Tak mampu melepaskan
Walau sudah tak ada
Hatimu merasa masih tetap memilikinya
#
Rasa kehilangan, hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
#
Pernahkah kau mengira? kalau dia kan sirna?
Walau kau tak percaya dengan sepenuh j**iwa.
Bait bait lirik lagu band kenamaan ini sayup- sayup melantun syahdu dari meja kerja Ana.
Jemarinya yang letik begitu lihai membuka lembaran-lembaran buku tugas milik siswa siswinya. Saat ini ruang guru hanya dihuni oleh dirinya saja,sementara yang lain sedang bertugas di kelasnya masing-masing.
Pelahan matanya mulai berkabut, bibirnya bergetar, punggungnya ia sandarkan pada sandaran kursi yang diduduki olehnya, nafasnya tersenggal. Rasanya masih berat untuk percaya dengan semua yang terjadi, tapi dia paham jika semua yang ada di muka bumi itu fana, bahkan raga yang selama ini bersamanya itupun bukan miliknya, tak pernah ada hak paten untuk memilikinya.
Pelahan tangannya mengusap air mata yang sudah lolos terjun membasahi pipi putih nan mulusnya, dirinya terkejut saat pundaknya di elus halus dengan pelahan dia menoleh ke belakang, ternyata bu Vely. Bu Vely merentangkan tangannya menyambut Ana untuk masuk dalam pelukannya.
Ana menghambur pada pelukan bu Vely, bu Vely mengusap2 punggung Ana.
"Sabar sayangku, mba dan yang lainnya masih bersamamu, mba yakin kamu kuat ya!"
Ana mengangguk lemah, bu Vely melepaskan pelukannya dan menghapus air mata pada pipi Ana.
"Kuat ya, untuk Damar dan semua orang yang sayang sama kamu" Bu Vely menggenggam tangan Ana.
"Iya mba insyaallah, Ana minta doa nya," jawab Ana terbata.
"Udah jangan nangis lagi ya, mba jadi ikut sedih, sedih ga ada yang berisik," ucap bu Vely menghibur.
"Oiya na, td dianter Dirga kesekolah?"
"Iya mba, dia maksa,katanya selama masa iddah dia bakal anter jemput."
"Oo gitu."
"Tau dari mana mba?"
"Anak-anak kusak kusuk, bu Ana di anter cowo ganteng yang so sweet."
"Hhhaha.. ada-ada aja."
"Lagian punya adik sama kaka ko ganteng-ganteng sih bikin orang-orang pada kesengsem aja," celetuk bu Vely yang sempat naksir Aditya beberapa tahun lalu.
"Yaa gimana ya mba, namanya juga mahluk blasteran, liat ni muka aku blasteran juga kan?" tanya Ana.
Bu Vely mengerutkan keningnya.
"Blasteran dari Hongkong?" ledek Bu Vely.
"Bukan ii mba masa ga keliatan? blasteran apa sama apa coba?" tanya Ana.
"Meneketehe ah," jawab Bu Vely.
"Sini-sini liat!" seru Ana sambil mendekatkan wajah Bu Vely ke arahnya.
"Blasteran bidadari syurga dan dunia lohh mba, masa ga keliatan," kekeh Ana jumawa, disambut dengan senyum sebal Bu Vely.
"Aiishhh," ucap Bu Vely hendak memukul Ana.
"Ampun neng jagoo," Ana menutup muka karna takut kena bogem Bu Vely.
Merekapun tertawa bersama. Dan Bu Vely merasa bahagia melihat Ana bisa tertawa kembali.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang asik menyaksikan live drama tadi, yes orang itu Gilang.
"Yes sudah ku duga, bu Ana itu wanita terhormat ga mungkin aneh-aneh," gumamnya dalam hati dengan senyum terkembang. Sebenarnya tadi pagi setelah mendengan gosip-gosip murahan itu, ada rasa kesal yang timbul, dia merasa wali kelas sebaik bu Ana tak pantas di bicarakan yang tidak-tidak oleh murid-muridnya.
Gilang kembali ke kelasnya dengan perasaan damai, aman, sentosa dan kembali melahap cilok yang dibelinya sebelum mengintip hhe.
***
Sekitar pukul 14.30 bel sekolah berbunyi, semua penghuni sekolah berhamburan meninggalkan sekolah, Ana dan rekan-rekannya masih sibuk membereskan meja kerjanya masing-masing.
Dirga yang sudah sampai di parkiran langsung bergegas menuju ruang guru, banyak tatapan kagum dari anak2 sekolah yang dia lewati.
Sesampainya di depan ruang guru, Dirga berdiri di depan pintu bersandar pada kusen pintu sambil memperhatikan suasana ruang guru yang sudah mulai sepi.
"Dirga," sapa pak Renan, membuat Ana menoleh pada pintu.
"*C*owo ganteng so sweet," kekeh Ana dalam hati.
Dirga langsung menyalami dan mencium punggung tangan pak Renan yang notabene gurunya dulu.
"Gimana kuliah nya lancar?"
"Alhamdulillah pak lancar," jawab Dirga.
"Jemput Ana?"
"Iya pak, takut di gondol kucing," ucap Dirga sekenanya dengan sedikit senyum jahil.
"Kamu tuh ya dari dulu ga berubah masih suka bercanda," ucapa Pak Renan yang sebenarnya 11,12 dengan Dirga.
"Yeh enak aja, mana ada kucing yang bisa gondol bidadari syurga gini," sela Ana.
"Lagu Uje kali ah bidadari syurga," celetuk Dirga
yang mengundang tawa bu Vely dari ujung meja.
"11,12 ah, yu kita pulang," ajak bu Vely.
Mereka ber empat beriringan keluar dari ruang guru.
"Dir tau ga? kamu jadi bahan gosip di sekolah loh," celetuk bu Vely.
"Wah masa bu? gosipnya apa?" tanya Dirga antusias.
"Bu Ana punya brondong buladig," seloroh Ana, yang dibalas dengan pencetan di hidung oleh Dirga.
"Dirga, aku ga bisa nafas, tolong-tolong!" ucap Ana lebay.
"Sini kaka kasi napas buatan H2S," ucap pak Renan dengan posisi pantat yang sedikit di tunggingkan.
"Astagfirullah, duh ga boleh ini, ga boleh sering-sering ngumpul, bisa hilang wibawa," kekeh Dirga, yang seharusnya di katakan bu Vely yang sejak tadi masih terkekeh menahan tawa.
Canda tawa mereka terpisah di tempat parkir, Dirga memasangkan helm di kepala Ana.
"*P*antesan anak-anak ribut, adik idaman" gumam bu Vely dalam hati.
****
"Dir, kaka mau ke rumah ka Angga, ketemu Ibu sama Thalia, ada yang mau kaka sampein, kamu mau nganterin ga?"
"Hayu aja aku mah," jawab Dirga.
Tapi baru juga seperempat jalan, terdengar suara Adzan Ashar yang menggema dari seluruh speaker masjid.
"Ka ke mesjid Agung dulu ya, udah Asar," ajak Dirga.
"Iya hayu, nanti kaka tunggu di alun-alunnya aja ya, soalnya lagi halangan."
Dirga melajukan kendaraannya menuju parkiran masjid yang langsung berhadapan dengan alun-alun kota.
"Hati-hati, jangan jauh-jauh ya!"
"Oke kalem, bukan anak Tk ini," sahut Ana.
Selepas Dirga memasuki masjid, Ana duduk dikursi yang terdapat di alun-alun. Dia memandangi foto-foto di galeri Hp nya, sesekali senyumnya merekah dan tak lama air matanya menetes kembali, segera ia usap pelan mencoba berekspresi sewajar mungkin kembali, Ana tak ingin membuat orang-orang merasa khawatir.
Setelah beberapa saat suara imam masjid terdengar mengucapkan salam. Ana besiap menuju parkiran motor Dirga, tiba-tiba tubuhnya merasa ditarik oleh seseorang.
Ana menoleh, ternyata selempang tasnya terkait pada pegangan kursi, Ana meraih tali selempang tasnya pelahan.
"Hampir saja tadi berdrama," gumamnya sambil membayangkan dirinya berkata "Tolong aku, lepaskan!" bak di sinetron, "Hihi" Ana tersenyum oleh khayalannya sendiri.
Dirga dan Ana kembali melanjutkan perjalanan menuju kediaman Ibu Marini, sesampainya di rumah asri yang cukup besar namun berpagar rendah.
"Assalamualaikum," salam Ana dan Dirga sambil mengetuk pintu rumah.
"Waalaikumsalam," terdengar suara Thalia sambil membuka pintu.
"Eh ka Ana, ka Dirga, ayo masuk!" sambut Thalia.
"Tha ibu ada?"
"Ada ka, lagi di dapur, sebentar Thalia panggil dulu ya."
Beberapa saat kemudian ibu dah Thalia kembali ke ruang tamu dengan 2 gelas teh manis beserta cireng isi kesukaan Ana yang kebetulan di buat bu Mar hari ini.
Ana dan Dirga bergegas mencium punggung tangan bu Mar.
"Sehat kamu sayang?" tanya bu Mar lembut.
"Alhamdulillah bu, ibu sendiri gimana?"
"Alhamdulillah ibu jg sehat, ibu bikin cireng isi kesukaan kamu Na, tadi ibu dah niat nyuruh Thalia pesen ojol buat anterin ke rumah."
"Waah kebetulan ni bu, Ana icip ya bu." ucap Ana sambil nyomot cireng isi ayam pedas yang mantul buatan ibu mertua tersayang.
Setelah asik dengan camilan dan obrolan ringan, Ana menyerahkan sebuah amplop kuning yang cukup tebal.
"Apa ini sayang?" tanya bu Mar.
"Bu, ini uang santunan dari kantor dan teman-teman yang takziah ke rumah."
Bu Mar sedikit mengerutkan keningnya.
"Ana mau ibu yang menerima dan memanfaatkannya sebaik mungkin."
"Tapi Na, ini hak kamu dengan Damar," ucap bu Marini dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Kemudian Ana mengeluarkan amplop yang lain, berisi buku rekening milik Angga.
"Ini juga bu, tolong diterima didalamnya ada tabungan milik mas Angga dan juga gaji pensiun dari kantor akan di transfer tiap bulannya ke rekening ini, mohon ibu juga terima ini ya, gunakan sebaik mungkin, untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah Thalia."
"Ka, ga perlu mikirin biaya kuliah Thalia, biar itu jadi tanggung jawab Thalia," ucap Thalia terbata.
"Ga apa-apa Tha, tp maafin kaka, masih belum bisa memberikan dari hasil keringat kaka sendiri, tapi kamu kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi kaka, anggap kaka seperti ka Angga ya!"
Kini bukan hanya ibu yang terharu, Thaliapun ikut menitikan air matanya. Kaka ipar macam apa, memiliki hati yang sungguh mulia seperti ini. Thalia menghambur ke pelukan Ana, Dirga tak menyangka kakanya memiliki hati semulia itu, ikut tertunduk terharu.
"Bu, Ana minta doanya supaya sehat bisa membesarkan Damar dengan baik," ucap Ana pada bu Mar.
Bu Mar memeluk Ana erat.
"Iya sayang, pasti ibu selalu doakan, dan jika suatu saat nanti kamu menemukan seseorang yang bisa buat kalian bahagia, ibu mohon buka hatimu kembali ya nak, kamu masih muda, kamu berhak untuk kembali bahagia."
Pesan bu Mar pada Ana.
"Insyaallah bu," balas Ana dengan nafas yang berat.
Hari sudah hampir magrib, Ana dan Dirga pamit pulang.
Setibanya di rumah, Ana membersihakan diri dan menggendong baby Damar untuk ikut makan malam.
Canda tawa yang sempat menghilang sudah mulai kembali lagi.
Pak Tyo dan Bu Sintia merasa cukup bahagia melihat putri kesayangan mereka kembali tersenyum ceria, ditambah kabar kondisi Adit yang semakin membaik.
Usai makan malam dan sholat isya,Ana menina bobo kan Damar, kemudian dia termenung disudut ranjangnya mengingat kata-kata bu Mar.
"Mas, jika aku ingin bersamamu sesurga bagaimana? aku tak ingin bersama dengan laki-laki lain, aku ingin kita berkumpul kembali di syurga nanti" gumam Ana dalam hati.
Seingatnya pernah dikatakan dalam suatu riwayat jika seorang wanita menikah lebih dari satu kali dalam hidupnya, maka di Akhirat akan dikumpulkan dengan suaminya yang terakhir.
note:
nanti temen-temen cari haditsnya ya.. bantu komen di kolom komentar ya.. makasi..
oiya
tadi di atas ada istilah buladig, artinya kucel, kumel 🤭🤭🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments