Zona Berondong
Namaku Rina. Aku adalah seorang murid kelas 3 SMA. Saat ini aku baru saja memasuki semester pertama. Kehidupan sekolah ku biasa saja, berada di kelas IPA dengan kecerdasan rata-rata. Aku bukan siswa yang aktif berorganisasi tapi bukan berarti aku siswa cupu atau kutu buku.
Pacaran?
Iya, aku punya pacar. Aku dan pacarku beda sekolah. Dan mirisnya dia adalah adik kelasku. Kenapa aku bilang miris? Karena jujur, aku penasaran berhubungan dengan pria dewasa. Tapi selama ini, belum ada satupun pria dewasa yang mencoba untuk mendekatiku. Apa aku begitu tak menarik untuk pria dewasa?
Entahlah.
Setiap ada yang mendekatiku, pasti dia berusia di bawahku. Seringkali aku memandangi diriku di balik pantulan cermin. Wajahku tak buruk lah, rambut sebahu tanpa poni, karena menurutku poni terlalu imut dan membuatku tampak seperti gadis kecil. Body? Lumayanlah. Atau mungil ya? Tinggi 157, berat 48. Saat melihat d**a, cup-nya C loh, cukup s**i kan?
Ah sudahlah?
Hp-ku berbunyi nyaring, menunjukkan incoming call dari Dika pacarku.
"Sayang, aku udah di luar," kata Dika di seberang sana.
"Iya, aku udah siap tunggu bentar." Aku pun segera memutus sambungan telepon dan beranjak keluar. Sebelumnya aku sudah pamitan kepada kedua orang tuaku.
Apakah orang tuaku mengenal Dika?
Ya benar.
Larangan terbesar untukku adalah merahasiakan segala sesuatu dari orang tuaku termasuk pacar, teman, apapun itu.
Orang tuaku beralasan, jika aku bisa jujur maka mereka akan percaya padaku apapun yang aku lakukan selama itu masih dalam batas wajar.
Setelah menutup gerbang rumah, aku segera menghampiri Dika yang gagah dan tampan itu. Ya walaupun dia masih muda, beda setahun tepatnya, dia punya postur tubuh yang lebih tinggi dariku. Bahkan tinggi ku hanya sampai telinganya. Dia tampan, tapi sering kekanakan. Itulah yang yang kurang aku suka dari dia. Bukan hanya dari dia tapi pacar-pacar brondong ku sebelumnya.
"Sini aku pasangin," kata Dika sambil mengaitkan kancing helm di kepalaku.
"Kok pakai motor ini sih, nggak nyaman tahu nungging," gerutu ku sesaat sebelum menaiki motor sport Dika.
"Pakai Nmax ngangkang, pakai ninja nungging, terus kamu sukanya pakai apa sayang?" tanya Dika sambil mulai melajukan motornya.
Berangkat sendiri bareng ayah kalau nggak gitu naik ojek aja. Batinku.
"Rina sayang kok diam sih."
Aku hanya tersenyum. Dia pun meraih tanganku untuk berpegangan di perutnya.
Kalau ada yang tanya bagaimana caranya dia tahu kalau aku senyum, kan dia nyetir di depan sedangkan aku di belakang. Jawabannya so simple, tinggal lihat spion lah.
"Maunya duduk di pelaminan," jawab ku.
"Sabar dong sayang, tunggu beberapa tahun lagi. Nggak seru ah kalau mau kawin pakai
sidang-sidang apa itu," terangnya.
"Anak kecil mah gitu, ngeles melulu kalau diajak ngomong," cibirku.
Ckittt!
Dika mendadak berhenti.
"Apa sih, nggak safety banget!" protesku.
"Emang kamu beneran pengen nikah sekarang?"
"Iya, dan bocah kayak kamu pasti belum sampai mikir nikah. Ya kan?"
"Siapa bilang," ucapnya sambil berjalan memutar arah.
"Eh apaan sih ini!" panik ku sambil memukul-mukul bahunya.
"Nggak usah ke sekolah deh sayang, aku mau ngomong sama orang tua kamu kalau kamu ngajak nikah sekarang," terangnya sambil terus berjalan menuju rumahku.
"Enggak, enggak, enggak!" panik ku sambil mempererat pelukanku di pinggangnya.
"Aku bercanda kok, kita ke sekolah yuk, ya sayang ya," ucapku manja.
"Nanggung nih, mumpung belum jauh."
"Sayang aku bercanda, ih kamu mah."
Dia diam tak menjawab.
"Dika, aku bakal mutusin kamu kalau kamu ngeyel!"
Ckittt!
"Kamu doyan banget ngancam ya."
"Aku bercanda sayang, ya ampuuuunnn..."
"Jadi sekarang gimana nih?" tanya Dika sambil menyandarkan tubuhnya padaku yang sedang memeluknya dari belakang.
"Ke sekolah ya, keburu telat nih. Perjalanan dari sekolahku ke sekolah kamu kan juga enggak cukup lima menit."
"Tenang sayang, telat sekali nggak bikin aku dikeluarin kok. Pihak sekolah nggak mungkin dengan mudah melepaskan murid berprestasi seperti aku."
"Sombong sekali kau adik," ucapku dengan nada mengejek.
"Sekali lagi bilang adik, cus langsung ke KUA nih."
"Astaga, bercanda sayang."
"Sekarang pegangan yang kenceng, biar kita sama-sama nggak telat," ucapnya sambil mulai melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.
Hingga tak berapa lama tibalah kami di sekolahku.
"Rin, nanti aku ada ada meeting persiapan olimpiade robotik, mungkin jemput nya agak telat, kamu tunggu ya."
Murid berprestasi memang bukan hanya sekedar bualan Dika saja, dia memang berprestasi. Dia dan timnya akan mewakili sekolahnya untuk olimpiade robotik di tingkat provinsi bulan depan. Dia menjadi satu-satunya peserta dari kelas XI, sedangkan lainnya adalah dari kelas XII.
"Kalau kamu sibuk aku bisa pulang sendiri kok."
"Tapi sayang, aku nggak tega ngebiarin kamu naik ojek atau angkot."
"Lagian naik ojek sama kamu boncengin kan sama aja, sama-sama naik motor dan kepanasan."
"Ya bedalah, pertama kalau kepanasan bisa neduh dan istirahat dulu kalau sama aku, terus lagi mana ada tukang ojek yang sekeren dan sewangi aku."
Sudahlah, aku hanya mengangguk malas. Meskipun yang dikatakan benar adanya, namun tingkat kepedean ya bikin aku males juga. "Ya udah berangkat gih."
"Sayang, deketan dikit dong."
Aku hanya menaikkan alisku seolah bertanya apa?
"Udah sini deketan dikit," pintanya lagi.
"Apa sih," protes ku namun tak urung aku tetap melakukannya.
Cup
Refleks aku mundur dan menyodorkan helm yang baru aku lepas dengan kuat ke arah perutnya. "Ngawur banget sih! Ini di sekolah tahu!" geram ku dengan suara tertahan.
"Udah buruan masuk sono, nggak ada yang lihat juga. Cuma dikit aja heboh," ucapnya dengan nada menggoda.
"Apaan sih nggak jelas!" Aku terus menggerutu sambil berjalan masuk melewati gerbang sekolahku.
"Cie cie, yang pagi-pagi udah dicium brondong."
Aku tersentak dan menoleh sejenak. "Mingkem enggak tuh mulut!"
"Galak bener Bu."
"Diem nggak! Nggak lihat ini orang lagi kesel!" omelku pada Nita.
"Lagian tuh brondong sweet banget sih, mau dong aku dikasih satu yang nggak gitu."
"Tuh ambil aja, pusing aku lama-lama sama dia."
"Emang kenapa sih?"
"Dia kekanakan banget ya ampun."
"Namanya juga berondong Rin, disabarin ajalah," ucapnya.
"Emang tipe cewek idaman para cowok-cowok dewasa itu yang kayak gimana sih? Masa iya aku sama sekali nggak masuk kriteria mereka," ucapku dengan nada memelas.
Nita mendadak menghentikan langkahnya. Dia mengamati ku dari atas hingga bawah seolah sedang menilai. "Kayaknya ada satu cara," ucapnya dengan nada serius.
"Apa, apa, apa gimana," tanyaku antusias.
"Kamu cari deh tuh cowok dewasa yang kamu maksud, kamu ajak ke mana kek ke rumahmu apa kamu ke rumahnya gimana gitu, yang penting ada ruang buat kamu sama dia. Terus tinggal tanggalin semua b*** kamu. Dijamin deh mereka langsung klepek-klepek." Dia mengucapkan barisan kata laknat itu dengan santainya.
Senyum yang semula mengembang sempurna di bibirku kini layu sudah. "Nita ggiiiilllllaaaaasaa......!!!"
Nita yang sudah yakin bahwa aku akan segera menghajarnya pun segera berlari sekuat tenaga. Akhirnya pagi ini ini harus ku awali dengan kegiatannya berkejar-kejaran bersama sahabatku ini.
TBC
Hi Dear, Senja datang lagi.
Semoga karya ini bisa diterima ya.
Bagi yang udah mampir jangan lupa tinggalkan jejak.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 500 Episodes
Comments
Devia Ratna
mampir kak 👋👋👋
2022-10-22
0
um 7098355
bgus crita,a aku suuukaaaa😘😘😘😘
2021-12-17
0
Echa zaaaa
Mulai nyimakk
2021-12-10
0