Aku menunggunya di meja makan, sedangkan dia memasak sesuatu di dapur untuk sarapan.
Akhirnya dengan menenangkan diri, aku bisa mengatasi kecanggungan ini dan beraktifitas normal seperti biasanya.
Begitu juga dengan Archie dia juga sudah terlihat baik-baik saja dan serius memasak sesuatu di dapur sampai memakai kaca mata nya.
"Je jeng selesai. Nih, yakisoba pan." Ujarnya dan menyajikan di atas meja lengkap dengan jus jeruk dan buah alpukat yang sudah di potong-potong.
Yakisoba dalam bahasa jepang artinya mie goreng, sedangkan pan artinya roti, jadi dia menyajikan roti dengan mie goreng dalam artian bahasa indonesia.
Ini makanan sederhana yang memang populer di jepang sebagai sarapan atau pun sebagai makanan siang pengganti, selain membuatnya simple dan gak pake ribet, makanan ini juga bergizi dan mengenyangkan.
Tampilannya cukup sederhana, roti hotdog yang tengahnya di belah lalu di masukan yakisoba, dan juga tak lupa di beri toping dengan berbagai sayur-sayuran dan daging.
"Pelan-pelan dong!" Ujarnya memperingatkan ku lagi seperti kemarin malam, karena aku memakan makanan yang dibuatkannya dengan lahap.
Aku tidak bisa menyangkalnya lagi tapi masakannya memang benar-benar enak.
"Enak ga?" Tanyanya yang memperhatikan ku makan sambil menopang wajahnya di atas meja dengan tangan.
Aku mengacungi dia jempol karena mulutku sudah penuh dengan makanan.
"Yokatta!" Ujarnya mengelus kepalaku. Translate* Syukurlah.
"Abis makan langsung siap-siapa buat mandi, gua siapin air hangat nya dulu." Ujarnya lalu beranjak meninggalkan ku.
Ada apa dengannya, kenapa perlakuannya mendadak baik seperti ini. Apa karena rasa bersalahnya semalam atau kejadian tadi pagi.
Muka ku langsung memerah saat mengingat kejadian tadi pagi.
"Udah gua siapin!" Ujarnya sekembali dari kamarku.
"Makasih!" Balasku sambil meminum jus jeruk, dan beranjak menuju kamarku.
Tapi aku kembali lagi karena ada sesuatu yang ingin ku katakan kepadanya.
"Oh ya, Aku boleh ijin keluar ga sore ini!?" Ucapku.
"Keluar, bareng siapa?" Tanyanya merapikan meja.
"Aku cuman pergi nonton aja bareng temanku, dia udah beliin aku tiket kemarin."
Archie berhenti beraktifitas dan menyandarkan bokongnya di atas meja.
"Nonton. Bareng Libiru lagi?"
"Enggak, bukan!!"
Dia menungguku melanjutkan perkataanku.
"Bareng Arya!!"
Sontak tatapannya langsung berubah dan memalingkan wajahnya untuk enggan melihatku.
"Berdua?" Tanyanya.
"Iya."
Dia langsung menyeringai dan menatap langit-langit.
"Oohh, gitu ya." Pekiknya sambil menopang kedua lengannya di dada.
"Kalau kamu gak ngijinin, ku gak bakalan pergi kok." Ucapku yang sudah menyadari ketidakberesan ini.
"Gua ga ngerti lagi kenapa lu mudah banget buat di dekatin sama orang lain." Ucapnya dengan senyum yang meremehkan. "Sedangkan gua sebagai suami lu, harus ngerahin tenaga buat bisa skinship sama lu."
Aku panik sampai tak bisa berfikir jernih.
"Dan kemarin, dengan entengnya lu malah dengan mudahnya skinship bareng cowok lain di depan mata gua." Ucapnya dengan lantang berbicara padaku.
"Kamu kan udah dengar sendiri dari Arya di depan anak-anak, kalau itu cuman salah paham, dia cuman ngambil bekas tisu yang ketinggalan aja di wajahku!!" Ucapku yang juga ikut berteriak mengimbanginya.
"Gua gak peduli apa pun alasan lu. Yang jelas selama ini, lu tuh gampangan dan mudah di deketin sama cowok mana pun. Yang gua gak abis pikir kenapa gua yang udah jelas statusnya sebagai suami lu malah gak bisa ngendapatin hak gua." Teriaknya lebih keras lagi.
Pertengkaran ini sudah tak terelakan lagi.
"Kamu sadar gak sih kelakuan kamu semalam udah bikin aku syok!" Teriak ku sekencang-kencangnya.
"Kalau gua gak liat kejadian kemarin, gua juga gak akan ngelakuin hal itu sama lu. Asal lu tau aja, gua udah capek-capek nyiapin segala nya di kamar utama biar semalam jadi hari pertama kita sebagai suami istri yang utuh, dan gua berharap lu nyerahin diri lu ke gua." Teriaknya lebih kencang lagi dari ku.
"Stop. Kamu bahkan gak ngerti kalau negara ini juga memberlakukan undang-undang tentang perlakuan kekerasan seksual bagi pasangan yang sudah menikah. Kamu pikir aku akan senang jika di perlakukan kasar seperti semalam." Ujarku berusaha tenang menghadapinya dengan sedikit merendahkan suara ku.
Wajahnya langsung berubah menjadi merah padam, nanar matanya yang merah mengisyaratkan kemarahan yang dalam.
Emosi yang sudah dia tahan selama pertengkaran ini akhirnya sudah menemui jalan buntu. Dengan kuat dia menampar meja, sampai membuatku terperanjat karena kaget. Lalu tanpa berfikir jernih, di menjatuhkan semua barang dan peralatan makanan di atas meja yang tadi hampir di bereskannya.
Semua makanan yang dia siapkan tak ada yang bersisa di atas meja dan berhamburan jatuh di lantai, yang menimbulkan kekacauan seperti suara bising karena pecahan beling.
Dia benar-benar sudah kehilangan akal sehat.
Lalu tanpa di duga, dia langsung mengangkat tubuhku dan membaringkan ku dengan paksa di atas meja.
Aku meronta dengan memukuli tubuhnya, tapi seperti yang sudah-sudah, kekuatanku selalu tak sebanding dengan kekuatannya. Kemudian dia mengambil serbet dan mengikat kedua tangan dan kakiku.
"Archie, kamu mau ngapain?" Ujarku panik sambil mengerahkan sedikit tenaga yang tersisa untuk melawan nya.
Dia tidak merespon ucapanku, dan berhasil melumpuhkan pergerakan ku. Lalu dia mengisi teko sampai penuh dan membawanya ke hadapanku.
Lalu tanpa di duga, dia mengguyur seluruh tubuhku dengan air dingin sampai selurug tubuhku basah kuyup.
"Archie, ini keterlaluan, apa yang kau lakukan!!" Teriakku sambil meronta kedinginan.
Dia kembali ke dapur dan mengisi teko air sampai penuh dan mengguyur tubuhku lagi.
"Lu pikir karena orang tua lu bekerja di birma hukum, gua bakalan takut dengan ancaman murahan kayak gitu." Ucapnya lantang, "Gua gak takut, dan asal lu tau aja, bokap lu sendiri yang nyerahin lu ke gua. Jadi jangan harap lu bisa lepas dari gua."
Aku sedang berada di atas meja makan dengan tubuh basah serta tangan dan kaki ku terikat. Situasi seperti ini mirip penyiksaan yang di lakukan seorang pembunuh ketimbang hukuman yang di lakukan suami terhadap istrinya.
Aku menangis sesenggukan, dia tidak mendengarkan teriakan ku yang menyuruhnya berhenti. Semakin aku berteriak dan meronta, semakin banyak air yang dia bawa dari dapur untuk mengguyur tubuhku.
"Archie tolong, maafkan aku. Tolong Archie, ku mohon." Ujarku lirih dan menangis.
Tatapannya dingin, seolah tidak ada belas kasihan yang terpampang di raut wajahnya. Dia terus mengguyur ku tanpa henti, sampai seluruh tubuhku pucat.
"Archie!!" Seru ku lirih sambil gemetar, karena kini rasanya tubuhku tak sanggup lagi menahan rasa dingin ini.
Dia memandangiku dengan lama, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain dengan tatapan kesal. Kemudian mendekat ke arahku dan mengangkat tubuhku.
Dia langsung membawaku pergi tanpa melepaskan ikatan ku, seluruh lantai menjadi basah dan licin karena air yang ada pada tubuhku. Lalu dia membawaku ke kamar mandi dan meletakan ku di bath up yang sudah terisi air hangat.
"Kalau lu udah selesai, gua tunggu di ruang tengah." Ujarnya melepaskan ikatan serbet di kaki dan tanganku.
Braaakkkk...
Dia pergi begitu saja meninggalkanku.
Aku menangis sejadi-jadinya, seluruh tubuhku bergetar hebat, aku tak bisa menjelaskan rasa takutku yang begitu hebat.
Aku tidak pernah melihat orang yang begitu tenang saat melakukan hal buruk, bahkan wajahnya itu benar-benar tanpa ekspresi.
Lalu aku teringat dengan kejadian di masa lampau. Di mana pertama kalinya aku bertemu dengannya, ekspresi dingin dan obsesi nya itu semangkin membuatku terpuruk.
Ya Allah gusti ku. Aku ini sebenarnya sedang menghadapi manusia macam apa?
Saat aku selesai menenangkan diriku sendiri, akhirnya aku menepatiku janjiku sendiri untuk keluar dan menemuinya di ruang tengah.
Ku lihat air yang sudah kering di lantai dan meja dapur yang sudah bersih. Sepertinya selama aku berada di kamar mandi, dia mengurusi kekacauan ini sendirian.
Dia sedang duduk santai di atas sofa sambil menonton TV. Saat dia melihatku keluar dari kamar, dia langsung berjalan menghampiriku.
Dia langsung meng-kabedon ku, dan bisa ku rasakan tubuhku yang bergetar menggigil karena rasa takut.
"Yuaga Anya.!!" Panggilnya sambil memainkan rambutku yang masih basah.
Aku memasang ekpresi ketakutan, dan semerta merta memalingkan wajahku ke arah lain.
"Apa sekarang lu jadi takut ama gua!!" Tanyanya sambil menciumi rambutku.
Aku tak menjawab, rasanya lututku benar-benar lemas.
"Gini ya!!" Ujarnya menegaskan. "Gua tuh orangnya ga suka berdebat dan benci ngomongin hal yang gak berguna. Gua juga gak suka di bentak, gua paling benci banget sama orang yang adu argumen tapi ga berdasar."
Aku tetap diam mematung, tak berani membalas tatapannya.
"Gua itu selalu bertindak berdasarkan naluri, tapi tadi itu harusnya lu bersyukur karena hukumannya cuman itu doang," Dia kembali memainkan lagi rambut basahku, "Gimana kalau seandainya gua jadi gelap mata dan ngelanjutin yang udah tertunda kemarin malam!!" Ujar nya sambil memegang daguku dan memalingkan wajahku agar melihat ke arahnya.
Aku benar-benar tak berani menatap matanya, semua anggota tubuhku menggigil ketakutan.
"Lu ada yang pengen di omongin gak, mumpung gua lagi berbaik hati." Tanyanya lalu mengusap lembut bekas luka yang dia buat semalam.
Aku menggelengkan kepalaku dan tetap berusaha tidak menatap matanya.
"Kalau lagi di ajak bicara tuh matanya liat kesini." Ujarnya sambil mengelus pipiku.
Aku langsung tersentak dan cepat-cepat melihat matanya.
"Anak pintar?" Pujinya lalu mengelus pipiku sampai leher.
Tanpa sadar air mata ku mengalir dengan sendirinya tanpa lagi dapat ku tahan. Saking takutnya, aku tanpa sadar menangis lagi di hadapannya. Bahkan kini air mataku jatuh membasahi tangannya yang memegangi pipiku.
Tanpa ku duga saat dia melihat ku yang menangis ketakutan. Ekspresi wajahnya membuatku bingung.
Wajahnya berubah menjadi sangat bergairah dan bersemangat. Otot-otot matanya menggambarkan kebahagiaan yang tiada tanding bahkan tangannya yang memegangi wajahku bergetar saking senangnya.
Aku kaget setengah mati melihat dia tersenyum menyaksikan ku menangis karena ketakutan. Rasa puas yang terlukis di wajahnya menggambarkan kalau dia menginginkan hal ini terjadi padaku.
tatapan menyeramkannya membuatku merinding dan telapak tanganku mulai berkeringat.
Dia menelan ludah isyarat kalau dia sangat tergoda dengan tingkah ku, dan bahkan tatapanya padaku sekarang malah terlihat lebih mengerikan di banding sebelumnya.
Aku sangat takut sampai tak bisa berbuat apa-apa padanya. Dia beralih menjelajahi sekeliling leherku dan mengendus-endus bau samphoo rambutku, lalu menautkan seluruh tangannya pada leherku seolah posisi nya ingin mencekik ku.
Tok tok tok....
Suara ketukan pintu menyelamatkan nyawaku, dan mengembalikan suasana.
Aku buru-buru menghapus air mata dari wajahku, mendorong nya menjauh dan bergegas membuka pintu.
"Selamat siang, Nyonya!" Ujar Hendri dari balik pintu.
Dia diam seribu bahasa saat melihat bekas air mata yang tersisa di pelupuk mataku dan melihat Archie yang mematung di depan tembok dengan tatapan senang yang meluap-luap.
Tiba-tiba saja Hendri berlari menghampiri Archie dan langsung menyerangnya tanpa aba-aba.
Paaakkk....
Spontan Hendri memukul keras wajah Archie.
Sontak saja kejadian itu membuatku kaget sampai tak bisa berkata-kata.
"Sadarlah!" Teriak Hendri sambil memegangi kedua lengan Archie.
Archie tidak bergeming tatapannya masih sama seperti tadi.
Paaaakk...
Dia terus memukul Archie tanpa ampun.
"Kendalikan dirimu!" Teriak Hendri dan memukul sekuat tenaga, sampai Archie terjerembab menabrak dinding.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 457 Episodes
Comments
Siti Zamarah
ihh c archie kenapa
2024-03-30
0
Hafiz Ghany
AQ kok jadi takut Anya deket2 am Archie Thor 😩😩😩
2022-05-24
1
ZaZa
kepribadian ganda🤔🤔🤔
2021-08-04
0