Malang.
Sebuah kota kecil di titik timur pulau Jawa, terkenal dengan ramai wisatanya, penuh warna-warni kuntum bermekaran diselimuti sejuk udara khas pegunungan.
Itulah pandangan pertama gue setibanya di kota Malang.
Begitu mengenal lebih dalam, Malang menyimpan luka yang dalam.
Sungguh malang dirinya. Menyimpan luka itu sendirian.
***
"Kita mau kemana sih Mas" gue penasaran. Tiba-tiba aja Kai ngajakin gue pergi ke luar kota. Kirain mau ngajak refreshing lagi ke Bandung atau yang deket-deket Jakarta kayak waktu itu. Eh ini malah pesen tiket pesawat ke Malang. Sekitar satu setengah jam kemudian kita mendarat di bandara Abdulrachman Saleh Malang. Kai buru-buru pesen grab buat jemput kita. Dan udah hampir dua puluh menit mobil yang kita tumpangi jalan tapi Kai belum juga ngasih tahu tujuan perjalanan kita.
"Ini bentar lagi juga nyampe kok." cuma kayak gitu jawabannya. "Nah tinggal di ujung jalan itu" lanjutnya menunjuk sebuah bangunan tingkat tiga di ujung jalan.
Bangunan bertuliskan Werdha Medika itu berdiri kokoh di seberang jalan utama. Banyak orang berlalu lalang disetiap sudutnya. Begitu sampai di pintu masuk, Kai menggandeng tangan gue memasuki lift yang terletak sekitar lima meter di sebelah kanan meja informasi. Gue makin penasaran kan sebenarnya motif Kai ngajak gue ke sini itu apa. Begitu sampai di lantai dua, Kai berjalan menuju salah satu ruang kamar bernomor 203.
Gue mengekor Kai dari belakang. Ditujunya seorang wanita yang sedang bersenandung kecil di bangku dekat jendela, umurnya sekitar lima puluhan akhir atau enam puluhan awal. Sebuah rajutan kaos kaki kecil ada di genggaman tangannya.
"Assalamualaikum Mi" Kai menyapa wanita itu pelan.
Mendengar sapaan dari belakang, wanita tua itu menoleh. Dibenarkannya kacamata berbingkai hitam di telinganya itu untuk lebih jelas melihat siapa yang datang menyapanya.
Kai mendekat dan bersimpuh di depan wanita yang ia panggil Umi itu. "Mi, ini Kai Mi. Kai pulang"
Umi? Barusan Kai panggil dia Umi? Berarti ini... ibunya Kai?
"Kai siapa?" tanya wanita itu terheran-heran.
Bentar..bentar.. kenapa tingkahnya kayak nggak kenal gitu sama suami gue.
"Ini Kai Mi. Anak Umi" pelan-pelan Kai menjelaskan.
Wanita tua itu kebingungan, kerutan di dahinya terukir jelas di sela-sela wajahnya yang mulai mengeriput. "Enggak.. Umi nggak punya anak laki-laki"
Gue bisa melihat sebuah luka tertoreh di wajah suami gue. Matanya sudah sembab berkaca-kaca tapi dia tetap berusaha tersenyum. "Ini Kai. Anak bungsu Umi. Adeknya mbak Kanya. Umi inget kan?"
Wanita itu berpikir sebentar, kemudian dia menggeleng"Bukan.. Anak Umi perempuan... bukan kamu" Diletakkannya kedua tangannya di legan kursi untuk menopang berat badannya. Ia berdiri dan berbalik. Seketika itu, mata kami bertemu. Tampak sebuah keterkejutan di raut mukanya. Namun keterkejutan itu berubah menjadi senyum bahagia saat dia berjalan pelan menghampiri gue.
"Nduk.. ini kamu nduk..." Wanita yang Kai panggil Umi itu menangkupkan tangannya di kedua pipi gue. "Kamu kok tambah kurus nduk..." pandangannya beralih mengecek badan gue hingga sampai ke perut gue. Dipegangnya perut rata gue sambil berkata, "Bayi kamu gimana kabarnya? Kamu kurus begini. Kasihan, anak kamu butuh nutrisi. Sini-sini Umi punya banyak makanan. Kamu makan yang banyak ya"
Gue natep Kai bingung saat Umi menyeret gue duduk ke kursi di dekat jendela yang beberapa waktu lalu dia duduki. Kemudian dibukanya nakas kecil disebelah ranjang berseprei putih. Umi mengeluarkan beberapa kudapan dan memberikannya ke gue. Ada binar dimatanya ketika dia dengan telaten mengurus gue. Ah, gue jadi kangen Mama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Tania Indah Purnama
kasian iih kai uminya kenapa bisa kaya begitu 😣
2022-06-29
0
Cho Linah
pikun atau kai anak angkat🤔
2021-09-27
0
HNF G
mungkin kai mau nikahin klee krn klee mirip kakaknya
2021-06-14
0