Di tempat lain Raka malah baru selesai mengguyur tubuhnya dengan air hangat dari shower-nya. Setengah terburu-buru ia mengenakan baju yang bagus dan wangi untuk diam-diam pergi menjenguk ke hotel itu. Tapi kali ini dia lebih waspada. Segera dia cek aktivasi GPS di ponselnya agar dirinya tidak terlacak lagi oleh Pak David yang pasti akan selalu menguntitnya dalam kondisi saat ini. Lalu ia segera berjalan mengendap keluar sambil memesan taksi online.
Namun sayang usaha yang dilakukan Raka pagi itu berakhir sia-sia karena bisa sudah tidak ada lagi di hotel itu.
Melihat kamar hotel yang terbuka, sama sedang di clean up oleh housekeeping, Raka cukup paham kalau Risa sudah meninggalkan hotel. Dia pun bertanya kepada petugas tersebut.
"Mas, yang booking kamar ini check out dari jam berapa?"
"Sebelum jam sepuluh kayaknya, mas ..."
Raka gelisah sekaligus kesal
Sial! Ke mana Mbak Risa? Aku harus menemukannya, paling tidak aku tidak boleh membiarkannya jalan sendirian.
Raka segera bergegas pergi meninggalkan koridor hotel itu.
***
Kilau matahari pagi yang menembus jendela ruang rawat membangunkan Bram dalam kesadaran yang sempurna meski tubuhnya masih sakit dan ngilu tapi setidaknya ia jauh lebih sehat daripada hari-hari yang lalu.
Bram melirik ke sofa tempat biasa Aryo tertidur pulas ternyata dia sudah tidak ada di sana pantas saja suara dan kursinya tidak lagi terdengar. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara pintu ruangan yang berdiri terbuka. Bram cuek saja namun ia hampir syok ketika melihat siapa yang datang. Risa!
Bram reflek terduduk dari tempat tidurnya. saking senangnya ia bahkan hampir turun Untung saja selang infus itu sedikit menyisakan rasa sakit ketika ia sedikit bergerak.
"Risa!? kamu?!"
Ucap Bram setengah memekik.
Alih-alih, Risa yang malah balik khawatir padanya, dari situ ia langsung berlari mendekati Bram dan menahan tubuhnya.
"Jangan banyak gerak dulu, nanti tangan kamu bisa bengkak sama jarum infus itu kalau kamu banyak bergerak."
Ucapnya, suaranya terdengar begitu manis
Deg! Sentuhan tangan Risa ke dadanya yang bidang seakan mengalirkan energi listrik ke sekujur tubuhnya. Aliran energi itu pun seakan tersambung menyengat jantung Risa saat ia tak sengaja menatap mata Bram. seketika gadis itu berubah gugup lalu segera membuang wajahnya.
Tiba-tiba datang Ayu dan kedua orang tua Bram masuk ke ruangan. Bu Tami reflek menghardik keberadaan Risa disitu.
“Heh, ngapain kamu disini, hah?”
Wajah Risa langsung memerah. Ayu langsung menarik tangan Bu Tami sambil mendelik seakan memberikan kode agar dirinya diam. Cuma Pak Banan yang kelihatan kayak orang bingung.
“Maaf Mbak Risa, ibu saya langsung ngegas aja. Yaahh.. namanya juga orang tua, ya … jadi nggak enak deh saya. Harusnya kan kami berterimakasih sama mbak Risa yang udah jagain Mas Bram.”
Rasa syok Risa mereda, walau ia masih melihat senyuman Bu Tami yang kelihatan terpaksa. Tiba-tiba Dokter muncul membawa kabar gembira.
“Sepertinya ini pemeriksaan terakhir saya, Mas Bram sudah boleh pulang siang hari ini juga.”
“Emang udah nggak ada yang dirasa lagi, Bram?”
Tanya Pak Banan.
“Dada saya masih sering sakit sih?!"
“Nanti dilanjutkan berobat jalan ya mas, sejauh ini sih kondisi kesehatan Mas Bram sudah banyak kemajuan.”
“Alhamdulilah, Bram … harusnya lo seneng bisa pulang, seenggaknya masih ada rumah buat tempat lo bernaung.”
Bram tercenung mendengar kalimat Risa, tiba–tiba Ayu mendekat.
“Mbak Risa juga boleh pulang ke rumah kami kok. Biar ada yang merhatiin mas Bram juga kan?”
Risa kaget, tapi karena Bu Tami akhirnya mengangguk, ia menjadi sedikit lega.
“Ya sudah sementara kamu ikut kami pulang aja ya?”
Bram tersenyum lega, Pak Banan malah mikir.
“Tumben anak sama bini gue jadi baek gini… kenapa ya … ?”
***
Kabar kepulangan Bram samapi juga di telinga Aryo yang sejak tadi sibuk menunggu hapenya di perbaiki di tukang servis, lalu setelahnya sibuk mojok buat menyelesaikan postingan demi postingan yang tertunda. Kabar itu menyempurnakan keheroikannya sendiri, Aryo ke rumah sakit membayarkan semua biaya perawatan Bram dari uang hasil monetisasi. Ia juga paling kelihatan bahagia begitu mengetahui Risa diperbolehkan tinggal sementara di rumah Bram. Sedikit koding kodingan sama Ayu yang kecipratan lembaran uang yang tak seberapa dari keseluruhan hasil monet, alasan Aryo cukup simple…,
“Gue bagi lo segini, karena duit gue kesedot banyak noh buat biayain mas elo!”
Ucapnya meyakinkan.
“Tapi bulan depan, bakal nambah banyak, kan?”
“Aminnn … Semua tergantung dari trik kita. Makanya lo harus bantuin gue ngebangun channel ini. Anggap lah lo tim belakang layar gue."
“Gue harus ngapain lagi mas…?”
“Colong-colongin aja tuh momen baper mas elo ama si Risa, kita bikin Yulia cembokur berat. Gue yakin jagat maya ini bakalan heboh kalo hubungan Mas elo sama Si Risa keangkat!”
Ayu berbinar binar, hatinya berbunga bunga mendengar proyek besar rancangan Aryo yang super rahasia ini. Diliriknya Risa yang sungguh sungguh mendorong kursi roda Bram, tak lama mereka belok ke parkiran. Sehingga mereka tak bertemu muka dengan Raka yang berlarian di koridor itu mencari nomor ruang rawat yang baru didapatnya dari resepsionist tadi.
"Aku yakin banget Risa datang ke sini!"
Batinnya sambil mempercepat langkahnya. Namun ia mendadak syok melihat ruangan Raka sudah kosong, tak ada perawat atau siapapun disitu.
“Sial! Kemana mereka pergi?! Aaah… jangan jangan Raka udah pulang ke rumahnya. Aku harus cari tahu rumah Raka. Tapi gimana caranya?”
Raka terdiam seolah berpikir sesuatu, sampai akhirnya dia tersenyum licik.
“Yulia?!”
Lalu lelaki itu segera meninggalkan koridor itu dengan langkah lebih terburu-buru.
***
Lemari besi itu dipukul kasar oleh bogem mentah Pak Hendro saat mendengar laporan stafnya soal penarikan saham Pak David dari perusahaannya.
“Apaa?! Ini nggak bisa dibiarin, tanpa investasi Pak David kantor ini akan bangkrut mendadak! Aset kita cuma sanggup menutup hutang perusahaan saja. Kita harus pertahankan modal ini. Ini semua gara-gara tukang shooting brengsek itu!”
Staf yang melapor jadi ketakutan,
“Kalau kantor ini bangkrut, berarti kita semua akan dipecat dong, pak?”
Pak Hendro diam, wajah dinginnya seketika terlihat begitu horor sampai kemudian ia mendapatkan telepon dari Pak David.
“Haloo … sudah menerima konswekuensinya bermain-main dengan keluarga saya, kan?”
Pak Hendro seketika gugup.
“Maafkan anak saya, pak … saya sadar anak saya sudah mempermalukan Raka dan Keluarga bapak. Tapi tolong jangan cabut saham bapak di perusahaan kami.”
“Terlambat”
Tiittt!
Telepon ditutup, seketika Pak Hendro lemas. Tapi selanjutnya ia mengamuki semua barang yang ada di kantornya seperti orang kalap, para karyawan berlarian meredamkannya, tapi amarahnya jauh lebih besar melebihi kesabarannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
Semangat
2021-01-21
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
Hadir kembali
bersama "cinta pak bos"😉
semangat dan ditunggu kedatangannya💪😊
2020-12-26
0
Sunny
Masih sering kebalik balik nama pemerannya
2020-12-02
0