Rumah Duka

Pada hakikatnya setiap yang berjiwa akan merasakan kematian, entah kapan waktunya dan bagaimana caranya.

Dunia dan segala isinya beserta drama kehidupannya hanya bersifat sementara, sesungguhnya akan tiba saatnya kita kembali pada kampung halaman yang abadi.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Seminggu sudah kejadian itu berlalu, Ana masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi, hatinya masih berharap tentang keajaiban yang mungkin terjadi seperti keajaiban yang terjadi pada Adit. Ya Adit ditemukan selamat walau dengan kondisi yang memprihatinkan, tapi Angga hingga saat ini belum ada kepastian yang Ana dapatkan.

Malam yang dingin ini menjadi kian hampa dengan segala ketidak pastiannya. Setelah isya netranya masih saja tak bisa terpejam, menatap langit-langit kamarnya yang terasa semakin menyesakan.

Terdengar suara telpon rumah berdering, mengabarkan kabar yang tak pernah diharapkan, bahwa Angga dinyatakan gugur dengan bukti seragam hangus bertuliskan namanya dan juga tulang belulang yang juga ikut hangus terbakar.

Mendengar berita itu Ana hanya terdiam, menatap nanar lantai rumahnya.

“Jika itu takdir-Mu, aku ikhlas ya Rabb,” ucapnya lirih.

Tak terasa gagang telpon lepas dari genggamannya, Ana duduk bersimpuh di lantai, sesaknya dada seolah menghimpitnya, menjadi saksi bahwa menjalani kenyataan tak semudah mengucapkan sebuah kata. Ikhlas itulah kata yang dengan mudahnya diucapkan oleh setiap orang, tapi kenyataannya ikhlas dan sabar adalah perbuatan yang sangat sulit dan berat untuk dilakukan.

Ibu tergopoh membantu Ana berdiri dan mengajaknya duduk di sofa.

“Mas Angga bu,” ucap Ana lirih.

Ibu yang kini sudah berderai air mata, langsung memeluk putri semata wayangnya itu. Sedangkan Ana masih tak bergerak sama sekali, seolah syok dengan apa yang telah terjadi.

Bapak mengelus punggung Ana, mengajaknya untuk beristigfar.

“Pak, Bu, Ana harus pergi,” ucap Ana tiba-tiba.

“Pergi kemana sayang? Ini udah malem nak,” ucap Ibu.

“Ana harus ke bandara bu, Ana harus menyambut mas Angga bu,” ucap Ana cepat.

Ibu dan Bapak gelagapan dan hatinya terluka melihat tingkah putrinya seperti itu.

“Engga Na, ini udah malem,” larang Bapak.

Namun Ana tetap memaksa untuk pergi, untungnya saat itu Dirga sampai rumah dan memberikan kode pada ibu dan bapak untuk mengizinkan Ana melakukan apapun yang dia mau.

Dirga mengantar Ana menuju bandara, saat itu suasana bandara sangatlah riuh, karena membawa beberapa jenazah dari Suriah yang langsung dibawa ke rumah sakit untuk keperluan identifikasi lanjutan.

Ana dan Dirga langsung mengikuti ambulance ke arah rumah sakit.

“Maaass, tunggu Ana,”ucap Ana lirih di dalam mobil.

Apa yang dikatakan Ana sukses membuat hati Dirga berdenyut dan cairan bening sukses mengisi pelupuk matanya.

Dirga menggenggam tangan Ana, namun bibirnya kelu tak mampu memberikan kata-kata untuk menguatkan kakanya itu.

Sesampainya di rumah sakit, dengan langkah seribu Ana mengikuti arah peti-peti jenazah itu dibawa.

Tanpa sadar Ana berkali-kali menubruk orang yang berlalu lalang, dan berkali-kali juga dia menangkupkan tangannya untuk meminta maaf.

Dirga meminta izin untuk Ana bisa masuk ke ruang peti jenazah walaupun rumit, tapi setelah petugas tau Ana siapa, petugas mengizinkan Ana untuk memasuki ruangan itu.

Di sebuah peti bertuliskan Kapten Anggara Wijaya, Ana bersimpuh menahan tangis yang sejujurnya tak pernah dia bisa tahan.

“Mas, ini Ana mas,” ucap Ana terbata sampil mengelus peti itu.

“Mas janjikan sama Ana dan Damar, kita akan sama-sama sampai tua? Mas lupa? Mas mau ingkar janji? Mas tega membiarkan Ana merawat Damar sendiri?” rancau Ana sambil terisak.

“Mas ingetkan? Mas juga ingetkan Ana bakal marah selamanya kalo mas ninggalin Ana?” ucapnya lagi dengan memukul peti jenazah pelan.

Dirga yang tak kuasa mendengar apa yang diucapkan Ana, mulai mendekat dan menyentuh bibir Ana dengan telunjuknya.

“Cukup sayang, cukup! Biarkan mas Angga tenang dalam tidurnya! Udah yu jangan ganggu lagi!” ucap Dirga dengan derai air mata.

“Mas Angga bohong Dir! Mas Angga ingkar janji,” ucap Ana sambil memukul mukur dada bidang Dirga.

Dirga meraih tangan Ana lembut dan menariknya dalam dekapan. Dirga mengelus punggung Ana lembut.

Tanpa mereka sadari dari kejauhan Fachri menyaksikan semuanya, walau wajah Ana dan Dirga tak tampak telihat begitu jelas.

Dengan langkah gontai Fachri melangkah keluar rumah sakit.

“Begitu sakitkah ditinggal orang yang dicintai?” tanyanya dalam hati.

Dirga membawa Ana keluar ruangan dan mengajaknya duduk di sebuah bangku, Dirga memberikan Ana minum dan menenangkannya.

Ana memegangi botol minum sambil sesenggukan.

“Kita tidak tau apa yang direncanakan Sang Pencipta untuk hidup kita ka, tapi kita harus yakin apapun yang terjadi itu yang terbaik untuk kita,” ucap Dirga sambil mengelus kepala Ana lembut.

Ana terdiam dan bersandar di bahu Dirga untuk sesaat.

“Pulang sekarang yuk! Kasian Ibu, Bapak pasti cemas, Damar juga pasti kangen sama bundanya, ya kan?” ucap Dirga.

Ana mengangguk pasrah.

Proses identifikasi dengan cara test DNA ternyata tak semudah yang dibayangkan karena kondisi tulang belulang yang tak lengkap dan juga hangus membuat beberapa lokus dari DNA hilang, sehingga penyimpulan identitas hanya berdasarkan fakta olah TKP.

Acara penyerahan jenazah dari keluarga ke negara selesai dilaksanakan dan dilanjutkan dengan acara penguburan di salah satu taman makam pahlawan, Ana beserta keluarga dan juga keluarga besar Angga turut hadir dan saling memberikan suport satu sama lain.

“Kamu harus sabar, ikhlas demi Damar,” pinta bu Mar ibu mertua Ana.

“Insyaallah bu,” jawab Ana.

Kemudian mereka saling memeluk, merasa sama-sama terluka dan kehilangan.

Setelah semua orang beranjak dari pemakaman, kini tinggal Ana sendiri terpaku menatap batu nisan yang bertuliskan nama suaminya itu.

Bayangan-bayangan masa indah berputar di kepala Ana. Momen sakral ijab kabul, dan momen kelahiran Damar terbayang dengan jelas di kepala Ana.

“Bismillah mas mudah-mudahan Ana bisa menjaga Damar dengan baik, Ana ikhlaskan mas untuk pergi, semoga mas mendapatkan tempat terbaik di sana dan semoga kita bisa berkumpul kembali di syurga nanti,” ucap Ana.

Dia mencoba tersenyum walau air mata tak henti membasahi pipinya yang kini tertutup kacamata hitam yang cukup besar

.

Gemerincik hujan mengiringi langkah gontai Ana meninggalkan tanah kuburan yang masih basah itu. Dari kejauhan sepasang mata menatap Ana sendu.

Ana membiarkan tubuhnya terkena tetes demi tetes hujan yang jatuh ke bumi.

Tak terasa hujan turun semakin deras seolah langit ikut merasakan nestapa yang dialami oleh Ana. Ana tertunduk ingin rasanya berteriak dan berkata, “Mengapa ini harus terjadi padaku?”

Tapi pikirannya masih waras untuk tak melakukan hal itu.

Andaikan saja tak ada sebersit iman yang ternamam di hati niscaya cobaan-cobaan dunia ini mampu mengikis kewarasan, beruntunglah bagi insan yang masih memiliki iman di dalam hatinya.

Setelah beberapa menit menyendiri di bawah guyuran hujan, tiba-tiba petir menggelegar, Ana tertunduk dan menutup telinganya karena kaget, setelah petir berhenti, Ana kembali mendongkakan wajahnya dan mendapati dirinya terlindung payung yang dipegang oleh seseorang.

Selang 30 menit semua keluarga sudah berada di rumah duka, para tetangga mulai berdatangan untuk menyampaikan bela sungkawa.

Semua rekan kerja Ana di sekolah juga ikut melakukan takziah. Ana menyambut kedatangan semua kolega yang hadir termasuk teman-teman Angga dan Adit dari kesatuannya, mata sembab yang kini menghiasi raut wajahnya tak bisa Ana sembunyikan. Setiap dukungan moril yang diberikan rekan-rekannya ternyata malah membuat hati ana semakin sakit, walau sesekali ana menyembunyikannya dengan senyuman tipis di bibirnya.

Ana kembali ke kamar untuk menemui baby Damar yang ia tinggal untuk menerima tamu, Ana memeluk anak laki-laki semata wayangnya itu.

"Sayang, kini hanya ada kita, Bunda janji akan selalu menjaga dede, dede juga harus janji untuk selalu menjaga bunda ya nak!" ucapnya kemudian mengecup pipi dan kening baby Damar.

Damar yang seolah mengerti, mengangguk angguk dan tersenyum beberikan kekuatan pada Ana. "Bunaa," ucapnya pelan kemudia tangan imut milik damar memegang wajah ana dan mencium pipi Ana.

Ana tersenyum dan memeluk Damar erat.

Hari semakin gelap, baby Damar yang sudah tidur dikasur empuk miliknya. Ana masih termenung duduk di tepi ranjang memandangi foto pernikahannya yang terpajang di dinding kamar, sesekali tangannya mengusap air mata yang secara spontan terjun bebas dari kedua matanya.

tok.. tok.. tok..

Suara pintu kamar di ketuk dari luar.

"Ana, boleh ibu masuk?" terdengar suara bu Marini mertuanya.

Ana buru-buru membukakan pintu dan mengajak metuanya masuk ke dalam kamar dan mendudukannya di rajangnya.

"Ibuu...," ucap Ana pilu. Derai air mata jatuh semakin deras membasahi pipinya.

Bu Marini langsung memeluk menantunya itu dengan perasaan yang sama menyedihkannya seperti Ana.

"Sayang, ibu tau ini pasti menyakitkan buat kamu," ucap bu Marini dengan tangan yang sibuk mengusap air mata Ana.

"Meratapi kematian orang yang kita cintai mungkin dapat memberatkanya, kita sama-sama berdoa semoga Angga husnul khatimah, menjadi seorang yang meninggal dalam keadaan syahid."

Ana terdiam mendengar kata-kata ibu mertuanya.

"Benar, apakah mas Angga sudah bahagia disana? bertemankan bidadari syurga? jika iya aku rela melepasmu mas, tunggu aku di syurga."

Gumam Ana dalam hati.

"Ii.. iya bu, Ana akan pelan-pelan mengikhlaskan mas Angga," kini pandangannya menuju baby Damar.

Bu Marini yang sebenarnya tak tega melihat menantu dan cucunya dalam kondisi seperti ini

"Sayang, ayo kita makan, ibu dengar kamu belum makan dari pagi."

"Ana ga laper bu."

"Sayang kamu harus makan, kamu harus sehat untuk Damar"

Ana terdiam mencerna kata-kata ibu mertuanya.

"Iya bu Ana mau makan sebentar lagi Ana turun"

"Iya ibu tunggu ya nak," ucap bu Marini yang hendak keluar dari kamar Ana, namun bertapa terkejutnya bu Marini yang mendapati Ana yang tiba-tiba memeluknya dari belakang dengan erat.

"Bu.. terimakasih, terimakasih sudah melahirkan mas Angga untuk Ana," ucap Ana lirih.

Kini giliran air mata bu Marini yang terjun bebas dari matanya. Bu Marini membalikan badannya dan memeluk Ana.

"Terimakasih juga sudah melahirkan Damar untuk ibu dan membuat Angga bahagia."

Mereka berpelukan erat untuk beberapa saat, dan kemudian turun bersama untuk makan malam.

Beberapa sanak sodara menginap di kediaman Pak Tyo.

Hari berganti tak terasa 2 minggu sudah keluarga ini berkabung, sedangkan di rumah sakit, Adit mengalami kemajuan yang cukup baik, sekarang perban-perban ditubuhnya sebagian sudah di lepas walaupun kondisinya masih belum sadarkan diri.

Tasya dengan setia menemani suaminya, berdoa tiada henti. Sesekali bu Sintia dan Pak Tyo mengunjunginya memberikan semangat untuk Adit dan Tasya.

Cananga sudah bersiap untuk kembali kesekolah, memberikan ilmu untuk seluruh peserta didiknya, berharap setiap ilmu yang dia berikan menjadi amal jariyah untuknya kelak. Dia tidak mau larut dalam kesedihan dan menyusahkan orang-orang di sekitarnya.

Sekarang dirinya menjadi single parent untuk putra semata wayangnya, Ana sudah bertekad untuk menata hidupnya agar mampu memberikan kehidupan yang layak bagi Damar.

Dirga sudah menunggu Ana di teras depan.

Saat Ana keluar dan hendak mengeluarkan motornya, segera di cegah oleh Dirga.

"Ka mulai hari ini, Dirga akan antar jemput ya"

Ana mengerutkan keningnya

"Ga usah dir, kaka bisa ko sendiri"

"Ehh ga usah bantah, ini perintah bapak, kaka ingatkan masih dalam masa iddah? harusnya diem aja di rumah, jadi kalo mau keluar diantar Dirga!"

"Lah emangnya kamu ga kuliah?"

"Masuk siang, abis anter kaka, aku langsung ngampus, kalem kalem."

"Okelah, asiik punya ojek gratis, biasanya juga paling ogah kalo diminta anter-anter."

"Inikah beda sikon ka," jawab Dirga sekenanya.

Ana sedikit menunduk, air matanya kembali menggenang, kemudian membalikan badannya untuk mengusap air mata yang hampir jatuh.

Dirga menyadari ucapannya membuat kakanya sedih kemudian memeluk Ana dari belakang.

"Maafin Dirga, Dirga ga maksud bikin ka Ana sedih," ucapnya lirih.

"Ka Ana, kaka perempuanku satu-satunya, Dirga ga mau hal-hal buruk menimpa ka Ana lagi."

Ana membalikan badannya kemudian tersenyum pada adik bungsunya itu.

"Makasi dir, maafin kaka yang cengeng ini," ucapnya pelan.

Bu Sintia dan pak Tyo melihat kejadian itu di balik jendela hanya bisa menyeka air mata haru, bersyukur memiliki anak-anak yang saling menyayangi.

Adegan selanjutnya, setelah memakai helm, Ana naik motor di belakang Dirga.

20 menit kemudian sampai di gerbang sekolah tempat Ana mengajar.

Dirga membantu Ana melepaskan helm nya, kemudian mencium tangan sang kaka sebagai tanda sopan santun.

"Makasii ya ganteng," goda Ana.

"Lumayan ojek gratis," gumamnya dengan senyum terkembang.

"Aku langsung ngampus ya,kabari kalo mau pulang, nanti aku jemput,jangan pulang sendiri! inget!"

"Oke siap bos," ucap Ana.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," balas Ana.

Tanpa di duga ada beberapa anak perempuan yang selintas melihat kegiatan kaka adik itu, mereka malah berpikir yang tidak-tidak.

"Bu Ana hebat, udah bisa gaet cowo ganteng aja ya.. kita aja kalah," ujar beberapa siswi yang tak senghaja terdengar oleh Gilang, ketua kelas di 10 mipa 3 yang di walikelasi oleh Ana.

Gilang mengerutkan kening nya.

"Masa sih bu Ana, bukannya suaminya baru meninggal ya??" benak nya betanya-tanya.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐

Terkadang kita tertipu dengan apa yang kita lihat, tertipu dengan apa yang kita dengar.

Oleh sebab itu penting untuk selalu melakukan TABAYYUN, yaitu mencari kebenaran dengan sejelas jelasnya, jangan asal tuduh dan percaya.

Karena jika yang kita katakan itu tidak benar maka jatuhnya menjadi FITNAH, dan jika yang kita katakan benar maka akan menjadi GHIBAH.

💐💐💐💐💐

Terimakasih bagi yang sudah membaca,jangan lupa untuk tinggalkan komentarnya.

Mohon maaf jika masih banyak kekurangan nya... 🙏🙏🙏

Terpopuler

Comments

Dewi Sri

Dewi Sri

baru Nemu novel ini ....SGT bagus 👍💪

2022-09-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!