Percuma nolak, laki gue itu kalo udah kekeh sama kemauan nggak ada yang bisa ngalahin. Mau nggak mau gue biasain panggil dia Mas. Emang aneh sih awalnya, tapi lama kelamaan biasa aja. Malah makin ke sini dia sering panggil gue dek. Geli nggak?
"Dek, mau Mas anterin ke dalam?" tanya suami gue ketika mobil yang kita kendarai berhenti di depan gedung kantor perusahaan almarhum bokap gue. Sambil melepas seatbealt gue menjawab, "Nggak usah, gue bisa sendiri".
"Oke, nanti pulang Mas jemput ya."
Gue cuma menangguk, membuka pintu mobil dan berjalan menuju pintu masuk perusahaan.
Rasanya asing banget. Sudah bertahun-tahun gue nggak menginjakkan kaki di sini. Terakhir kali, waktu gue masih pake seragam putih abu-abu, nemenin Mama nganter dokumen buat Papa. Rasanya waktu sudah berlalu sangat cepat. Banyak yang berubah di sini. Meja resepsionis yang dulu ada di samping pintu masuk kini ada di dekat tangga, lebih lebar dan lebih mewah. Desain interiornya pun berubah, meski simple tapi tetap terlihat classy dan exclussive. Gue melangkahkan kaki menuju lift, tidak mengindahkan para pegawai yang saling bersibisik ketika berpapasan dengan gue. Mungkin mereka penasaran apa yang dilakukan anak mantan presdir mereka di sini. Gue yakin habis ini gue bakalan jadi topik panas perbincangan mereka di sela-sela jam makan siang.
Sekarang gue udah duduk di depan dia, Om Yudha, yang dengan santainya menatap gue nyinyir di balik meja kerjanya.
"Gimana kabar pernikahan pernikahan kamu, Klee?" tanyanya memulai pembicaraan.
"Nggak usah basa-basi" ucap gue ketus.
"Ternyata kamu belum berubah ya. Heran, bagaimana suami kamu bisa tahan dengan sikap kamu yang seperti ini?"
"Nggak usah bawa-bawa Kai" bentak gue.
Dia cuma terkekeh, "Nggak salah kakek pilihin suami buat kamu, dia cukup... emm challenging and unpredictable."
Sudah gue bilang kan suami gue itu paling bisa diandalkan. Termasuk dalam hal bargaining sama Om gue yang alotnya kayak lemak kambing.
"Jadi kamu mau kursi yang Om duduki saat ini?" tanyanya sakartis.
Pengen gue jawab iya, tapi gue sadar diri, nggak semudah itu menduduki jabatan CEO. Apalagi gue masih muda, belum banyak pengalaman, dewan direksi nggak akan semudah itu ngasih kepercayaan besar ini ke gue. Jadi gue harus tahu diri, memulai semua dari bawah.
"Om tenang aja, nggak akan aku rebut sekarang" jawab gue disambut dengan kekehan pelannya.
"Oke, Om tunggu saat itu Klee" lanjutnya.
"Jadi apa yang harus aku kerjakan di sini?" tanya gue.
Om Yudha mengeluarkan beberapa dokumen dari lacinya dan membukanya di hadapan gue.
"Sebuah perumahan?" tanya gue spontan setelah mempelajari sekilas beberapa berkas yang kini ada di tangan gue.
"Iya, perumahan elite di Jakarta Selatan. Tugas kamu mengelola dan mencari konsumen properti untuk perumahan ini?" jelasnya singkat.
"Cuma itu?" remeh gue.
Dia menangguk.
"Om bercanda? Apa-apaan ini? Om menghina kemampuan aku? Yang aku tahu Om punya banyak proyek besar seperti pembangunan bandara, penyediaan gedung perkantoran beberapa perusahaan asing di luar Jawa, terus ada juga properti ritel dan perdagangan yang sekarang sudah merambah ke Hongkong dan Taiwan. Dan sekarang, Om cuma kasih aku proyek sekecil ini?"
Laki-laki paruh baya di hadapan gue ini tetap tenang.
"Lalu Om harus apa? Mempercayakan proyek-proyek besar itu sama kamu. Ini pekerjaan Klee, bukan hanya sekedar permainan. Resikonya besar."
"Tapi ya ga bisa gini juga Om. Pokoknya aku nggak mau proyek ini" kata gue sambil melempar berkas-berkas yang gue pegang ke atas meja.
"Fine, kalau kamu nggak mau, kamu bisa keluar dari kantor Om."
"Maksud Om?"
"Om sudah ngasih kamu proyek tapi kamu sendiri kan yang nolak. Kamu bisa keluar dan silahkan duduk-duduk atau atau lakukan apa aja yang kamu mau di luar. Jika dewan direksi bertanya, Om bisa jawab kamu sendiri yang menolak untuk bekerja."
Skak mat. Gue nggak bisa biarin dewan direksi memberi gue penilaian yang jelek. Gimana pun gue butuh pencapaian untuk diakui di perusahaan ini. Kapan gue bisa duduk di kursi yang sekarang di duduki Om gue kalau gue nggak bisa membuktikan kinerja gue. Tadinya gue pengen pegang proyek-proyek besar sehingga pencapaian gue bisa langsung terlihat di mata dewan direksi. Tapi sepertinya gue harus bersabar. Dengan masih emosi gue rapikan lagi berkas-berkas yang tadi gue lempar ke atas meja. Sementara Om gue tersemyum penuh kemenangan.
Tok tok tok. Suara ketukan pintu menginterupsi.
"Masuk" perintah Om gue ke orang di balik pintu itu.
Seorang karyawan laki-laki yang gue duga baru menginjak usia tiga puluhan masuk dan memberi salam.
"Bapak memanggil saya?" tanya lelaki itu dijawab dengan anggukan lembut Om Yudha. Kemudian Om Yudha mengalihkan pandangannya ke gue.
"Ini Galvin, project manager di perusahaan. Dia yang akan membantu kamu bekerja di sini. Meskipun dia tergolong muda tapi dia cukup cekatan dan berpengalaman dalam bisnis properti. Jadi kamu bisa banyak belajar dari dia." jelasnya.
Bos besar itu kemudian menoleh ke karyawannya dan berkata, "Galvin, ini keponakan saya Krystal. Mulai sekarang dia atasan kamu. Dia memang belum banyak pengalaman, jadi tugas kamu untuk mengajari dia"
"Iya pak. Saya mengerti."
"Sekarang kamu antar keponakan saya ke ruangannya"
"Baik pak."
Lelaki itu kemudian menoleh ke arah gue dan sedikit membungkuk memberi hormat. Gue bergegas berdiri dan meninggalkan ruang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Tania Indah Purnama
agak kesel sama sifat klee disini hahhaah
2022-02-23
1
Alyn azzis
itu yg seharusnya kleee
2022-01-18
2
Sukmala Yeni
buang dong kalimat gue nya, gak enak baca nya
2021-08-08
0