^^^Author mendadak hilang inspirasi.^^^
^^^Mohon dukungannya ya.^^^
^^^Kritik aja kalau yang keluar kritikan, biar author makin banyak belajar.^^^
^^^Selamat membaca.^^^
Menanggalkan rok dan kemeja berganti dengan celana training dan kaos lengan panjang, meninggalkan kelas dan berpanas-panasan di lapangan, inilah aktivitas kelas XII IPA 1 Karya Bangsa.
Seorang pria dengan setelan training biru dongker dan kaos abu-abu datang di tengah sekelompok siswa yang bersiap untuk berolahraga. "Selamat pagi Adik-adik!"
"Pagi Kak...!"
Pria yang semula menghadap depan itu segera menoleh ke samping, menghadap Pak Bagus, guru olahraga di SMA Karya Bangsa. "Boleh kan Pak kalau mereka panggil saya Kakak bukan Bapak?"
"Sebenarnya nggak boleh, tapi karena saya nggak tega anak muda kayak kamu dipanggil Bapak jadinya bolehlah." Pak Bagus mengalihkan pandangannya dari pemuda di sampingnya menghadap jajaran siswa di hadapannya. "Anak-anak, perkenalkan ini Rio Rahardja, mahasiswa jurusan Penjaskes yang akan membantu Bapak untuk mengajar di kelas kalian. Ada yang ingin ditanyakan?"
"Pak, eh Kak Rio udah punya pacar belum!" tanya Tyas.
Rina yang merasa menjadi pacar Rio mengulum senyum bahagia dan menunduk, berjaga-jaga kalau Rio akan segera menyebutkan namanya.
Rio tersenyum dengan menatap wajah-wajah muda di hadapannya. "Pengennya denger jawaban iya apa tidak?"
Histeris. Hampir semua berteriak histeris. "Kita pengen denger jawaban tidak. Ya kan guys?!" teriak Tyas.
"That's right!" kompak antek-antek Tyas lengkap dengan gaya centilnya.
Rio membalas dengan senyum simpul. Sementara Rina menatap malas. Mampus kalian kalau tahu Rio pacar gua.
"Baiklah, karena saya sedang baik, jawabannya adalah tidak."
Jedher!!
Rina membulatkan matanya tak percaya. Rio apa-apaan sih! Ya kalaupun dia ngerasa tidak etis menyebut aku sebagai pacar, bukan berarti dia bisa seenaknya aja bilang nggak punya pacar dong. Sama aja tuh dia mau ngasih harapan sama cewek-cewek ganjen itu. Coba kalau itu Dika, dia pasti dengan lantang mengakui aku sebagai pacarnya.
Nita yang berdiri di samping Rina sontak menoleh ke arah sahabatnya. "Kamu udah putus?"
"Tau!" Mood Rina benar-benar hancur. Dia nyelonong begitu saja keluar dari barisan.
"Dik, mau kemana!"
Baru beberapa langkah Rina meninggalkan barisan, Rio sudah memanggilnya. "Mau ke toilet Kak!" Kata itu keluar begitu saja dari mulut Rina. Rina kembali berjalan tanpa menunggu izin dari Rio.
"Kak, saya juga!" ucap Nita tiba-tiba.
"Silahkan, tapi segera kembali. Pelajaran akan segera dimulai." Ucap Rio dingin.
Begitu Rio mengizinkannya, Nita segera berlari mengikuti Rina yang berjalan terlebih dahulu.
Ih, nyebelin! Rina menghentak-hentakkan kakinya.
Begitu tiba di toilet, Rina segera menyalakan kran dan membasuh mukanya segera. Dia menatap wajahnya yang basah terkena air dari balik pantulan cermin sambil memegang pinggiran wastafel.
"Dikelilingi cowok ganteng bukannya bahagia kok malah kayaknya kamu menderita."
Rina menatap Nita sejenak kemudian menunduk dengan mata terpejam. "Aku pengen putus sama Rio."
"What?!"
Rina mengacuhkan begitu saja keterkejutan Nita.
Nita berjalan mendekati Rina dan menyandarkan tubuhnya pada tembok di samping di samping wastafel. "Kamu maunya apa sih?"
Rina masih setia dengan posisi sebelumnya.
"Kemaren pacaran sama Dika ngebet banget pengen putus gara-gara usia. Sekarang sama Rio yang usianya dewasa sesuai keinginan kamu, tapi masih pengen putus juga. Terus nanti kalau udah putus bukannya seneng jangan-jangan malah makin galau."
Rina membuka matanya dan mendongak menatap sahabatnya. "Kalau enggak ngerti mending diam deh." Aku belum siap nyeritain kelakuan Rio sama kamu.
Nita menegakkan tubuhnya. "Aku kayaknya emang udah ngerti kamu deh. Jadi kalau kamu udah nggak nyaman sama aku, oke fine, aku enggak bakal ganggu kamu." Nita melangkah pergi meninggalkan Rina.
"Nit."
Nita menghentikan langkahnya saat terdengar Rina memanggil namanya.
"Aku, aku bener-bener nggak nyaman sama Rio. Oke, aku mungkin gegabah mutusin Dika dan tiba-tiba jadian sama Rio. Tapi percaya sama aku, aku punya alasan untuk itu."
"Ck, terserah kamu." Nita melanjutkan langkahnya dan segera memutar kenop pintu. Saat pintu terbuka dilihatnya Rio berjalan mendekat. Rio. Pasti dia mau nyari Rina. Biarin deh, biar Rina selesaikan sendiri masalah yang dibuatnya.
Nita kemudian berjalan dengan arah yang berlawanan dari Rio. Tujuannya adalah kembali ke lapangan namun dia melalui jalan yang berbeda karena tak ingin berpapasan dengan Rio.
Brak
Nita sontak berhenti mendengar suara itu. Apa itu? Jangan-jangan? Nita segera memutar haluan dan kembali ke tempat dimana ia meninggal Rina.
Nita POV
"Kenapa, mau menghindari aku, ha?!"
Aku mempercepat langkahku ketika mendengar bentakan itu.
"Rina ya ampun." Ku tutup mulutku kemudian.
Aku melihat Rina yang ketakutan ketika Rio mendongakkannya dengan paksa hingga menekan wajah bagian bawahnya.
"Mas nggak mau ngakuin aku, apa aku nggak boleh marah?" tanya Rina dengan suara bergetar.
Rio melepas cengkeramannya, memojokkan Rina ke tembok, dan mengurungnya di sana. Kenapa di saat seperti ini nggak ada orang lewat satupun.
Ingin sekali aku menghampiri mereka dan pergi membawa Rina. Namun baru selangkah aku berjalan, niatku segera kuurungkan. Mungkin lebih baik aku melihat dulu apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku sebagai mahasiswa praktik nggak mungkin mengungkap status kita di depan teman-teman kamu! Apa kamu siap dibilang punya skandal sama aku?!"
"Aku kira nggak masalah Mas, selama kita nggak kelewat batas."
"Ya jelas masalah. Itu ngaruh banget sama reputasi aku." Rio menatap tajam Rina, sejurus kemudian ia melayangkan tatapan remeh. "Oh iya, aku nyaris lupa kalau sedang berhubungan dengan ABG labil. Jadi sayang, kamu tenang-tenang ya. Aku nggak suka main cewek kok."
Rio mengulurkan sebelah tangan yang semula digunakan nya untuk mengurung Rina. Diraih wajah sahabatku itu, dan di dekatinya. Wah, gila aja mereka mau ciuman di sini. Aku bersiap menutup mataku. Sayang aja kalau kesucian mataku harus ternoda.
Plak
Dasar nyamuk nggak ada akhlak. Kenapa dia harus mampir di pipi mulusku. Terpaksa deh aku harus menampar diriku sendiri untuk membela diri.
"Siapa di sana!?
Nah kan jadi katahuan. Nggak mungkin deh aku lari di saat derap langkah Rio makin mendekat. "Hai Mas, aku tadi ngerasa ada yang ketinggalan di toilet, makanya aku balik."
Rio memicingkan mata seolah tengah menyelidiki ku.
Aku harus menuntaskan actingku. "Eum, aku tadi langsung nutup mata kok pas..." aku sengaja menggantung ucapanku dengan melayangkan tatapan menggoda kepada mereka.
Nah kan berhasil kan, otot-otot Rio yang tadi mengencang sepertinya mulai mengendur.
"Kamu udah lama di situ?" Rio bertanya dengan nada yang jauh lebih ramah.
"Tenang kok, aku nggak bakal buka mulut soal kemesraan kalian." Dan jangan lupa aku mengerling di akhir kalimat. Melihat kondisi wajah Rio, sepertinya dia tak curiga kalau aku tahu semua kejadian dari awal.
"Oke, kalian segera kembali ke lapangan." Rio mengecup puncak kepala Rina sesaat sebelum pergi.
Rina menghambur ke pelukanku. "Aku tahu semua, dan kamu hutang cerita sama aku."
Dia mengangguk.
"Oke, ayo balik."
TBC.
Alhamdulillah, selesai juga part ini dear.
Makasih ya yang udah bersedia mampir.
Semoga suka sama ceritanya.
Jangan lupa dukung author dengan meninggalkan jejak pada setiap kunjungan kalian.
Happy reading, love you all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 500 Episodes
Comments
sisi
cewenya aja yg gegabah murahan lagi mau dicium sana sini kasian Dika nya wkwk
2021-06-16
1
R_armylove ❤❤❤❤
balik lagi donk...
2021-04-25
1
keluargadwitra 1
tempramental bnget si rio.
2021-03-21
1