Lima bulan telah berlalu sejak pertemuan yang menghasilkan nazar. Hari ini rumah keluarga Yudistira menjadi lebih riuh dari biasanya, bukan karena ada artis, pejabat atau pengusaha besar yang akan bertamu di rumah besar itu, namun mereka akan segera kedatangan bayi mungil yang sebentar lagi akan lahir.
Di lain tempat, Hendri melihat istrinya yang sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Dari hasil USG, Dokter menyatakan kalau anak mereka berdua adalah laki-laki.
Sebenarnya, hari ini Mitha melahirkan terlalu cepat dua hari dari perkiraan Dokter, untungnya Hendri dan Mitha sudah menyiapkan keperluan mereka dari awal mau melahirkan sampai nanti setelah anak mereka lahir.
Hendri merasakan perasaan yang campur aduk, antara takut, cemas, khawatir, dan bahagia, semuanya menjadi satu di hatinya.
Tangan Mitha menggenggam erat tangan Hendri, "Arrgghh ...." Mitha mengejan mengikuti instruksi dari Bu Dokter yang membantunya melahirkan..
Hendri mengelus rambut Mitha dan mengeratkan pegangannya dengan Mitha, "Ayo, Sayang. Kamu pasti bisa !" ucap Hendri menyemangati Mitha.
"Ayo, Nyonya. Terus dorong !" seru Bu Dokter.
Mitha memejamkan matanya dengan napas yang sudah sangat berat, lalu dia menarik napas dan mengejan sekuat tenaganya, "Argghhh ...."
Oekk ... oeek ....
Tangis bayi yang baru saja keluar dari rahim Mitha.
"Selamat, Tuan. Nyonya Mitha melahirkan bayi perempuan yang sangat sehat, dan cantik," ujar Bu Dokter sambil menggendong bayi yang belum ada 5 menit menikmati dunia barunya.
"Terimakasih, Dok," balas Hendri.
"Sayang, kita sudah resmi jadi orangtua !" ucap Hendri dengan mata berbinar bahagianya, dia tidak merasa kecewa sama sekali saat prediksi kalau istrinya akan melahirkan anak laki-laki itu salah.
ucapan Hendri membuat Mitha menangis haru dan bahagia. Melihat istrinya menangis, Hendri langsung memeluk tubuh Mitha.
"Sayang, jangan menangis. Apa aku sudah menyakiti mu?" tanya Hendri.
Mitha menggelengkan kepalanya, "Aku sangat mencintaimu, Suamiku," lirih Mitha di telinga Hendri.
Hendri tersenyum mendengar ucapan istrinya barusan, "Aku lebih-lebih, dan lebih mencintaimu, Sayang," bisik Hendri dengan senyum di bibirnya.
Setelah Mitha sedikit tenang, Hendri melepas pelukannya dan menyeka air mata Mitha yang jatuh membasahi pipinya.
"Apakah kamu sudah punya nama untuk anak kita, Sayang?" tanya Hendri.
Mitha mengangguk sambil menahan tangis bahagianya, "Sudah, Sayang," jawab Mitha. Mitha menyeka air matanya, "Azila," ucap Mitha sambil melihat bayi kecil yang sedang dibersihkan oleh Bu Dokter.
Hendri manggut-manggut setelah mendengar nama putri pertamanya, "Hem. Azila? Nama yang cantik, persis seperti bayi kita, Sayang," balas Hendri sambil mengelus pucuk kepala Mitha.
"Apa kamu suka, dan setuju?" tanya Mitha dengan tatapan penuh harapan ke suaminya.
Senyum Hendri mengembang melihat wajah Mitha, "Itu adalah nama yang bagus, Sayang. Aku sangat menyukai nama, itu," jawab Hendri, "Azila Yudistira," lanjut Hendri sambil mengelus rambut indah milik Mitha.
Bu Dokter datang dengan bayi kecil yang sudah memakai selimut khusus bayi, "Permisi, Tuan, Nyonya. Silahkan Tuan Hendri mengadzani putri kecil anda," ucap Bu Dokter.
Hendri sedikit bergeser saat Bu Dokter akan membaringkan putri kecilnya di samping Mitha. Setelah Bu Dokter mundur, Hendri kembali mendekat ke istri dan anaknya.
Dengan penuh kebahagiaan, Hendri mengadzani Azila kecil. Suara Hendri membuat Mitha kembali menitihkan air matanya.
Setelah selesai mengadzani, Hendri menggendong dan menimang-nimang putri kecilnya.
Melihat wajah putrinya, Hendri teringat akan nazar yang telah diucapkannya bersama Yoga, jika anak pertamanya lahir perempuan, mereka akan menjodohkannya.
≈≈≈
Kabar bahagia tentang kelahiran Azila kecil telah sampai ke telinga Yoga. Kebahagiaan juga merasuki Yoga, apalagi dia mendapatkan kabar kalau anak sahabatnya itu adalah perempuan.
Yoga membuka ponselnya lalu membuka aplikasi sosial media miliknya. Ia memposting foto bayi mungil dan memberi kata-kata 'Terima kasih, Tuhan. Engkau telah mengabulkan doa dan niat baikku dan sahabatku.'
Setelah membuat postingan tentang bayi, Yoga menelepon istrinya.
Tuutt..
"Halo, Yah. Ada apa?" tanya Putri dari dalam telepon.
"Bun, apa Bunda sudah tahu kalau Mitha sudah melahirkan?" tanya Yoga.
"Sudah, Yah. Kenapa?"
"Ayo, kita jenguk mereka di rumah sakit, Bun," ajak Yoga.
"Jangan sekarang, Yah. Candra lagi rewel, dia tidak mau ditinggal, ini. Nanti malam saja, ya. Setelah Candra tidur, kita berangkat," jawab Putri.
Memang Candra sekarang sedang pilek, dia selalu menangis saat Putri menurunkannya dari gendongan.
Wajah Yoga menjadi sedikit kusut, "Baiklah, Bun. Habis, ini, Ayah pulang, Bunda pasti capek ngurus Candra saat sakit," ucap Yoga.
"Selesaikan dulu pekerjaan mu, kalau sudah, nanti baru pulang," balas Putri, "Sudah dulu, ya, Yah. Bunda tutup dulu, Candra nangis lagi, ini," ucap Putri dan langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa meminta persetujuan dari Yoga dulu.
Yoga melihat ponselnya yang sudah terputus dari panggilan telepon dengan istrinya, "Aish, dimatikan. Ya, sudahlah, aku harus cepat-cepat pulang, kasihan Putri kalau mengurus Candra yang rewel sendirian," gumam Yoga sembari memasukkan teleponnya ke dalam saku jas dan beranjak pergi.
Hari sudah semakin gelap, jam juga sudah menunjukkan pukul enam sore. Yoga dan Putri sudah siap dan akan berangkat ke rumah sakit di mana Mitha melahirkan. Mereka tidak mengajak Candra karena kondisi Candra yang baru saja membaik dan sekarang masih tertidur.
Cukup setengah jam saja mobil yang membawa Yoga dan Putri sudah sampai di parkiran rumah sakit. Mereka berdua bergegas menuju kamar VIP tempat Mitha dan Hendri berada.
Tok tok tok,
Yoga mengetuk pintu kamar bersalin. Kurang dari lima belas detik, pintu tadi terbuka dan keluarlah Hendri di sana, "Oh, kalian, aku kira tadi Presiden yang datang," canda Hendri.
"Ekspetasi mu terlalu tinggi," balas Yoga.
Hendri tertawa kecil mendengar candaan Yoga, "Siapa tahu akan terwujud," balas Hendri, "Sudah, ayo masuk," ucap Hendri mempersilahkan kedua sahabatnya untuk masuk ke kamar persalinan istrinya.
Mereka bertiga sudah sampai di samping ranjang tempat Mitha berbaring, "Di mana putrimu?" tanya Putri ke Mitha.
"Dia sedang di ruang inkubator," jawab Mitha.
Putri menjadi sedikit cemas karena takut terjadi apa-apa ke bayi Mitha, "Ada apa dengan bayimu? Apa dia sakit?" tanya Putri.
"Tenang saja, dia lahir terlalu cepat, karena usia kandunganku kurang dari tiga puluh tujuh Minggu, makanya putriku butuh inkubator, agar dia bisa menyesuaikan suhu di luar rahim," jelas Mitha.
Hati Putri merasa lega setelah mendengar penjelasan Mitha, begitu juga dengan Yoga.
"Oh ya, di mana Candra? Apa kalian tidak mengajaknya?" tanya Hendri.
"Candra masih belum sembuh dari pileknya, sekarang dia masih tidur di rumah," jawab Yoga.
"Apa pileknya parah?" tanya Mitha.
"Tidak, sekarang sudah lebih baik. Dia tertidur karena kelelahan menangis dari tadi pagi," jawab Yoga.
"Syukurlah, kamu harus jaga calon menantu ku baik-baik, jangan sampai dia sakit lagi," ucap Hendri.
"Baik, Tuan Hendri. Dan sebaiknya engkau juga jaga calon mantuku, dan besarkan dia jadi wanita yang sangat cantik, agar Candra tergoda padanya," balas Yoga, dan tawa mereka semua pun pecah.
IG : @ahmd.habib_
Jangan lupa untuk like, comment, share dan favorit ya 🤗 dan terima kasih banyak untuk kalian yang sudah mendukung dan mensupport author 🙏😘💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Oki Indriani
kak, mari pantau ke karya ku, beri komentar dan sarannya juga ya kak
2020-07-16
1
Niisha Vanasha Khasunny
Semangat menulisnya, Kak! 😊
2020-07-08
2
ElliA❤🌺🌸🌼🌻🌹☘🍀
lanjut
2020-05-22
1