"Gua bantuin ya!"
Tiba-tiba Archie memelukku dari belakang dan mengagetkan ku yang sedang memasak, lalu mencium leherku yang terbalut baju turtle neck yang masih berbekas gigitan cinta dari nya.
Aku terbelak dalam rasa takut, namun sejurus kemudian rasa itu hilang setelah dia menunjukan senyumannya yang seperti tidak punya maksud jahat kepada ku.
"Kamu kalau niat gangguin mending pergi, aku lagi konsentrasi masak." Ujarku tetap tenang sambil mendorong tubuhnya.
"Gua beneran pengen bantuin masak kok!" Jawabnya sambil mengambil celemek dan memakaikan nya sendiri.
"Sekarang, gua harus bantuin apa sayang?" Ujarnya lagi sambil berdiri sangat dekat di belakang ku sembari memegangi tanganku dengan mesra.
Sayang dia memanggilku sayang, seperti yang di katakan Hendri suasana hatinya memang sedang bagus, mungkin saja dia baru saja bertemu dengan pacarnya sehingga mood nya membaik.
"Kamu cuci sayuran itu aja abis itu potong-potong. terus ambil seafood beku di dalam freezer, abis itu rendam di air keran." Perintahku karena rasanya sangat risih membiarkannya menempel terus di belakangku.
Dia menyingsing kan kedua lengan bajunya, mengambil seafood beku yang ada di dalam Freezer dan merendamnya di air keran, lalu mengambil sayuran dan mencucinya.
Seperti ada pelangi di atas kepalanya, dan kupu- kupu berterbangan mengelilinginya, pandangan ku seperti di filter kamera, bule ini mencuci sayur saja sudah seksi. Apalagi yang tersisa di dalam dirinya selain karisma yang mampu meluluhlantahkan hati wanita.
Selesai mencuci sayur dan memotongnya, dia hanya berdiri di sampingku sambil makan apel dan memperhatikan ku memasak, sesekali menggangguku dengan tatapannya yang membuat iman ku lemah.
Aku mengalihkan pandanganku saat dia juga melihat ke arahku, lalu dia tersenyum kecil yang memperlihatkan lesung pipi nya.
Si*l, aku ketahuan mencuri pandang ke arahnya, mungkin dia juga berfikir kalau kali ini aku juga tak bisa menolak pesonanya.
"Lu udah biasa, masak sendiri ya!" Tanyanya berdiri di sampingku lalu membantuku menata makanan di atas piring.
"Aku dari SMP udah bisa masak-masakan sederhana, karena ibuku juga sibuk kerja jadi gak ada waktu buat makan masakan ibu." Jawabku.
"Masakan khas indonesia gak terlalu susah sih menurut gua bikin nya, tapi semua makanan indonesia benar-benar enak."
"Kamu juga bisa masak?"
"Apa sih yang gua gak bisa. Kalau gua masak, masakan yang gua bikin, bakalan lebih enak dari yang lu masak."
"Pede banget!" Balasku sambil membawa hidangan nya keatas meja makan.
Menu makan malam hari ini adalah capcai, omelet telur, dan tempe bacem, meskipun aku jarang membuatkan nya makanan selain sarapan, tapi aku menaruh segudang harapan dengan skill memasak ku ini.
"Gimana-gimana?" Tanyaku tidak sabar tentang penilaiannya.
"Belom juga dimakan!" Keluhnya sinis.
Dia mengambil satu potongan tempe bacem dan melahapnya dalam satu gigitan, lalu diam sejenak dan menatap langit-langit.
Aku menunggu dengan sabar, saat dia mengunyah berlahan makanannya.
"Lumayan!" Ucapnya lalu mengambil tempe bacemnya lagi.
"YES!" Pekik ku senang sambil mengepalkan tanganku ke atas.
peralatan makanan yang dia gunakan berbeda dengan peralatan makan ku, dia memakai mangkok kecil dengan sumpit sedangkan aku memakai piring ceper dan makan dengan tangan kosong.
Inilah yang di namakan keragaman budaya dunia, semua orang bisa terlihat sama dan berbaur dengan dunia tapi saat di tempat makan kebiasaan yang sudah ada sejak kecil akan di bawa ke meja makan sebagai sosok sosial yang tak bisa di hilangkan.
"Lu bisa masak masakan jepang gak?" Ucap nya setelah semua makanannya habis.
"Enggak!"Jawabku tersenyum kecut.
"Belajar dong!"
"Kalau kamu yang ngajarin!" Timpal ku mengujinya.
"Yakin, mau gua yang jadi tutor masak lu, bayarannya mahal loh."
"Berapa, aku bisa bayar berapa pun!"
"Sebenarnya kalau lu sih bayarannya ga pake duit, masa iya gua ngasih lu duit, terus lu bayar gua."
"Nah terus?" Tanyaku.
Dia menatapku dengan pandangan nakal. "Badan lu!!" Ucapnya tersenyum.
Aku langsung terdiam. "Sorry, mending gua belajar di kursus." Jawabku cepat-cepat mengambil air minum, setelah mendengar dia mengatakan bayarannya.
"Ini udah hampir 3 minggu loh, kok kita gak ada kemajuan!!" Tanyanya.
"Ada kok, ketimbang dulu, sekarang kamu sering balik dan makan di rumah." Jawabku menuangkan air putih ke gelas nya.
"Ga peka banget, maksud gua bukan itu!" Jelas maksudnya memang bukan itu, tapi aku memang sengaja menghindar agar tak beralih ke percakapan itu.
"Kemajuan apa yang kamu harapkan!?"
"Beneran ga peka, apa pura-pura ga peka!!" Ucapnya menyadari tindakanku.
"Kita pelan-pelan aja." Jawabku sambil tertunduk. "Aku ga mau cuman jadi pelampiasan sesaat kamu karena status ini."
Dia memalingkan tatapanya sembari menghembuskan napas panjang yang kemudian menjatuhkan padangan kusutnya padaku.
"Pertama kali dalam hidup gua. Gua di perlakukan seperti ini oleh seorang cewek, dan itupun oleh seseorang yang jelas-jelas adalah istri gua sendiri." Jawabnya sambil mengundurkan kursinya.
Aku terdiam dan memalingkan wajahku.
"Sini deh!" Pintanya agar aku mendekat.
"Kenapa?" Tanyaku waspada.
"Sini cepetan!!" Pintanya lagi.
Aku beranjak dari tempatku dan mendekatinya.
Untuk pertama kalinya, aku merasa tubuhku lebih tinggi di banding kan dengannya, karena posisi nya yang duduk di atas kursi.
Dan saat melihatnya dengan posisi seperti ini aku pun baru menyadari kalau matanya berwarna coklat keemasan.
"Lu nyesel gak nikah sama gua." Tanyanya.
Aku memalingkan wajahku dan melihat kearah lain, mungkin dia menanyakan ini karena terlihat jelas perlakuanku yang selalu menolaknya.
Dia memegangi daguku dan mengembalikan tatapan ku.
"Nyonya Yuaga, menurut lu sekarang gua ini siapa?" Tanyanya lagi sambil memiringkan kepalanya.
Aku tidak berani menjawab pertanyaannya, seolah-oleh rahang ku sudah terkunci dengan rapat.
"Kenapa lu diam!" Bisik nya. "Bukannya tadi, lu ngomongnya lancar banget."
Aku tetap tak menjawab, ketimbang rasa takut karena berhadapan langsung dengannya, hatiku malah merasa tak karuan saat berada sedekat ini.
Lalu dengan cepat dia menarik lenganku dan posisi kami jadi sangat dekat bahkan ujung rambutku sudah menyentuh wajahnya. Dia hanya tersenyum sambil mengeluarkan suara dengusan kecil saat aku kaget, wajah kami menjadi sedekat ini.
"Asal lu tau aja, lu tuh cewek paling populer di antara para cowok yang seangkatan gua. Kadang gua jadi sebel sendiri kalau mereka tiba-tiba ngembahas lu, padahal lu itu istri gua!!" Ujarnya memainkan rambutku dengan jarinya, "Rumornya, banyak cowok-cowok yang udah deketin lu, tapi ga ada satupun yang berhasil dapetin lu, ga sangka lu bisa akting kaget gitu pas gua ajakin skinship." Ujarnya lalu mendaratkan tangannya di pipiku dan menyibak rambut yang menutupi telingaku.
Di tahap ini, aku sudah mulai merasakan ada yang aneh dalam pembicaraan ini, dan berusaha agar tak terbawa suasana.
"Lu tau ga, gua tuh paling suka tipe cewek kayak lu, yang malu-malu gini. Terus ngajakin buat jalanin hubungan pelan-pelan." Ujarnya setengah berbisik. "Gua malah jadi tambah nafsu, sumpah gua malah tambah gak sabar buat liat keahlian lu di atas ranjang."
Aku langsung mendorongnya menjauh dari tubuhku.
Tapi reaksinya malah tertawa puas karena telah berhasil mengerjaiku.
***********
Si*l aku terlambat.
Sumpah, aku BEG* banget! Kenapa di janji penting seperti ini aku harus terlambat.
Hari ini pemilik hotel G ingin bertemu dengan ku dan membicarakan design interior untuk restorannya.
Tanpa mandi dan hanya mengenakan pakaian sesederhana mungkin, aku buru-buru turun dari lantai dua dan panik mengambil kertas-kertas ku di ruang baca.
Archie memperhatikan tingkahku dari kejauhan.
Dia sedang nonton TV di sofa dengan baju kaos kutang dan celana kolor sambil menikmati kopi pagi.
"Mau kemana lu?" Ujarnya berdiri menghalangi pintu keluar, sambil menyilang kan kedua tangannya.
"Minggir, aku udah telat banget ini, calon klien ku bakalan marah." Ujarku memelas.
Archie menggaruk kepalanya dan menundukan tubuhnya sampai tatapan kami sejajar.
"Coba gua tanya, ini hari apa?" Tanya nya.
"Senin!" jawabku.
"Yakin. Coba liat di Handphone lu, Senin bukan sih!"
Aku merogoh tas ku dan melihat ponselku.
'Minggu, 12 November'.
"Nah kan dah mulai gila." Ujar Archie mengusap kepalaku dan duduk lagi di sofa.
"Haaaaahhhggg...." Teriakku lalu bersujud dengan menjambak rambutku sendiri, aku melampiaskan kekesalanku karena keliru menganggap hari Minggu menjadi hari Senin.
"Belom juga punya cucu udah pikun. Begadang semalaman buat ngelarin tugas emang penting tapi lu mesti sayang juga ama badan lu sendiri." Timpal nya mengomeli ku.
"Sendirinya juga gak sadar!" Balas ku protes.
"Dih, di bilangin malah nyakar balik."
"Kamu kan gak tau gimana rasanya punya otak pas-pasan, dan harus berusaha keras biar dapat nilai bagus!" Cecarku sambil berdiri lemas bangkit dari keterpurukan.
"Curhat lu. Gua juga cuman bisa pasrah di lahirkan dengan keadaan seperti ini." Balasnya menyesali nasibnya yang tidak seberuntung anak lainnya yang tidak punya apa-apa.
"Gak tau kenapa, tapi dalam waktu tiga minggu ini, tekanan darahku meningkat drastis!!" Timpalku yang kesal melihat tingkah songong dan kepercayaan dirinya yang luar biasa itu.
"Gemes banget sih omongan lu, sini gua cip*k!" Ujarnya lalu meraih lenganku.
Tapi aku menepis tangannya, dan memasang kuda-kuda bersiap untuk bertarung melawannya.
"Jadi lu ngajakin gua gelud ni." Ujar nya berdiri dari sofa menerima tantanganku.
"Kali ini aku tidak akan kalah." Ujarku yang terang-terangan menantangnya.
"Tapi kalo lu kalah gimana?" Tanyanya juga memasang kuda-kuda bertarung.
"Aku gak akan kalah!"
"Ok gini aja. Yang kalah harus menuruti semua permintaan yang menang." Ujar nya memberikan ku syarat.
"Di terima!" Jawabku yakin tanpa sedikit pun keraguan.
"kuda-kuda lu bagus, pasti lu selama ini udah latihan dengan keras." Pujinya tersenyum menatapku dengan siaga."Tapi maaf aja ya..."
dia langsung menyerang ku dari depan tanpa memperhitungkan kemungkinan kalau aku akan melakukan hal yang sama. Namun karena teknik bela dirinya bukan hanya silat, dia langsung mendominasi pertarungan ini dengan monoton.
Bagian punggung yang tak sempat ku lindungi mendapat tempat yang bagus sebagai incarannya, akhirnya aku terjatuh dengan satu tangan membelakangi punggungku, dan dia berhasil melumpuhkan ku hanya dengan satu serangan.
"Butuh waktu yang lama bagi lu buat dapat ngalahin gua!!" Ujarnya menarik lenganku ke samping dan membantuku untuk kembali berdiri.
Padahal aku sudah berusaha sebisa mungkin agar menjadi kuat, di sanggar silat ayahku, aku adalah yang paling pintar dan menguasai semua tehnik yang ayah ajarkan dan beberapa kali memenangkan kompetisi di tingkat kabupaten dan provinsi. Aku menyombongkan bakat ku dan menggunakan ini untuk membuat takut anak-anak lelaki pengganggu yang merayuku, tapi sekarang saat di depan orang yang berdiri di hadapanku, aku tidak ada apa-apanya. Ini kah yang di namakan dengan di atas langit masih ada langit.
"Janji tetap janji, sekarang lu mesti nurutin permintaan gua." Celetuknya sambil menautkan lengannya melingkari leherku. "Lu gak bakalan ingkar janji kan."
Dia terus tertawa memperhatikan wajahku yang gusar karena tak terima telah di kalahkan dengan telak olehnya.
"Enggak, aku gak bakalan ingkar janji, cepetan bilang, kamu maunya apaan?" Jawabku dengan wajah cemberut.
Dia merogoh kantong celana kolornya yang bergambar gajah yang sedang memegang payung di hari ber hujan, aku sedikit terganggu dengan selera berpakaian Archie.
Lalu mengeluarkan Dompet bermerk Br*un B*ffel warna hitam dari saku nya, dan mengambil sebuah kartu di dalamnya.
"Nih..!!" Ujar nya sambil memberikan ku black card.
Kartu ajaib yang hanya bisa di miliki orang kaya yang tak mempunyai batas limit transaksi tertentu, karena pemilik kartu ini di haruskan ber belanja dengan minimal $ 250,000 USD atau 3 Miliyar Rupiah pertahun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan atau memenuhi kriteria sebagai pemegang kartu.
"Pergi refresing. Belanja apa aja yang lu mau, jangan takut gua jatuh miskin, duit gua tuh banyak bahkan ampe 100 tahun generasi pun duit gua ga bakalan abis." Ujarnya terlihat menderita karena kekayaannya yang tak kan pernah habis.
"Ciihh.." ujarku langsung mengambilnya.
Kesombongannya itu membuatku ingin melihatnya melarat.
"Beli baju yang bagus, yang paling mahal, brended, gak usah malu-maluin gua lu. Keluar pake baju dekil gini." Ujar nya yang menghina kaus legend ku yang bersablon bunga matahari sebesar dada, yang kucel dan lehernya pun sudah belel, yang secara acak aku ambil di lemari karena sudah takut terlambat.
"Dih, Nyebelin. Padahal ini adalah kaos kesayanganku dari seseorang yang spesial. " Gumam ku yang melihat kaus ku sendiri.
"Ngomong apaan lu barusan!" Tanyanya.
"Enggak! kamu gak ngikut ngabisin duit kamu sendiri ni." Aku hampir ketahuan.
Dia memutar bola matanya sambil berfikir.
"Gak deh, gua hari ini sibuk." Ucapnya lalu duduk di atas sofa. "Entar ada klien dari perusahaan yang harus gua temenin. Tapi ada Hendri yang bakalan ngikutin lu, dia bentar lagi nyampe!" Ujarnya sambil memegang remote TV dan memindahkan siarannya.
"Aku siap-siap dulu deh!" Ujarku beranjak meninggalkannya.
"Anya?" Panggilnya menghentikan langkahku.
"Ya.." Aku berhenti.
"Gak ada, gak jadi!" Ujarnya sambil menonton TV lagi.
"Ahh, gak jelas." Gerutuku sambil naik tangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 457 Episodes
Comments
Hafiz Ghany
bacanya sambil tersenyum sendiri 🤭🤭🤭
2022-05-24
0
Machan
buset dah, tujuh turunan delapan tanjakan kagak bakal melarat cuy
2021-10-28
0
ZaZa
gajah payungan ...kartun ape lahhh 🤔🤔🤔...kayak pernah lihat
2021-08-02
0