dingin nggak mungkin ya?"
Dika tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Mau ngomong apa sih?" tanya Dika pada Rina.
Rina celingak-celinguk memperhatikan situasi di sekitar mereka. Memang sepi sih, tapi setiap ada siswa yang tak sengaja ditemuinya, mereka selalu menatap aneh ke arahnya.
"Aku ngerasa jadi tontonan dengan seragam yang berbeda kayak gini," tutur Rina sambil memperlihatkan seragamnya.
Memang hari ini hari rabu, dimana setiap sekolah mewajibkan para siswa mengenakan seragam identitas sekolahnya masing-masing. Dika dengan celana hitam dan batik krem, sedangkan Rina mengenakan bawahan rok span burgundy dengan atasan batik dengan warna dasar putih tulang.
Dika tersenyum kemudian mengacak rambut Rina.
"Iiihhhhh, apaan sih kamu," protes Rina.
"Ke kelas bentar ya kalau gitu, tadi jaketku masih di sana."
Rina hanya mengangguk dan mengikuti langkah Dika.
"Eh, tunggu bentar," Dika tiba-tiba berhenti di depan pintu sebuah kelas yang Rina perkirakan itu adalah kelasnya.
"Ini kelas kamu bukan?" tanya Rina.
"Ssttttt...., kamu dengar sesuatu nggak?" bisik Dika.
Rina pun turut menajamkan pendengarannya.
"Engh......"
Ya ampun, itu suara hantu bukan ya? Batin Rina.
Brak Brak Brak!
"Woi ini sekolah woi!" teriak Dika di depan pintu kelasnya.
Ya ampun, nih bocah apaan lagi. Masa iya hantu diancam? Rutuk Rina dalam hati.
Tanpa sadar Rina tiba-tiba mengapit kuat sebelah tangan Dika dengan mata terpejam.
"Kamu kenapa?" tanya Dika heran.
"Aku takut, balik aja yuk," lirih Rina dengan suara bergetar.
Dika sedikit mendorong tubuh Rina, agar tangannya lepas dan bisa segera membuka pintu. Namun bukannya lepas, kini Rina malah memeluk pinggang Dika dengan erat. Kaget dengan perlakuan tiba-tiba Rina, membuat Dika sedikit hilang keseimbangan dan menubruk pintu.
Cklek!
Brugh!
"Wah wah wah, si bongsor ternyata."
Dika POV
Jatuh telentang di lantai dengan posisi tubuh Rina menimpaku.
"Wah wah wah, si bongsor ternyata."
Seseorang yang tiba-tiba membuka pintu dan membuatku berada di posisi ini pun tertawa. Rina segera bangkit saat menyadari betapa akward posisi kami saat ini.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyaku pada Rina yang kini tengah merapikan seragamnya. Dia nampak canggung dan hanya mengangguk.
"Jadi mau gantian tempat nih ceritanya?" ledek Uka.
Aku pun segera berdiri.
"Sialan lu," decih ku dengan mendaratkan bogeman di perutnya.
Bukannya membalas dia malah terkekeh. Rina masih saja menunduk malu, berbeda dengan satu lagi wanita yang tadi membuat polusi suara bersama Uka. Dia dengan santai dan percaya diri merapikan seragamnya yang berantakan dengan kancing yang terbuka di bagian atas. Dia masih saja tak tahu malu seperti dulu.
"Nggak modal banget sih, mojok di kelas."
"Ellah, jangan sok lu. Bukannya lu juga mau?" cibir Uka sambil meraih pinggang Lusi kekasihnya.
"Nggak lah, gila aja," sanggahku.
"Terus ini apa?" ucap Uka sambil menaik turunkan alisnya. Dia kemudian memperhatikan Rina sejenak.
"Dia bukan murid sekolah ini kan?" pekik Uka kala melihat perbedaan yang mencolok pada seragam Rina.
"Yap, dan kita ke sini bukan mau mesum tapi mau ngambil jaket!"
Aku melewati tubuh Ukka yang berdiri di pintu begitu saja. Aku terus melangkah menuju tempat dudukku dan segera mengambil hoodie hitam untuk Rina kenakan.
"Makasih," ucap Rina.
"Ayo", aku ajak Rina untuk segera pergi dari tempat ini.
"Woy, buru-buru amat? Mau kemana!?" Teriak Uka yang berdiri tak jauh dari pintu.
Rupanya Uka tak membiarkan kami pergi begitu saja.
"Bener-bener ya itu anak." Aku berdecih sambil terus membawa Rina menjauh.
"Itu temen kamu?" tanya Rina yang kini mengamit erat lenganku.
"Teman sekelas," jawabku.
"Yang cewek tadi pacarnya?" tanya Rina.
"Emm, iya."
"Aku tadi ngerasa aneh ya sama itu cewek," gumam Rina.
Aku menghentikan langkah dan berbalik menatap wajahnya lekat.
"Iya kan? Kamu juga ngerasa kan?" lanjutnya.
"Emang kamu ngerasa apa?" tanyaku sambil mengangkat dagunya.
"Pandangannya..." ucapan Rina menggantungkan.
"Emmm, susah ngejelasinnya," lanjutnya setelah sempat berfikir sejenak.
"Udah, jangan dipikirin," pungkasku. Aku memeluknya singkat sebelum kembali berjalan.
"Jangan dipikirin juga apa yang mereka lakuin di kelas tadi," bisikku di sela langkah kami.
Langkah Rina terasa memelan. Ia sedikit tertinggal di belakang meski tangannya tengah ke genggam. Tak mau lebih banyak menduga, kuputuskan untuk berhenti saja. Ternyata kudapati Rina menunduk dengan wajah bersemu merah.
"Kok bisa merah gini sih?" tanyaku menggodanya.
Rina tampak cemberut dengan bibir mengerucut.
"Katanya mau meeting, mau sampai kapan berdiri di sini," ucap Rina sambil berusaha menyembunyikan wajahnya.
"Ya udah, yuk."
Aku segera mengajak Rina menuju lab di mana team ku tengah berkumpul. Namun tepat di ambang pintu Rina mendadak menghentikan langkahnya.
"Ka," panggil Rina dengan menahan tanganku.
"Ayo, kok malah berhenti?" heranku.
"Aku tunggu di luar aja ya, enggak enak di dalam cowok semua," kata Rina.
Aku memperhatikan keadaan sekitar. Sekolahku sudah lumayan sepi.
"Udah di dalam aja, ada tempat duduk kok."
Rina kemudian melepas genggaman tanganku dan segera berlari menuju sebuah kursi panjang di bawah pohon tak jauh dari laboratorium ini.
"Aku tunggu sini aja ya, kayaknya adem di sini," ucapnya setelah duduk di sana.
"Tapi kamu ntar sendiri loh."
"Nggak masalah," jawab Rina dengan gerakan tangan seolah tengah menyuruhku masuk segera.
Aku tak segera masuk dan justru menghampirinya.
"Oke. Kamu tinggal masuk kalau udah bosan di luar," ucapku sambil mengusap puncak kepalanya.
Rina hanya mengangguk sambil memperlihatkan senyum manisnya.
Dika POV End
Rina duduk seorang diri di sebuah kursi panjang di bawah pohon. Sesekali dia mendongak menatap langit yang tampak luas tak bertepi.
"Hai," sapa seorang gadis yang kini menghampiri Rina.
Rina yang kini duduk harus mendongak untuk dapat menatap wajah gadis yang tengah berdiri di dekatnya ini.
"Hai juga." Eh, ini cewek yang tadi bukan ya? Lanjut Rina dalam hati.
"Kamu ceweknya Dika?" tanya gadis itu lagi. Tanpa permisi ia tiba-tiba duduk begitu saja di samping Rina.
"Iya," jawab Rina dengan senyum di wajahnya.
"Kenalan boleh dong, kita juga sempat bertemu bentar tadi," ucap gadis itu dengan senyum manis namun tak terlihat tulus.
Rina sejenak menatap gadis itu dan sebelum perlahan mengulurkan tangannya.
"Rina."
"Lusi."
Setelah menyebutkan namanya, Lusi menatap Rina seolah sedang menilai. Perlakuannya ini membuat Rina tak nyaman.
"Sejauh mana hubungan kamu sama Dika?" tanya Lusi setelahnya.
"Maksudnya?" tanya Rina tak paham.
Gadis itu hanya menanggapi dengan senyum misteriusnya.
Senyum macam apa ini. Kenapa aku ngerasa ada yang nggak beres. Batin Rina.
"Ya udahlah, kayaknya nggak ada yang perlu aku khawatirkan dari kamu," ucapnya sambil bangkit.
"Aku duluan ya, bye."
Gadis itu sempat melambaikan tangan sebelum terus berjalan lurus ke depan.
"Rin!"
Rina menoleh saat merasa ada yang memanggilnya. Ternyata ada Dika yang kini tengah berdiri di ambang pintu. Buru-buru Dika menghampirinya saat sadar Lusi baru saja dari sana.
"Lusi tadi ngapain?"
Rina menggeleng.
"Ikut aku ke dalem ya, jangan disini sendiri."
Dika pun segera membawa Rina bersamanya.
TBC
Alhamdulillah, part ini done dear.
Makasih banget ya yang udah mampir.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 500 Episodes
Comments
atmaranii
apa Lusi suka ma Dika...atau Lusi mntannya Dika LBH parahny klo mrka mntan n dh jauh hubgannya...ckck
2021-06-03
2
Dhina ♑
apa??? Ada hantu
2021-05-31
1
coni
like kak
2021-03-29
1