Permohonan
Eric baru sampai di rumahnya pagi itu, tiba-tiba ia mendapat telepon dari Edis, namun ia langsung mematikan teleponnya dan memblokir nomor Edis. Eric masuk ke dalam rumah dan melihat Caesar sedang digendong bibi Niken.
"Caesar kenapa bi?"
"Tuan Caesar sejak semalam terbangun dan mencari Nona, Tuan... Dia menangis terus semalam dan baru saja bisa tidur lagi setelah capek nangis."
Eric dengan wajah sedih mengelus punggung Caesar yang sedang digendong bibi Niken. Eric lalu menggendong Caesar dan membawanya ke kamarnya. Eric memandangi wajah Caesar dengan perasaan yang sangat mendalam, dia kembali ingat saat pertama kali mengetahui Nana hamil dan berusaha menghindar darinya karena takut bayi yang sedang dalam kandungannya dipaksa untuk digugurkan. Eric mengelus kening Caesar dan menyisir setiap helai rambut Caesar dengan jarinya. Tidak terasa Eric meneteskan air mata, Eric bahkan terkejut dirinya tiba-tiba meneteskan air mata. Eric memeluk Caesar dan membenamkan wajahnya ke bahu kecil Caesar.
"Maafkan daddy, Caesar.... Maafkan daddy...."
Ditengah tangisnya yang masih sesenggukan, seseorang mengetuk pintu. Eric segera menuju wastafel membasuh muka sebelum membuka pintu.
"Eric, ini mama.... mama mau bicara."
"Iya ma, sebentar ."
"Okeh, mama tunggu di bawah."
Tidak lama kemudian Eric turun ke bawah dan menemui mama Julia yang sudah duduk di ruang tengah. Eric sudah menerka apa yang akan dibicarakan ibunya, pasti terkait kecelakaan semalam. Kebetulan Eric juga mau bicara untuk menanyakan kebenaran yang diungkapkan oleh Edis.
"Eric, mama kesini untuk mengkonfirmasi kembali tentang kecelakaan semalam. Kamu belum bicara dengan detail pada mama."
"Silahkan mama bertanya, aku juga mau bicara tentang masalah 7 tahun lalu."
"7 tahun lalu? Maksud kamu?"
"Ini erat hubungannya dengan kronologis kecelakaan Nana semalam, jadi mama setidaknya juga tidak boleh menyalahkan sepenuhnya kepada orang lain."
Julia awalnya tidak mengerti apa yang dikatakan Eric, dia sama sekali tidak terpikirkan masalah apa yang terjadi 7 tahun lalu yang ada hubungannya dengan kecelakaan Nana. Sepengetahuan Julia, Nana adalah gadis yang tidak pernah memiliki masalah apalagi dengan dirinya. Julia terdiam sejenak,
"Mama pasti akan mengerti setelah melihat ini lagi."
Eric memberikan ponselnya yang disana menampilkan foto dokumen yang semalam dibawa oleh Edis.
Julia tercengang melihat foto-foto dokumen itu, dia tidak menyangka Edis kembali ke Singapore dan bahkan berani memberikan dokumen seperti itu kepada Eric. Namun Julia sudah tidak sanggup mengeluarkan tenaga untuk berdebat lagi dengan Eric. Tenaganya sudah habis setelah semalaman lelah memikirkan kondisi Nana.
"Darimana kamu mendapatkan semua dokumen ini? Dari Edis?"
"Apakah semua dokumen itu benar? Mama yang mencabut tunjangan dari perusahaan terhadap keluarganya Edis? Mama yang melakukan sabotase ke semua Rumah Sakit agar tidak menerima Daniel sebagai pasien? Dan..... apakah mama juga yang memaksa Edis menggugurkan kandungannya?"
Julia terdiam sejenak sambil menundukkan kepalanya, namun terlihat beberapa tetes air matanya jatuh ke karpet.
"Eric, jadi kamu percaya mama melakukan hal-hal seperti yang dikatakan perempuan itu?"
"Sulit bagi Eric untuk percaya kepada mama, karena mama adalah orang yang paling tidak menyetujui hubungan kami. Satu-satunya orang yang memiliki kepentingan dan sangat ingin menyingkirkan Edis.... hanya mama...."
"Di pikiran kamu memang hanya ada perempuan itu, meski di depan matamu ada orang-orang yang lebih baik darinya. Entah jasa apa yang telah dilakukannya untuk kamu sampai kamu tidak bisa melepaskan hati dan jiwa kamu terhadapnya."
"Eric sudah tidak mencintainya ma, tapi bukti-bukti yang diberikan Edis pada Eric, itu sangat mengganggu Eric. Selama ini Eric seperti orang bodoh tapi ternyata mama adalah orang yang berada di belakang semua ini. Dan apakah mama sadar....? Penderitaan yang dialami Nana selama ini juga karena skenario pernikahan yang memaksanya untuk terlibat di dalamnya, dan seandainya Nana tidak terlibat, kecelakaan malam ini tidak akan terjadi..."
Julia menghela napas dengan menengadahkan wajahnya ke atas untuk menata perasaannya. Air matanya semakin banyak yang mengalir, namun ia berusaha untuk menahannya meski wajahnya sudah terlihat merona merah.
"Jadi kamu menyalahkan semuanya pada mama, Eric?"
Eric hanya diam dan memalingkan wajahnya.
"Andai ayah kamu masih hidup Eric... Kamu akan tahu kenapa mama melakukan ini padamu. Dia juga akan membimbingmu menjadi suami sekaligus ayah yang baik untuk keluargamu...."
Julia berdiri dari sofa sambil menyeka air matanya. Dia mendekati Eric dan berusaha menggapai wajah Eric. Eric membiarkan tangan ibunya membelai wajahnya namun dia hanya diam dengan posisi yang masih berdiri memalingkan wajah dari ibunya,
"Anakku.... apa kamu tahu karma dan dosa? Mungkin mama saat ini sedang menuai karma dari dosa mama atas segala yang pernah mama lakukan. Tapi kamu juga harus ingat bahwa setiap perbuatan sekecil apapun akan ada dosa dan karmanya, begitu juga dengan yang kamu lakukan pada Nana."
Julia kemudian melangkahkan kakinya hendak meninggalkan Eric, namun dia menghentikan langkahnya di depan pintu.
"Selama Nana tidak ada di rumah, Caesar akan tinggal bersama mama dan Erica. Nanti siang atau sorenya mama akan menjemput Caesar."
Tanpa menunggu jawaban dari Eric, Julia kemudian pergi keluar meninggalkan rumah Eric.
Eric saat ini semakin bimbang dengan semua yang diungkapkan Edis. Eric tidak mau tinggal diam, dia berpikir orang lain yang seharusnya tahu masalah ini adalah Erica atau Richo. Tapi Erica pasti akan membela ibunya. Eric lalu Naik ke atas untuk berganti pakaian dan bersiap menemui Richo di kantor.
"Bi Niken, aku mau keluar dulu. Tolong jaga Caesar. Kalau ada apa-apa segera hubungi ponselku."
"Baik, Tuan...."
Sesampainya di Kantor, Eric menemui Richo dan memberikan foto dokumen yang ada di ponselnya kepada Richo. Awalnya Richo hanya diam dan pura-pura tidak tahu. Eric terus mendesak dan memaksa Richo buka mulut hingga dia menyingsingkan kerah baju Richo.
"Eric... aku sama sekali tidak tahu dokumen itu!"
"Ibuku sudah membenarkan bahwa itu yang memang terjadi. Sekarang katakan Richo, kenapa kamu berbohong padaku saat Edis menghilang. Sebenarnya kamu terlibat dalam sabotase itu kan?!"
Kebetulan tepat pada saat itu, Erica masuk ke ruangan Eric. Dia melihat Eric sedang mengancam Richo.
"Kak Eric, ada apa ini?"
"Kebetulan kamu datang, sekarang kalian berdua katakan yang sebenarnya. Edis menghilang 7 tahun lalu adalah karena campur tangan kalian, kan?!"
"Iya! Mama tadi sudah mengatakan padaku. Tapi harus aku katakan bahwa kak Eric salah jika menyalahkan mama! Karena dia sama sekali tidak bersalah! Aku yang melakukannya!"
"Plakkk"
Eric spontan menampar Erica hingga terpental ke sofa. Richo menangkap tubuh Erica.
"Eric! Kamu keterlaluan! Dia adikmu sendiri."
"Tidak apa-apa Richo. Aku harus menjelaskannya pada kak Eric."
Erica bangun berdiri kembali dan menghadapi tatapan Eric.
"Apakah kakak akan percaya atau tidak, aku tidak yakin padamu. Tapi kak Eric harus bisa membuka pikiran bahwa tidak semuanya yang dikatakan Edis adalah benar. Aku yang mencabut tunjangan perusahaan atas nama Daniel karena memang itu melanggar aturan perusahaan. Daniel bukanlah karyawan disini, apakah itu dibenarkan jika dia mendapat tunjangan kesehatan sementara biaya pengobatannya mengakibatkan jumlah pengeluaran yang signifikan bagi perusahaan. Jika memang kak Eric mau menjamin pengobatan Daniel, bukankah seharusnya itu dari uang pribadimu atau dipotong dari gaji Edis. Tapi pemotongan gaji Edis hanya untuk satu nama, yaitu atas nama dia sendiri. Jadi cukup jelas disini ada kecurangan dan pelanggaran. Dan yang kedua, aku tidak pernah melakukan sabotase Rumah Sakit manapun untuk menolak Edis dan keluarganya. Dia tidak diterima di beberapa rumah sakit karena masih memiliki tunggakan di rumah sakit sebelumnya. Dalam kesempatan itu, kami menawarkan bantuan kepadanya dengan sejumlah uang 10 juta dollar. Kami tidak memaksa, hanya memberikan pilihan padanya jika dia menerima uang itu, maka dia harus meninggalkanmu. Dan dia dengan waras lebih memilih uang itu daripada dirimu. Jadi apakah itu mutlak kesalahan kami?"
Eric sudah cukup jelas mendengar penjelasan Erica. Dia tidak menyangka Edis sengaja memutar balikkan fakta atas kenyataan yang sebenarnya.
"Sekarang kak Eric puas? Kami memang sengaja memancing Edis untuk membuat kesepakatan, tapi keputusan ada di tangannya sendiri. Jika kak Eric berpikir bahwa kami yang mengatur skenario agar dia meninggalkan kak Eric, itu tidak sepenuhnya benar. Karena pada akhirnya dia yang memilih meninggalkan kak Eric demi uang."
Eric hanya terdiam dan segala penjelasan Erica selalu terngiang di kepalanya.
Malam itu Eric berdiri di balkon lantai dua kamarnya dengan tatapan jauh ke depan. Pikirannya masih penuh dengan keraguan, dan diantara pengakuan Edis dan Erica siapa yang harus ia yakini. Namun tentang bukti kehamilan Edis, ia harus berusaha menyelidikinya sendiri.
Ponsel Eric berdering memecah lamunannya, ternyata itu panggilan telepon dari Kevin. Kevin meminta Eric ke Rumah Sakit sekarang juga. Eric berpikir pasti ada masalah dengan kondisi Nana, dia langsung pergi menuju Rumah Sakit saat itu juga.
Sesampainya di Rumah Sakit, Eric menelpon Kevin menanyakan posisinya. Tidak lama kemudian, Kevin datang menemui Eric. Kevin mengantar Eric menuju instalasi tempat tubuh Nana masih terbaring disana dengan alat-alat penunjang hidupnya yang terpasang di sekujur tubuhnya.
"Nana sampai saat ini masih belum melewati masa kritisnya. Detak jantungnya barusan kembali tidak stabil. Pendarahan di kepalanya masih merembes. Aku sudah memastikan dengan tim dokter disini bahwa kemungkinan Nana akan sadar dalam beberapa waktu dekat ini masih sangat kecil. Aku berharap semoga kondisi ini tidak terjadi lebih parah."
"Maafkan aku Kevin, aku tidak bisa melindungi Nana."
Kevin tidak menghiraukan ucapan Eric.
"Mau ikut aku minum kopi?"
Eric mengiyakan ajakan Kevin yang berjalan menuju vending machine pembuat kopi. Eric dan Kevin duduk di kursi panjang di samping vending machine. Kevin memulai pembicaraannya,
"Barusan Erica kemari, aku sudah tahu semuanya. Entah kenapa aku sekarang sudah tidak merasa kesal kepadamu Eric. Justru, aku yang merasa gagal melindungi adikku sendiri."
"Aku tahu adikku akan lebih membela Nana, tapi aku juga tidak akan membela diri, aku menyadari ini semua adalah kesalahanku."
"Eric, aku tidak tahu bagaimana perasaanmu pada Nana saat ini, tapi aku masih ingat betul bahwa saat pertama kali perjodohan itu dilaksanakan, kamu orang yang paling tidak menghendaki kehadirannya. Aku tidak tahu latar belakang ataupun alasanmu kenapa, tapi sebagai sesama pria aku bisa memahami. Bahwa cinta memang tidak bisa dipaksakan, dan orang seperti dirimu pasti memiliki wanita yang sudah ada dalam hatimu. Mungkin kamu kesal karena tidak bisa berbuat banyak saat terpaksa menerima perjodohan itu, sehingga kamu melampiaskannya pada Nana."
Eric diam dan hanya meneguk kopi yang ada dalam gelas di genggamannya. Dia lalu menunduk melihat pantulan wajahnya di atas permukaan kopi dalam gelas.
"Eric, adikku selalu tertutup padaku. Dia bahkan tidak pernah menceritakan apa yang dia rasakan selama menjalani pernikahan denganmu. Namun... darah lebih kental daripada air, sebagai kakak aku bisa merasakan kesakitannya selama ini."
Suara Kevin mulai serak seperti sedang menahan tangis. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan menengadahkan kepalanya ke atas dengan pandangan kosong.
"Seandainya jika Nana saat itu tidak hamil, mungkin saat dia berada di Bali aku akan memintanya bercerai denganmu. Tapi dia menolak demi status anaknya, dia tidak mau anaknya lahir tanpa seorang ayah. Dan aku pikir aku harus memberimu kesempatan sekali lagi, meski hati ini rasanya sakit melihat Nana harus berjuang sendiri selama dia hamil. Yah.... pada akhirnya kamu memang menghendaki anak tersebut dan menyayanginya. Aku rasa sejak saat itu kamu sudah membuka hati untuknya."
Kevin terdiam sejenak lalu meneguk kopinya, dan melanjutkan kalimatnya.
"Namun aku tidak tahu apa yang kurang dari Nana, tapi sekali lagi memang cinta tidak bisa dipaksakan. Dan sekarang aku memohon padamu untuk menjawab dengan sejujurnya...."
Kevin menatap dengan serius wajah Eric yang masih menunduk.
"Apakah kamu mencintai Nana?"
Eric membutuhkan waktu lama untuk menjawabnya. Tapi dia berusaha menata kalimatnya, karena dia sendiri masih belum yakin apakah dia mencintai Nana.
"Aku tidak tahu. Saat ini aku masih mengumpulkan dan menata hatiku. Aku tidak yakin perasaan apa yang ada untuk Nana. Tapi sejujurnya melihat kejadian kemarin malam, rasanya aku tidak sanggup untuk melihat Nana menderita. Mungkin aku memang telah terbiasa dengan kehadirannya selama 5 tahun ini, sehingga ada perasaan takut kehilangan saat dia tidak ada. Tapi apakah itu cinta aku masih tidak yakin, karena aku tidak merasakan perasaan yang menggebu-gebu terhadap Nana."
Kevin mengerti maksud Eric. Selama ini yang dirasakan Kevin memang benar bahwa Nana dan Eric sama-sama masih belum bisa berpaling dari perasaan terhadap seseorang yang ada di masa lalu mereka.
"Aku mengerti Eric..."
Kevin tiba-tiba berdiri di hadapan Eric lalu mengatur duduknya seperti orang yang sedang bersimpuh di depan kaki Eric. Eric terkejut dengan yang dilakukan Kevin.
"Kevin, apa yang kamu lakukan?"
"Eric.... Nana sudah melalui banyak rasa sakit yang dia jalani sejak kecil bahkan hingga saat ini. Aku mohon, jangan kamu berikan rasa sakit itu lagi. Setidaknya saat dia pergi nanti, dia tidak akan menyimpan rasa sakit."
"Kevin, apa yang kamu lakukan? Aku tidak mengerti maksudmu!"
Eric berusaha mengangkat tubuh Kevin agar berdiri. Namun Kevin tetap mempertahankan posisinya, bahkan air matanya semakin deras mengalir.
"Aku rela bersimpuh dan mencium kakimu jika kamu menginginkannya, demi memohon agar kamu mau..... menceraikan Nana..."
Eric tiba-tiba terdiam dan melepaskan tangannya dari tubuh Kevin. Eric mendudukkan tubuhnya di kursi lalu memejamkan matanya sangat lama. Kevin melanjutkan kalimatnya.
"Kami tidak akan meminta kembali saham yang telah Jaya Grup berikan kepada keluarga Shine, biarkanlah itu untuk Caesar. Aku hanya berharap agar kamu berhenti membelenggu Nana....."
Eric merundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang menyimpul di kepalanya.
"Berikan aku waktu, Kevin. Saat ini aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan."
"Aku harap kamu bisa secepatnya mengambil keputusan demi Nana dan dirimu sendiri."
Kevin berdiri lalu menepuk bahu Eric yang masih merundukkan kepalanya.
"Ku mohon Eric,... Ini semua demi Nana dan dirimu sendiri.... "
Lalu Kevin pergi meninggalkan Eric yang masih terduduk dengan posisi yang sama.
Kevin masuk ke instalasi tempat Nana terbaring dengan menggunakan pakaian steril khusus. Kevin mengelus kening Nana, terlihat matanya berkaca-kaca menatap wajah Nana yang penuh dengan alat medis yang terpasang di mulut, hidung, dan kepalanya.
Kevin keluar ruangan lalu mengeluarkan teleponnya, dia mengirimkan pesan melalui WhatsApp kepada Brian.
-----------------------------
Amsterdam,
Pukul 14.00
Brian baru saja keluar dari sebuah ruang kelas. Dia mendapat pesan WhatsApp dari Kevin berupa sebuah link berita kecelakaan, lalu dibawahnya dia mengirim foto Nana yang masih berada di ruang instalasi.
Brian langsung menelpon Kevin melalui WhatsApp,
"Kevin! kamu gak bercanda?"
"Sudah kuduga reaksimu masih sama... aku nggak bercanda, Nana memang benar-benar koma sekarang. Aku bahkan belum berani memberitahu ibuku, sekarang dia masih ada di Jakarta."
"Lalu bagaimana dengan Eric?"
Kevin membisu sejenak, namun Brian terus melontarkan banyak pertanyaan hingga Kevin hanya bisa tersenyum menanggapi kecemasan Brian yang berlebihan.
"Bri... aku minta Eric menceraikan Nana.... Menurutmu apa aku salah?"
Kali ini Brian yang membisu,
"Bri... Kalau kemarin aku tidak mendukung perasaan Nana, maka sekarang aku ingin membenahi kesalahanku. Aku tahu mungkin terlambat, tapi setidaknya aku akan menebusnya dengan semua usahaku sepanjang hidup Nana."
"Kevin, apa yang kamu tahu dengan perasaan Nana? Yang tahu hanya Nana sendiri. Jangan sampai karena prasangkamu, Nana terperangkap lagi."
"Tidak, aku yakin kali ini benar. Eric dan Nana masih belum bisa melupakan seseorang dari masa lalu mereka. Maka aku meminta Eric jika memang dia tetap tidak bisa mencintai Nana, akhirnya dia harus bercerai dengan Nana. Itu semua demi kebaikan dirinya sendiri juga."
"Lalu bagaimana dengan Nana? Bukankah kamu belum mendengar perasaan Nana saat ini terhadap Eric?"
"Semua sudah cukup jelas Brian.... Sebelum Nana mengalami kecelakaan, dia datang ke Marina Bay Sands untuk memastikan Eric yang ternyata dia bersama dengan mantan kekasihnya yang menghilang 7 tahun lalu. Dan aku bisa membayangkan perasaan Nana saat itu, sampai akhirnya dia mengalami kecelakaan. Aku paling tahu adikku bukan orang yang ceroboh. Aku bisa memastikan saat itu Nana sedang mengalami guncangan mental yang luar biasa."
Brian hanya diam mendengar semua penjelasan Kevin. Dia selama ini berpikir bahwa Nana sudah bahagia bersama Eric, terlebih lagi saat dia tahu Nana melahirkan anak Eric. Dia yang saat itu berharap Nana dan Eric berpisah, harus menelan kenyataan pahit sehingga dia berusaha melupakan Nana dan mencari beasiswa untuk melanjutkan studi ke Belanda.
Namun kenyataan yang barusan dia dengar dari Kevin seolah membuyarkan semua usahanya. Perasaan yang sudah ia kubur dalam, tiba-tiba seperti bangkit lagi dan meronta keluar.
Mungkinkah di hatinya masih ada sisa akar perasaan yang dulu pernah tumbuh untuk Nana?
------------------------------------
Kira-kira bagaimana perasaan Brian terhadap Nana?
Apakah Eric akhirnya setuju bercerai dengan Nana?
Silahkan tinggalkan pendapat kalian di kolom komen di bawah ini ya....
Tetap setia membaca Novel ini,
Jangan lupa dukung author dengan klik: "Like"👍 "Love"❤️ dan berikan rating "Bintang 5"⭐⭐⭐⭐⭐ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Akira Storm
gila hebat erica selepas ditampar masih bisa ngomong bagus2 and gak emosian.. hehehehe kalau aku ditampar abang aku, lepas aku kasi penjelasan aku akan tampar balik hahahaha
2022-03-22
0
Morina Ginting
memaafkan mudah melupakan tidak. mungkin lebih baik nn amnesia biar lupa penderitaan nnya bersama erik...
cinta boleh bodoh jangan
2021-08-12
0
Efan Zega
ya ampun kevin....kakak yg baik bgt
2021-04-21
0