Waktu berputar begitu cepat, tubuh kecil bayi Azila dan si bayi rewel Candra telah tumbuh besar. Mereka berdua sudah berusia tujuh tahun dan masuk sekolah dasar yang sama.
Hari demi hari mereka lewati, namun mereka hanya saling tahu nama dan tidak pernah bermain bersama, bahkan mereka berdua bisa dibilang tidak pernah saling mengobrol.
Candra yang terlalu acuh dan cuek terhadap cewek, lebih sering bermain bersama laki-laki. Sedangkan Azila, dia tumbuh menjadi cewek yang galak saat ada anak cowok yang mengerjainya ataupun mencoba memainkan dirinya.
Detik terus berdetak, tahun demi tahun mereka lewati tanpa pernah bercakap, sampai mereka menginjak awal kelas enam. Seperti anak pada umumnya, mereka berdua juga berangkat pagi agar mendapat kursi barisan depan.
Walaupun Candra adalah anak laki-laki, dia lebih rajin dari anak-anak perempuan seumurannya, bukan karena dia takut dimarahi bundanya, tetapi dia memiliki obsesi yang besar dan cita-cita yang tinggi.
Saat Candra hendak berangkat, dia merasa kecewa karena ayahnya bangun kesiangan, dia tahu kalau ayahnya kesiangan gara-gara mengurus adik perempuannya yang baru lahir satu Minggu yang lalu, akhirnya Candra dengan wajah cemberut menunggu ayahnya selesai bersiap-siap. Walaupun tidak telat, tapi Candra sudah bisa memastikan kalau dia bakal mendapatkan kursi di deretan paling belakang.
Sedangkan Azila sudah berangkat pagi, dengan semangat paginya, Azila terus bernyanyi selama perjalanannya ke sekolah. Namun saat di tengah perjalanan, tiba-tiba salah satu ban mobil yang mengantarkannya bocor.
Azila hanya pasrah menunggu papahnya yang sedang menemani adiknya yang sedang sakit. Azila sudah memiliki adik yang berusia lima tahun, namanya Abyasa Yudistira, dialah yang akan meneruskan perusahaan dan semua usaha keluarga Yudistira, dan Azila tidak masalah akan semua itu, walaupun dia yang anak pertama.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Papah Hendri sudah sampai di tempat Azila menunggu, tanpa banyak bicara, Azila menyuruh papahnya agar cepat mengantarkannya.
07:00 WIB
Kriingg... kriingg....
Bel tanda masuk telah berbunyi, dan saat itu juga mobil yang mengantarkan Azila dan Candra juga baru sampai di depan gerbang.
Azila langsung turun tanpa berpamitan ke papahnya, sedangkan Candra mencium punggung tangan ayahnya terlebih dahulu dan baru berlalu pergi.
"Woy, Hen !" panggil Yoga yang berhenti tidak jauh dari mobil Hendri.
Hendri menoleh ke arah sumber suara, "Oh, Yog. Anakmu juga telat?" tanya Hendri sembari menghampiri Yoga.
"Iya, tadi aku bangun kesiangan gara-gara putri kecilku yang mulai rewel seperti kakaknya dulu," jawab Yoga.
"Maaf banget, ya, Yog. Aku sama istriku belum bisa jenguk putri kecilmu," ucap Hendri, "Jagoan kecilku lagi sakit," imbuhnya.
"Oh, Yasa lagi sakit, maaf juga, nih, aku sama istriku lagi kewalahan ngurus Dara. Maklum, Putri tidak mau pakai baby sitter seperti dulu," ucap Yoga.
"Tidak apa-apa, cuma sakit ringan," jelas Hendri, dan di jawab anggukan oleh Yoga.
"Kamu mau ke kantor kan? Aku mau pulang dulu, mau cek Yasa ke Dokter," ucap Hendri.
"Oke, titip salam buat Mitha, dan Yasa," ucap Yoga sambil kembali berjalan ke mobilnya, "Oh ya, Hen. Salam juga untuk calon menantu ku yang cantik tadi," imbuh Yoga.
"Oke, nanti akan aku sampaikan," jawab Hendri.
Setelah percakapan itu, Hendri dan Yoga pergi ke arah yang berbeda. Hendri pulang ke rumah, sedangkan Yoga berangkat ke kantornya.
≈≈≈
Di depan kelas, Azila berlari sekuat tenaganya karena sudah terlambat. Dari belakang Candra berlari dengan lebih cepat dari Azila. Saat sampai di depan pintu kelas, keduanya sampai bersamaan.
Mata mereka berdua langsung tertuju pada satu kursi yang masih kosong di deretan kedua dari depan, dengan cepat mereka berdua berlari dan berebutan kursi itu.
"Hei, cewek kurcaci, minggir sana, aku datang lebih awal dari kamu," ucap Candra.
Pada saat itu memang Azila yang paling kecil di kelas, dan hanya Candra saja yang berani manggil Azila dengan sebutan kurcaci.
"Apaan, jelas-jelas aku datang lebih dulu," balas Azila yang tak mau kalah.
"Yang masuk kelas, ini, duluan, itu, aku." Candra masih ngotot.
"Dasar, cowok batu, tidak punya perasaan kasihan ke cewek," dengus kesal Azila.
Dari luar kelas, Guru yang ditugaskan menjadi wali kelas mereka telah datang.
"Ada apa, ini, kenapa kalian berdua bertengkar?" tanya Ibu Guru yang baru masuk ke kelas.
"Ini, Bu. Si cowok batu tidak mau mengalah sama cewek," jawab Azila sambil menunjuk ke Candra.
"Candra, kenapa tidak memberi tempat duduknya ke Azila?" tanya Ibu Guru ke Candra.
"Kenapa aku harus memberi tempat dudukku ke cewek kurcaci, ini, Bu? Aku datang lebih dulu dari dia, Bu," jawab Candra membela dirinya.
"Candra, dengarkan Ibu. Candra adalah anak laki-laki, dan Azila anak perempuan. Jadi, Candra harus mengalah. Oke, Sayang. Candra kan anak pintar," tutur Ibu Guru ke Candra.
Mendengar perkataan Ibu Guru, Candra memasang wajah kesalnya, sedangkan Azila tertawa cekikikan.
"Sudah, berhenti bertengkarnya, karena kalian tadi ribut di kelas. Sekarang kalian berdua ibu hukum, berdiri di depan sampai kursi, dan meja tambahan diantar, ke sini," ucap Ibu Guru sambil mengangkat jari telunjuknya di depan muka.
"Apa ..!" teriak Azila dan Candra secara bersamaan.
"Sudah, cepat laksanakan. Murid yang baik tidak boleh membantah perintah gurunya," ucap Ibu Guru dengan senyum ramah.
Dengan muka lesu, mereka berdua berjalan maju ke depan dengan diiringi suara tawa teman sekelas mereka, lalu Azila dan Candra berdiri sampai kursi dan meja tambahan datang.
Azila mendengus kesal dalam hatinya, "Awas saja kamu, cowok batu. Sampai kapanpun, aku tidak anan mau bertemen sama dia."
Sambil membuang muka, Candra mengerutkan dahinya, "Dasar, cewek aneh. Enggak bakal mau aku kalau punya temen kayak dia," gerutu Candra dalam hatinya.
Sejak pertengkaran kecil itu, Candra dan Azila mengibarkan bendera perang, lebih tepatnya perang dingin. Mereka berdua tidak pernah saling sapa, saling pandang, ataupun saling lirik.
Mereka berdua menganggap tidak ada satu sama lain, Candra menganggap Azila tidak pernah ada di dunia ini, begitupun sebaliknya.
Setelah lulus SD, mereka dimasukkan ke SMP yang sama oleh kedua orangtua mereka. Perang dingin terus berlanjut sampai mereka lulus SMP. Saat masuk SMA, mereka berdua seperti orang asing yang tidak ingin saling kenal. Pada akhirnya, mereka berdua juga masih sama di satu universitas dan satu fakultas, walaupun beda jurusan.
Dua tahun telah berlalu sejak mereka lulus kuliah, mereka berdua sudah tidak pernah bertemu lagi sejak saat itu, dan sekarang mereka sudah masuk ke dunia kerja.
Azila dan Candra mulai membantu Papah dan Ayah mereka di perusahaan keluarga mereka masing-masing. Candra juga sudah mulai disibukkan oleh pekerjaan kantor, karena dia akan segera mewarisi perusahaan keluarga Wibawa tersebut. Sedangkan Azila hanya membantu papahnya, karena yang akan mewarisi perusahaan keluarga Yudistira adalah adiknya, yaitu Abyasa Yudistira.
Candra sudah berbeda dengan dulu, dia lebih penyayang walaupun sangat cuek. Saat melihat Azila, dia tersenyum, entah apa arti senyum itu, yang pasti dia masih asing dengan orang yang bernama Azila Yudistira.
Di lain sisi, Hendri dan Yoga merasa kalau rencana pendekatan Azila dan Candra berhasil, namun hasil yang sebenarnya adalah permusuhan di antara kedua anak mereka.
IG : @ahmd.habib_
Jangan lupa untuk like, comment, share dan favorit ya 🤗 dan terima kasih banyak untuk kalian yang sudah mendukung dan mensupport author 🙏😘💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Heny Ekawati
bakal seru nih
2021-03-02
0
Sasa (fb. Sasa Sungkar)
seru thor.. aku baca nya nyicil ya..
aq mampir bawa boomlike dan komen
.
.
jgn lupa feedback ke cerita aku, makasiiih 🤗
2020-06-12
0
Diey Senja
bermusuhan, ntar lama lama juga cintaaa...eaa
2020-03-08
0