Karena tragedi yang baru saja Nita alami, akhirnya Dian dan Rina memutuskan untuk segera meninggalkan kolam renang. Dan disinilah mereka berempat sekarang, duduk selonjoran di atas rumput di taman kota. Jika ada yang penasaran dengan siapa yang menjadi orang ke-4, dia adalah Rio. Setelah menolong Nita, Rio segera menuju ruang ganti. Nita sengaja menunggu Rio tak jauh dari ruang ganti pria untuk sekedar mengucapkan terima kasih. Namun karena Rio merupakan sosok yang gampang akrab, akhirnya mereka sepakat untuk jalan-jalan bersama.
"Rina suka pedes?" tanya Rio pada Rina yang asyik melahap cilok dengan saus pedas miliknya.
Selain karena mulutnya sibuk mengunyah, kini Rina juga tengah kepedesan. Jadi dia hanya mampu tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Nih," kata Rio sambil menyodorkan jus mangga kepada Rina.
"Makasih Mas, sss hah sss hah," kata Rina sambil terengah-engah kepedesan.
Rio kemudian mengambil selembar tisu, dan menyodorkannya pada Rina. Rina diam saja karena tak paham dengan maksud Rio. Melihat Rina yang tak bereaksi, akhirnya Rio mengelap lelehan saus di sudut bibir Rina. "Belepotan, tapi kok imut," kata Rio sambil terkekeh mengusap lelehan saus dibibir Rina itu.
"Iya ih, kita juga kadang malu sama sikap kekanak-kanakan dia," seloroh Dian. "Dia yang kelakuannya kayak bocah tapi suka ngatain orang lain kayak bocah," cibir Dian kemudian.
Nita tak sanggup menahan geli, dia terkekeh dengan mulut mengunyah cilok. Rina yang merasa tersindir pun menatap tajam kedua sahabatnya, kemudian kembali menatap Rio sambil tersenyum.
"Mas Rio aslinya mana sih?" tanya Rina mengalihkan topik pembicaraan.
"Aslinya sini juga, cuma sejak SMP tinggal di Jogja sampai sekarang," terang Rio.
"Terus ke sini dalam rangka apa?" tanya Rina.
"Kepo lu kek Dora," cibir Dian.
"Biarin, kalian sebenernya juga penasaran kan? Hayooo, ngaku?"
"Kali ini aku setuju sama Rina," sahut Nita sambil memamerkan deretan giginya yang rapi.
"Owh oke," pasrah Dian.
"Urusan kuliah," jawab Rio tiba-tiba.
"Oohhh." Ketiganya hanya mengangguk mengerti.
"Abis ini mau pada balik apa mau ke mana gitu?" tanya Rio pada ketiga gadis di dekatnya.
"Mau balik, udah sore juga, ya kan girls?" Nita hanya mengangguk, sementara Rina hanya diam. Pandangannya fokus pada satu arah, namun tak ada yang tahu apa yang kini tengah diperhatikannya.
"Rina," panggil Dian.
Bukannya menjawab, Rina malah buru-buru berdiri dan menyambar tasnya begitu saja. "Aku duluan, ada perlu," ucapnya sambil berlari begitu saja meninggalkan tiga orang lainnya tanpa penjelasan.
"Eh, kamu mau ke mana?!" teriak Nita.
"Rin!" sambung Dian.
Namun Rina tak berpaling sedikitpun bahkan segera menghilang di tengah keramaian.
"Teman kamu kenapa?" tanya Rio.
"Nggak tahu deh Mas," jawab Nita.
"Kita ikutin yuk," ajak Dian. Nita mengangguk sebagai tanda setuju.
Saat tengah berkemas, ponsel Dian berdering.
"Halo Ma, assalamualaikum."
...
"Lagi di taman kota Ma, sama Nita dan temen Dian."
...
"Bentar lagi kayaknya."
...
"Bentar lagi ya Ma."
...
"Yah Ma, bentar aja."
...
"Oke deh Ma, Dian balik sekarang," kata Dian dengan lesu.
...
"Iya, iya, langsung Ma abis ini."
...
"Iya Mama, Wa'alaikum salam."
Saat baru saja mengantongi ponselnya, Dian baru sadar kalau Nita dan Rio sejak tadi tengah memperhatikannya.
"Tante nyuruh kamu pulang?" tanya Nita.
"Iya. Sorry ya, kita kudu pulang sekarang," kata Dian.
"Oke lah. Mas, kita duluan ya."
"See you," kata Rio sambil melambaikan tangan. Rio masih duduk di tempat semula, sedangkan Dian dan Nita sudah beranjak untuk pulang.
"Rina," gumam Rio sebelum akhirnya dia beranjak dan berjalan ke arah mana Rina pergi. Berharap dia akan menemukan gadis mungil itu di sana.
Rio POV
Rina, entah mengapa apa aku ingin tahu lebih banyak tentang kamu. Kepergianmu yang buru-buru membuatku begitu penasaran yang akhirnya kini aku coba mengikutimu. Aku berjalan tak tentu arah, karena aku juga tak tahu tepatnya mana arah yang kamu tuju. Jika aku bilang jatuh cinta pada pandangan pertama, aku sendiri tak yakin. Tapi kalau dibilang aku terpikat pada pandangan pertama, sepertinya kalimat ini boleh juga. Dan sepertinya keberuntungan sedang berpihak kepadaku kala aku menemukan sosok yang tengah aku cari tengah duduk seorang diri di tepi trotoar.
"Ehm," aku berdehem berharap dia segera menoleh padaku.
Namun tidak, nampaknya kini dia tengah melamun. Aku segera duduk di sampingnya dan menolehkan wajahnya untuk melihat ke arahku.
"Mas Rio," gumamnya saat berhadapan denganku.
"Jadi kamu kabur kayak tadi cuma mau melamun di sini?" tanyaku sambil mencubit gemas hidungnya.
Dia tak menjawab, wajahnya murung dan dia segera memalingkan wajahnya itu.
"Ada apa sih? Kamu bisa kok cerita sama aku."
Rina tak menjawab. Dia menengadahkan kepalanya dan memandang langit dengan semburat jingga saat ini. "Senja kok bisa cantik kayak gini ya Mas," gumamnya sambil menatap langit.
"Masa iya?"
Rina hanya mengangguk.
"Tapi di sini ada lo yang lebih cantik daripada senja."
"Apa emang?" tanya Rina masih sambil menatap langit.
"Cewek mungil yang duduk di trotoar di samping aku yang lagi ngeliat senja. Katanya senja itu cantik padahal dia lebih cantik," ucapku sambil memandang wajahnya.
Rina tampak tersenyum malu, namun senyum itu tak bertahan lama karena nampaknya ada mendung yang kini tengah menyelimuti wajahnya.
"Langitnya pakai liptint apa blush on ya, kok bisa merona kayak gini," ucap Rina kemudian dengan senyum yang mulai terbit lagi di bibirnya.
Entah mengapa tanganku terulur begitu saja untuk meraih dagunya. Kutatap wajahnya dalam, hanya satu kesan yang kudapat. Dia cantik. Mataku terus menyusuri wajahnya, hingga akhirnya aku berhenti di matanya. Mata coklat itu ternyata tengah menatap dalam mataku. Dua mata yang bertemu, seolah menarikku untuk mengikis jarak. Bulu mata yang lentik itu sesekali mengerjap. Hingga akhirnya hidungku mampu menyentuh hidungnya. Saat ini juga aku baru sadar di mana kami berada. Aku segera menarik mundur wajahku, namun tanganku masih berada di tempat yang sama. Masih belum bisa melepaskan pandanganku dari wajah cantik ini. Ibu jariku mencoba merasakan lembutnya kulit wajah ini. Tempat di mana semburat yang ada di langit kini turut mewarnainya.
"Kalau ini tiba-tiba merona gara-gara blush on atau apa ya?" tanyaku aku sambil mengusap lembut pipinya yang merona.
Rina segera menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangan berjari yang lentik itu.
Tanganku tergerak untuk melepaskan kedua tangan yang menutupi wajah cantiknya itu. "Jangan ditutupin, sayang kalau wajah cantik kayak gini cuma diumpetin," kataku saat itu juga.
Tanpa komando, dan tanpa tahu siapa yang memulai, kami pun kembali mendekat dan mengikis jarak. Hingga kurasakan hembusan nafasku seolah menerjang sesuatu. Rina mendongakkan wajahnya, dan perlahan menutup kedua matanya. Seakan mendapat lampu hijau, aku segera melanjutkan sesuatu yang sebelumnya nya nya sempat tertunda.
Dengan senja sebagai saksi, akhirnya kami saling mengikat hati. Entah apa yang terjadi nanti, entah bagaimana latar belakang kami, entah bagaimana karakter masing-masing, yang jelas kami saat ini sepakat untuk saling mengisi hati.
TBC.
Alhamdulillah untuk part ini dear.
Makasih ya yang udah bersedia mampir.
Semoga suka sama ceritanya.
Jangan lupa dukung author dengan meninggalkan jejak kalian.
Happy reading, love you all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 500 Episodes
Comments
Nur Annisa
iiidddiiih Rina Dan Rio kaya apa saja yaa baru kenal langsung ngeh gitu
2022-03-24
0
Violet
kesan y ko si rina kaya cewek obralan yah, baru kenal lngsung mau di sosor
2021-04-28
1
coni
aku mampir lagi kak🥰
mampir juga ya ke CSku 🥰
2021-03-31
1