Mobil Azila telah sampai di halaman depan rumah keluarga Yudistira, mereka berdua langsung disambut oleh seorang pelayan, dengan sigap pelayan itu langsung berlari ke arah Nabila untuk membawakan kopernya, "Sini, Non. Bibik bawakan," ucap pelayan yang datang dan Nabila mengangguk kecil.
Azila dan Nabila berjalan memasuki rumah besar itu, mereka melihat meja makan sudah mulai ditata oleh para pelayan, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk ke kamar Azila dulu untuk mandi dan merebahkan tubuh mereka sebentar sampai waktu jam makan malam tiba.
Setelah berada di dalam kamar, Azila dan Nabila bergantian memakai kamar mandi, mereka berdua membersihkan tubuh yang sudah lepek karena keringat.
Setengah jam sudah Azila dan Nabila membersihkan tubuh mereka, perut kedua gadis itu mulai berbunyi meminta asupan. Setelah mereka selesai dengan urusannya di kamar, Azila dan Nabila memutuskan. turun ke bawah untuk makan malam.
Di sana sudah ada Mamah Mitha dan Papah Hendri yang duduk sambil membicarakan sesuatu. Azila dan Nabila duduk di seberang Mamah Mitha dan Papah Hendri.
"Yasa mana, Mah?" tanya Azila.
"Mungkin, masih belajar di kamar," jawab Mamah Mitha.
"Kalau begitu, aku panggil Yasa dulu, ya, Mah," pamit Azila, dan Mamah Mitha menjawab dengan anggukan.
Sekarang tinggal Nabila dan kedua orangtua asuhnya yang ada di meja makan.
"Tadi, sampai sini jam berapa, Nab?" tanya Papah Hendri.
"Jam setengah enam sore, Pah," jawab Nabila.
"Kesini bawa mobil sendiri, apa gimana?" tanya Mamah Mitha.
"Ikut mobilnya Zila, Mah. Sekalian mau nginep di sini beberapa hari," jawab Nabila.
"Kenapa tidak pindah ke sini saja, Nak? Di sini, kan, rame. Dari pada kamu sendirian di sana, terus kamu juga tidak ada yang nemenin, jomblo lagi," ucap Mamah Mitha yang tersirat sebuah ejekan.
Deg,
Jantung Nabila terasa sakit saat mendengar ucapan Mamah Mitha, "Ya ampun, Mah. Kenapa jujur amat, sih, Mah? Kan jadi malu aku nya," batin Nabila.
"Ya, belajar hidup mandiri, Mah. Biar pas udah nikah, bisa melayani suami dengan baik," jawab Nabila.
"Gaya mu, Nab, Nab. Laku aja belum, udah mikir sampai sana," ledek Papah Hendri yang memang benar adanya.
"Jangan gitu lah, Pah. Nanti Nabila tidak laku-laku, lho," jawab sedih Nabila.
Walaupun Nabila cantik dan memiliki tubuh yang tergolong sexy, tetapi dia tidak pernah pacaran, apalagi tersentuh oleh laki-laki. Sebenarnya sudah banyak yang mendekati Nabila, tetapi dia memilih untuk tidak merespon karena dia tahu yang mendekati dirinya itu hanya tertarik pada tubuh sexynya, apalagi jika belum apa-apa sudah memberi janji-janji manis, langsung mendapat penolakan besar darinya.
Tak berapa lama, Azila bersama Yasa turun dan langsung bergabung dengan yang lain di meja makan.
"Hai, cowok ganteng," panggil Nabila saat Yasa baru duduk dengan wajah genit.
"Hai, juga, Kakak cantik," balas Yasa dengan senyum manisnya.
"Hei, itu adikmu sendiri, kenapa malah kamu godain !" ucap Azila.
"Tau tuh, Zil. Kata Papah, dia tidak laku-laku," ledek Mamah Mitha sambil menahan tawanya.
"Yah, jadi bahan bullyan aku, di sini," lirih Nabila dengan wajah sedihnya.
"Tenang aja, Kakak cantik. Di sini masih ada Yasa, kok," ucap Yasa dengan secercah harapan untuk Nabila.
"Utututu, Kakak terharu," jawab Nabila yang ingin mencubit pipi Yasa yang ada di depannya.
"Masih ada Yasa yang siap menambah bullyan mereka," sahut Yasa yang seketika memusnahkan secercah harapan di hati Nabila.
Mendengar ucapan Yasa, mereka semua tertawa lepas kecuali Nabila yang memajang wajah lemah lesu karena sudah dibully satu keluarga, ditambah terkena harapan palsu anak di bawah umur.
"Ya Tuhan, gini amat nasibku malam, ini," keluh Nabila di tengah tawa yang lainnya.
"Sudah-sudah, makan dulu, nanti setelah selesai baru lanjut lagi," tutur Papah Hendri.
"Lanjut apa, Pah?" tanya polos Nabila.
"Ya, lanjut membully kamu lah," jawab Papah Hendri yang sekali lagi Membuat Nabila di tertawakan, tapi Nabila tahu kalau mereka hanya bercanda saja.
Setelah mereka semua selesai makan malam, mereka melanjutkan obrolan mereka di ruang keluarga.
"Pah, katanya Zila, besok dia mau tunangan, ya? Terus, calonnya siapa, sih, Pah? Kok sampai tidak dikasih tahu Zila nya?" tanya Nabila.
"Yang pasti dia adalah laki-laki yang tampan, baik hati, dan tidak sombong. Seperti Papah, ini," jawab Papah Hendri sambil menaruh tangan kanannya di bawah dagu.
"Inget umur, Pah. udah kepala lima lho," ledek Nabila yang berniat balas dendam atas bullyan di meja makan.
"Oh, sekarang sudah mulai berani sama Papah, ya? Papah doain kamu jomblo seumur hidup mau? Jadi perawan tua?" ancam Papah Hendri.
"Pah, ampun, Pah. Nabila cuma bercanda doang kok, Pah. Jangan dimasukin ke hati, lah, Pah," ucap Nabila yang ketakutan.
"1–0. Papah juga bercanda, wleee," ejek Papah Hendri sambil menjulurkan lidahnya.
Tak terasa mereka sudah berjam-jam mengobrol di ruang keluarga, sampai-sampai Yasa juga tertidur di pangkuan mamahnya, walaupun Yasa sudah menginjak kelas 1 SMA, tapi dia masih bersikap manja ke Papah dan mamahnya.
"Udah, ayo pada tidur. Lihat nih, Yasa sampai ketiduran di paha Mamah," ucap Mamah Mitha sambil menunjuk ke arah Yasa yang sedang tertidur nyenyak di paha mamahnya
"Ya ampun, saking asiknya kita ngobrol di sini, sampai tidak tahu kalau ada yang ketiduran di situ," ucap Papah Hendri sambil menunjuk Yasa, "Bangunin dulu Yasa nya, Mah! Tapi pelan-pelan saja biar dia tidak kaget pas bangun," suruh Papah Hendri pada istrinya.
"Sayang, ayo bangun, pindah ke kamar dulu, biar enak tidurnya," ucap pelan Mamah Mitha di dekat telinga Yasa.
Mamah Mitha menepuk pelan pipi anak laki-lakinya itu, dan sesekali kepala Yasa digoyang-goyangkan agar dia terbangun.
Setelah beberapa lama berusaha membangunkan Yasa, akhirnya dia terbangun dengan wajah kebingungan, lalu Papah Hendri memapah tubuh Yasa yang sempoyongan itu menuju ke kamar Yasa.
"Kalian berdua juga cepatlah tidur! Besok adalah hari yang berat, dan melelahkan. Kalian harus bangun pagi untuk membantu Mamah menyiapkan dekorasi, dan menata rumah karena besok kita akan kedatangan tamu spesial," perintah Mamah Mitha ke kedua anaknya, lalu Azila dan Nabila menjawab dengan anggukan dan mereka berdua berdiri lalu berjalan menuju kamar Azila.
Sedangkan Mamah Mitha bergegas menuju kamarnya dan langsung berlari masuk ke kamar mandi karena dia sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi hajat kecilnya itu.
Di dalam kamar, Azila dan Nabila masih duduk di ranjang, "Zil, apa kamu sudah matang menerima perjodohan mu dengan laki-laki yang belum jelas kau ketahui, itu?" tanya Nabila karena dia khawatir kalau Azila akan tertekan dengan perjodohan itu.
"Aku sudah memantapkan hatiku, Nab. Bagaimana pun dia, besok aku akan tetap menerima dia, karena laki-laki, itu, adalah pilihan Mamah, dan Papah. Aku yakin dengan pilihan mereka," jawab Azila yang sudah mantap dengan keputusannya itu.
"Baiklah, aku percaya padamu, dan aku akan selalu mendukung semua keputusanmu," balas Nabila sambil tangannya mengusap pucuk kepala Azila.
"Udah ah, ayo tidur, tidak usah terlalu dipikirin. Mataku udah ngantuk berat pengen cepet-cepet merem," balas Azila sambil menguap dan mengucek matanya yang sudah mengantuk.
Nabila hanya mengangguk kecil dan mereka berdua lekas membenamkan tubuh mereka ke dalam selimut, tak berapa lama mereka sudah terlelap.
IG: @ahmd.habib_
Jangan lupa like, share, comment dan favorit ya 🤗 dan terima kasih banyak untuk kalian yang sudah mendukung dan mensupport author 🙏😘💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Sugianti Bisri
hukumnya hemmm
2020-02-25
0
Dhebay Mahendra
sebaiknya lebih cepat di beri tanda koma atau titik agar pembaca tidak kehabisan nafas karena terus membaca tanpa stop.. 😋
setelah seru atau tanya lebih baik huruf besar (dalam percakapan)
2020-02-10
1
Linda Sari
sy suka penasaran cerita selanjutnya
2020-02-08
0