Malam Terakhir
Nana jatuh terduduk di karpet sambil tetap menggenggam ponselnya, dia menyandarkan kepalanya di kaki sofa. Rona mukanya mendadak pucat seperti tak ada darah yang mengalir di wajahnya.
Nana sejak dulu pun tahu pasti akan tiba waktunya Edis kembali, namun dia tidak menyangka akan secepat ini...
Disaat Nana mulai menjalani kehidupan normal bersama Eric, membesarkan anak mereka, dan mulai membangun hati bersama.
"Ya ampun, Non Nana kenapa duduk disitu?"
"Bi Niken, tolong ambilkan saya segelas air putih..."
Suara Nana terdengar lirih dan serak, nafasnya masih terengah-engah dengan keterkejutannya terhadap suara wanita yang mengangkat ponsel Eric...
Dalam hati Nana berkata, "Benarkah Edis kembali?"
"Ini Non air putihnya...."
Nana langsung menghabiskan segelas air putih dalam beberapa kali tegukan.
Dadanya masih terasa sesak, kepalanya terasa pening, namun ia masih bisa sedikit menahannya. Lalu dia berusaha berdiri dengan sekuat tenaganya yang tersisa.
"Bi Niken, tolong panggilkan Joni dan minta dia untuk mengantarkan saya..."
"Nona mau kemana malam-malam begini?"
"Saya akan menjemput Eric... Tolong jaga Caesar ya Bi..."
"Iya...iya...baik Non..."
Bibi Niken pergi meninggalkan Nana untuk mencari Joni, sopirnya.
Nana melacak lokasi ponsel Eric melalui GPS. Dia menemukan lokasi Eric yang saat ini berada di hotel Marina Bay Sands.
Tempat itu tidak jauh dari rumahnya, sekitar 45 menit.
Kemudian Joni mengantarkan Nana ke hotel Marina dengan perasaan gelisah karena melihat wajah Nana dari spion yang tampak pucat sambil sesekali memijat kepala.
"Nona, kita mau ketemu siapa di hotel Marina?"
Nana tidak menjawab pertanyaan Joni, karena ia memang tidak fokus mendengar apa yang dikatakan Joni. Pikiran Nana sudah menerka-nerka apa yang terjadi dengan Eric dan Edis di hotel Marina.
Sebenarnya Nana menyadari bahwa Edis memiliki posisi yang kuat di hati Eric. Namun setelah sekian tahun ia melayani Eric, apakah tidak sedikitpun Eric memiliki nurani terhadap perasaan Nana.
"Aku hanya ingin bertemu dengan wanita yang bernama Edis...."
Tiba-tiba Nana berbicara seperti orang menggigau dalam lamunannya.
"Heh? Apa Nona bilang?"
Joni tidak paham dengan yang dia dengar dari Nana, dia hanya berpikir sepertinya ada masalah serius antara Nana dan Eric malam itu.
Apakah mungkin itu ada hubungannya dengan wanita yang ditemuinya bersama Eric tadi siang saat di Welfare House?
-----------------------------
Eric keluar dari toilet sudah berpakaian lengkap. Edis masih menggunakan kimono towel, dia melihat Eric bingung mencari ponselnya lalu Edis menjadi gugup.
"Kamu mencari ponselmu, Eric?"
Eric melihat ponselnya sedang dipegang oleh Edis.
"Kenapa ponselku ada di kamu?"
"Aku tadinya mau pinjam untuk telepon ibuku, mau memberi tahunya kalau aku mungkin tidak pulang hari ini..."
"Kamu tidak pulang mau kemana?"
"Gak kemana-mana... aku cuma mau tidur di sini aja..."
"Oh... aku akan pulang, mungkin Nana sudah menungguku."
"Oh iya, ini tolong kamu buka kuncinya, aku jadi mau telepon ibuku."
Eric membuka kunci sidik jari ponselnya, namun belum sempat terbuka ke layar utama, Edis segera merebut ponsel Eric.
Eric agak heran dengan gelagat Edis, namun ia tidak terlalu memikirkannya. Dia lalu berbaring di tempat tidur merebahkan dirinya yang sudah lelah sambil menunggu Edis meminjam ponselnya.
Eric memandang kosong ke langit-langit interior hotel, ia masih terpikir bagaimana mungkin disaat dia berhubungan dengan Edis, yang ada di pikiran Eric justru wajah Nana.
Sementara Edis agak menjauh dari Eric. Dan secara sembunyi-sembunyi dia menghapus riwayat telepon masuk dari Nana. Entah apa motif Edis melakukan itu. Mungkin dia takut Eric akan salah paham padanya. Atau dia takut Eric marah kepadanya.
Di waktu yang sama,
Nana sudah sampai di hotel Marina, dia langsung menanyakan ke resepsionis nomor kamar Eric sambil menunjukkan foto sertifikat pernikahannya untuk meyakinkan bahwa Nana memang istrinya.
Resepsionis memberitahu nomor kamar Eric di Room 11011 yang merupakan kamar VIP khusus yang dulu sering dibooking Eric dan Edis untuk meluapkan gairah cinta mereka.
Nana berjalan cepat menuju lift ke kamar 11011.
Joni curiga melihat sikap Nana yang sejak tadi dipenuhi kecemasan. Joni pun mengikuti Nana masuk lift. Dia akan siap membantu Nana jika Nana dalam masalah.
Selama di lift, Joni tidak henti-hentinya memperhatikan Nana yang bersikap tidak wajar seperti orang yang sedang kebingungan dan cemas.
Lift menunjukkan berhenti di lantai 11, dan pintu pun terbuka.
Nana ragu apakah ia akan melangkah keluar atau tidak. Sampai pintu lift tersebut hampir tertutup lagi, Joni menahannya dengan tangan dan sebelah kakinya agar lift tetap terbuka.
"Nona, anda mau keluar lift atau tidak?"
Nana menghela nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya sambil menepuk-nepuk dadanya.
Nana keluar dari lift dan melangkahkan kakinya yang terasa berat.
Lalu Nana seolah tidak kuat berdiri, dia bersandar di tembok dan dipegangi oleh Joni.
"Nona, sebenarnya anda kenapa?"
"Joni, tolong kamu cari kamar 11011... aku tidak sanggup..."
"Baik Nona..."
Tidak perlu waktu lama bagi Joni menemukan kamar 11011, karena memang kamar tersebut tidak jauh dari posisi Joni dan Nana berdiri.
Lalu Joni mengetuk pintu kamar 11011.
"Siapa itu, Edis? Kamu memesan makanan?"
"Nggak, aku gak pesan apa-apa..."
Ketukan pintu itu terdengar lagi, Eric akan beranjak dari tempat tidur untuk membuka pintu, namun dicegah oleh Edis.
"Biar aku saja yang buka...."
Kemudian Edis dengan rambutnya yang basah dan masih menggunakan kimono towel membuka pintu kamar.
"Siapa ya?"
Edis memang tidak mengenali Joni.
Joni terbata menjawab pertanyaan Edis.
Lalu Edis bertanya lagi,
"Anda mau cari siapa?"
Suara Edis membuat hati Nana tersentak, dia berjalan terhuyung-huyung melipir ke samping tembok untuk melihat sosok seperti apa sosok Edis dengan hati yang dipenuhi kegelisahan dan rasa penasaran.
Edis yang saat itu sedang berbicara dengan Joni tidak menyadari disitu ada Nana, karena memang mereka tidak pernah bertemu.
Jantung Nana berdegub kencang tak terkendali, rasanya sangat menyesakkan.
Dalam hatinya, "itukah wanita bernama Edis?"
Tanpa sadar, air mata Nana menetes satu per satu.
Inikah wanita luar biasa yang membuat Eric sedetikpun tidak bisa melupakannya....
Inikah wanita idaman Eric yang selalu membuat Nana hanya menjadi bayangan di mata Eric....
"Siapa Edis?"
Terdengar suara Eric dari dalam kamar.
Nana membalikkan tubuhnya dengan segera. Jantungnya semakin berdetak dengan cepat. Nana semakin takut dan hatinya menciut. Dia ingin lari tapi tiba-tiba kakinya menggigil rasanya seperti terhantam batu es hingga menusuk tulangnya.
Eric berjalan menuju pintu, dan melihat pria yang berdiri di depan pintu adalah Joni. Dia sangat terkejut.
"Joni??? Kenapa kamu ada disini?"
Joni tidak menjawab sepatah katapun, ia bingung merangkai kalimat yang ingin ia sampaikan pada Eric, ia sebenarnya tidak ingin terlibat masalah dengan majikannya.
Sekarang Joni mengerti kenapa Nana sejak tadi bersikap aneh dan penuh dengan kegelisahan. Joni lalu menoleh tanpa mengatakan apapun.
Eric melihat ke arah pandangan Joni menoleh, dan melangkah sedikit ke luar pintu lalu dia melihat seorang wanita yang berjalan sambil meratap ke tembok menuju lift.
"Nana...."
Edis terkejut mendengar Eric menyebut nama Nana. Dia tidak tahu Nana ada disana dari tadi.
Nana mendengar Eric menyebut namanya, dia lalu mengumpulkan tenaga sebanyak-banyaknya untuk mempercepat langkahnya agar bisa keluar dari tempat itu.
"Nana...!"
Eric berusaha mengejar Nana, namun Edis memegang tangan Eric. Joni buru-buru pergi mengikuti Nana yang sudah masuk ke dalam lift.
"Tuan, Saya pergi dulu"
Langkah Eric tertahan dengan pegangan tangan Edis.
Eric menatap Edis dengan tatapan matanya yang tajam,
"Kamu yang menghubungi Nana?"
"Aku tidak menghubunginya, dia yang menelponmu saat kamu mandi."
"Lalu kamu bilang apa?"
"Aku cuma bilang kamu sedang mandi, dan dia bertanya namaku, lalu aku menyebutkan namaku..."
Eric langsung mengambil ponsel yang dipegang Edis dan memeriksa riwayat panggilan masuk dan yang tidak terjawab. Namun tidak ada panggilan masuk ataupun panggilan tidak terjawab dari Nana.
Eric langsung melirik Edis dengan tatapan curiga,
"Edis... kamu sengaja kan?"
"Aku cuma...."
Eric tidak menunggu Edis menyelesaikan penjelasannya, dia langsung mengambil jaket dan kunci mobilnya, dan keluar kamar, namun Edis meraih tangan Eric,
"Eric, aku tidak bermaksud menyuruh Nana kemari. Aku menghapus riwayat panggilan itu karena aku tidak mau kamu salah paham padaku..."
Eric melepaskan pegangan tangan Edis, dia sejenak menatap wajah Edis yang sedang memohon padanya.
Tanpa berkata apapun, Eric melangkahkan kakinya dan berlari mengejar Nana.
Edis mengejar Eric namun kimono towelnya terselip di pahanya sehingga ia jatuh tersungkur.
Eric masuk ke dalam lift dan melihat Edis yang masih terduduk di lantai.
Eric hanya melihat Edis dan tetap membiarkan Edis yang menatapnya dengan iba berharap agar Eric membuka kembali lift itu dan membantunya.
Namun Eric hanya diam melihat Edia sampai pintu lift tertutup.
Eric sampai di lantai 1 lalu keluar dari lift, dia berlari ke pintu depan. Disana dia melihat Joni yang kebingungan di depan pintu.
"Nana dimana?!!"
"Tadi saya keluar, Non Nana sudah masuk ke dalam mobil dan langsung tancap gas menyetir sendiri."
Eric lalu berlari ke mobilnya yang terparkir agak jauh dari pintu masuk. Joni mengikutinya dan langsung masuk ke kursi kemudi, namun Eric menyuruhnya pindah posisi karena ia yang akan menyetir.
Eric menyalakan GPS-nya melacak ponsel Nana. Dia lalu mengikuti arah posisi ponsel Nana berada.
Selisih beberapa kilometer dari posisi Eric, Nana mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Dia memasuki tol dan mengemudi dengan kecepatan lebih dari 100km/jam.
Nana tidak mengerti apa yang dia rasakan saat ini kenapa begitu menyakitkan baginya.
Selama ini dia selalu menekankan pada dirinya untuk tidak berharap dicintai Eric, namun kenapa dia merasa dikhianati.
Kenapa Eric tidak bisa melupakan Edis....
Apakah dirinya dan Caesar tidak ada bagi Eric....
Pikiran Nana flashback mengingat yang pernah dikatakan Eric padanya,
Flashback,
(Saat Nana dan Eric berada di Mobil)
"Edis adalah wanita yang aku pilih dengan hatiku. Berbeda denganmu yang tiba-tiba datang ke kehidupanku tanpa seijinku... Jadi aku butuh waktu untuk menerima kehadiranmu."
(Saat Eric dan Nana berada di dekat Singapore river)
"Itu semakin menunjukkan bahwa aku dan dia memang memiliki banyak kecocokan. Sedangkan aku dan kamu, sama sekali tidak ada kecocokan."
"Dan sampai kapanpun dia akan menjadi orang yang pertama. Kamu bukanlah orang penggantinya, karena dia tidak pernah terganti. Aku akan memastikan tetap bersamanya meski aku sudah menikah denganmu."
"Aku tidak bisa hidup dengan orang yang Munafik dan berpura-pura kuat menjalani pernikahan ini."
"Nana, pernahkah kamu membayangkan hidup bersama dengan orang yang tidak kita kenal? Dan bagaimana Kita bisa hidup dengan orang yang berbeda dengan yang ada di hatimu?"
"Aku tidak akan bisa memberimu perhatian dan hatiku, jangan pernah berharap."
(Saat Eric memperkosa Nana)
"Kamu sendiri yang memulainya, Nana! Kamu yang memancingku untuk berbuat seperti ini, apakah aku sudah mirip seperti binatang?!!!"
(Saat Eric dan Nana di mobil)
"Sikapmu yang selalu menunjukkan seolah kamu adalah wanita yang paling hebat, ambisius dan tidak butuh orang lain, itu adalah keangkuhan yang tidak pernah aku sukai darimu."
Air mata Nana semakin deras mengalir hingga setiap bulir air matanya mengembun di seluruh lapisan korneanya. Nana sampai tak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depannya. Dia terus menyetir dengan semua luapan emosinya yang tak terkendali. Nana menangis sambil berteriak seperti orang gila atas rasa sakit dalam hatinya.
"Kenapa aku harus percaya padamu.... Kenapa aku harus mengenalmu.... Kenapa aku harus membuka hati untukmu...."
Eric sudah mulai mendekati mobil Nana, hanya berjarak 500 meter. Eric ingin mempercepat laju mobilnya, namun ia baru menyadari mereka sudah keluar dari jalur tol.
Di saat Eric hampir mencapai jarak 100 meter dari mobil Nana, ia melihat dari kejauhan lampu kuning di persimpangan exit tol East Coast Parkway di depannya berubah menjadi merah.
Eric merasa ini kesempatannya, saat mereka berhenti di lampu merah persimpangan depan, dia akan turun dan masuk ke mobil Nana.
Namun rupanya Nana yang sudah tidak fokus sejak dia keluar dari hotel. Pandangan Nana hanya tertuju pada jalan lurus di depannya. Matanya hanya melihat rekaman memori flashback yang sedang menguasai pikirannya.
Eric mengurangi kecepatannya, tapi ia terkejut melihat mobil Nana yang masih melaju kencang meski lampu merah di depannya sudah menyala beberapa detik yang lalu.
Eric melihat ke arah jalur exit tol di sebelah kanan yang bersimpangan dengan jalurnya saat ini.
Pandangan Eric tertuju pada sebuah dump truck yang melaju tepat di posisi bersimpangan dengan mobil Nana, belum sampai sedetik, Mobil Nana yang melaju memotong jalur dump truck. Bumper bagian belakang mobil Nana terserempet sehingga mobil Nana oleng ke arah kanan dump truck yang ternyata di sana ada mobil box petikemas.
Sopir mobil box tersebut kaget melihat mobil Nana yang tiba-tiba masuk ke jalurnya, dia berusaha menghindar dengan mengerem secara mendadak tapi karena beban yang dimuat sangat berat, sehingga mobil box tersebut malah terguling ke depan mobil Nana, dan mengakibatkan kunci hidrolik yang menahan petikemas terlepas dan box petikemas yang dimuat mobil tersebut menindih bagian depan Mobil Nana.
Suasana lalu lintas dalam sekejap menjadi kacau karena kecelakaan beruntun yang di dalam mobil yang terhimpit tersebut ada Nana yang sedang terjepit.
Eric keluar dari mobil, namun dipeluk oleh Joni, karena suasana lalu lintas masih kacau.
Namun Eric menghempaskan Joni yang sudah tidak kuat menahan kekuatan Eric.
Eric berlari menuju ke box petikemas yang di bawahnya ada Mobil Nana yang sedang terjepit.
Eric melihat Nana sudah tidak bergerak di kursi kemudi dengan kepala dan separuh badannya penuh aliran darah, bahkan darah itu terus mengucur dari kepala hingga ke tubuhnya sampai menetes ke aspal.
Beberapa orang tiba-tiba menarik Eric dan mencegah Eric untuk mendekati mobil karena posisi mobil tidak stabil, bisa saja mobil-mobil tersebut bergerak lagi atau bahkan meledak.
"Istri saya ada di sana!"
"Tunggu evakuasi dulu Tuan! demi keselamatan anda!"
"Tapi istri saya sekarat disana!"
Eric semakin kuat meronta, bahkan beberapa orang hampir tidak bisa menahan Eric. Namun Eric terus berusaha melepaskan diri dari pertahanan 5 orang yang mencegahnya.
Eric terus meneriaki Nana yang sudah tidak bisa mendengar apa-apa lagi.
Eric tidak pernah mengira malam ini menjadi malam yang tragis.
Mungkinkah ini adalah malam yang terakhir bagi Nana dan Eric....
-----------------------------------------
Bagaimanakah perasaan Eric terhadap Nana sebenarnya?
Apakah Eric memang sudah mencintai Nana?
Silahkan tinggalkan pendapat kalian di kolom komen di bawah ini ya....
Tetap setia membaca Novel ini,
Jangan lupa dukung author dengan klik: "Like"👍 "Love"❤️ dan berikan rating "Bintang 5"⭐⭐⭐⭐⭐ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Jin Hyung Noona
padahal udah baca berkali kali tapi tetep nangiiis
2023-02-22
1
amalia gati subagio
perempuan iq cerdas, eq & sq jongkok terjebak ambisi org tua atas nama cinta, dunia kanibal materialis, etika sebatas barter kepentingan senilai aset figur laki absurd songong
2022-12-08
0
Yuli Rafa
keren
2021-11-16
0