"Udaaah lah, Bu! Setuju aja Mas Bram dijadiin selebgram. Duitnya banyak kalau sampai rencana kita berhasil. Bukan cuman kita aja yang kecipratan rezekinya. Mas Bram juga bisa hidup bahagia sama Mbak Risa.
Bener, bu."
"Jadi gimana...? Kalian mau kan bantu saya buat mempersatukan mereka...?"
Semuanya diam, sampai kemudian Ayu menegaskan perjanjian tak berkontrak itu.
"Siap, mas! Ayu setuju sama idenya mas Aryo. Pokoknya Ayu bakal dukung semua rencana ini sampai berhasil!"
Diam-diam Aryo tersenyum licik.
"Gue tinggal ngeblow up si Risa lagi supaya dia deket sama si Bram. Soal si Bram biar keluarganya yang pengaruhin dia, gue yakin semua misi ini akan berhasil. Hahaha..."
***
Pak Banan masih sibuk membenahi posisi tidur Bram yang tampak beberapa kali kesakitan. situasi jadi heboh saat Aryo, Ayu, dan Bu Tami masuk.
"Ya ampun... Bram kenapa, Pak... kok infusnya bisa lepas gitu?"
"Jatoh! Ini nih mau ngerebut hp. Abisnya ngotot banget mau nelpon si Yulia."
Jrengg!
Semuanya terkejut. Aryo menyeruak seraya memeriksa luka benturan Bram.
"Wah... Ini mesti manggil suster nih buat masangin infusnya. Sebentar...!"
Aryo langsung menekan intercom dan meminta seorang suster segera datang ke ruang rawat Bram. Tak lama suster itu pun tiba lalu meminta semua yang ada di situ keluar. Meski kecewa Bu Tami dan keluarganya menurut diperintah suster itu. kecuali Aryo sempat minta izin untuk mendampingi Bram.
Bram yang masih kesal dengan apa yang dilakukan Aryo sok cuek saja.
"Ngapain lagi sih lo? Udah sana lo pergi, gue mau istirahat"
"Sok-sokan mau istirahat. Gue tahu selama pikiran lu masih sama Yulia. Lo nggak akan pernah bisa istirahat!"
Bram diam.
"Tapi keluarga lo nggak setuju juga kan kalau deketin dia lagi?"
"Semakin semua orang jauhin gue dari Yulia, hati gue nggak akan pernah bisa jauh yo, walaupun kemaren gue udah bilang ke dia untuk ga usah pedulikan gue lagi!"
"Jadi omongan ke Yulia yang di kantor polisi itu cuma bohong kan? lo tetep belum bisa ngelupain dia, itu karena lo belum ne penggantinya yulia aja! Makanya galau Lo nggak kelar kelar. Gimana kalo gue..."
"Cukup! Keluar lo dari sini. Keluaarr!"
"Sabar dulu dong, Bram. Gue justru mau ajakin lo ketemu Yulia, tapi lo harus tuntasin urusan lo, biar lu nggak bergantungan lagi sama dia! Gimana?"
Bram tercekat. Wajahnya berubah serius.
"Emang Lo mau nganterin gue?"
tanpa banyak bicara, Aryo melemparkan jaketnya lagi kepada Bram.
"Pake jaket gue biar suster ngertiin lo kabur lagi dari rumah sakit ini. Tapi inget lo ketemu sama Yulia cuman bentar doang, ya? Abis itu harus buru-buru balik sebelum semua orang di sini sadar kalau lu sempat keluar. Ok?"
"Ok!"
Lalu mereka segera bergegas pergi meninggalkan rumah sakit meski Bram harus berjalan tertatih-tatih melewati koridor rumah sakit dengan ketegangan penuh saat harus berpapasan dengan petugas kesehatan. Untungnya keluarga Bram tidak sedang menunggu di depan kamarnya.
****
Mobil yang ditumpangi Risa dan Raka sudah tiba di halaman rumah. Risa berusaha memapah Raka yang langkahnya masih sempoyongan. Sebelum halusinasinya kambuh dan ia meracau yang aneh-aneh lagi Risa mengancamnya.
"Lo udah sadar, kan? Jadi nggak usah modus pura-pura mabok terus tiba-tiba meluk gue."
"Iya... iya... bawel amat sih. Buruan dong bawa gue ke kamar. Udah pening banget nih kepala gue."
"Yee... udah ngerepotin pake ngatur lagi. Masih untung lo gue jemput. Kayak apa jadinya kalau tadi gue nggak langsung cari lo ke klub malam itu."
Raka tak memperdulikan ocehan Risa. Pening di kepalanya membuat ia merasa setengah melayang menjejakkan kaki kakinya menuju kamar pengantinnya malam itu.
Dinginnya handle pintu dibuka perlahan oleh Risa yang kemudian mendorong pintu itu dengan bahunya. Risa masih terus berjuang memapah tubuh Raka yang tinggi besar dan beratnya luar biasa. Tentu saja tubuh mungilnya tak seimbang bila harus terus menopang tubuh itu. Sial! Sandal hak tingginya menyangkut di tepian permadani sehingga tubuhnya oleng dan terjerembab ke sisi tempat tidur pengantin. Mau tak mau tubuh Raka ikut terhuyung dan menimpa ke atas tubuhnya tepat saat pintu kamar mandi dalam di ruang tidur itu terbuka. Yulia sudah berdiri di ambang pintu kamar mandi itu dengan wajah sok luar biasa. Gadis itu langsung meneriaki kakaknya dengan marah.
"Apa-apaan ini, mbak? Apa yang lo lakuin di kamar gue ama suami gue, hah?!"
Risa tergagap, belum sempat ia menjawab pertanyaan Yulia, Raka sudah bangun dan menghardiknya.
"Diam kamu! Kamu nggak perlu ikut campur urusan aku sama Mbak Risa!"
Yulia kaget mendengar pembelaan Raka terhadap kakaknya.
"Kalau begitu biarin aku marah sama kakakku yang udah beraninya main belakang sama aku!"
"Apa sih maksud lo, Yul?!"
"Udahlah Mbak gak usah pura-pura...!"
"Diaaam! Kalau kamu berani bicara kasar lagi sama kakak kamu, aku yang akan kasarin kamu!"
"Raka? Jangaan!!"
Sela Risa, sama terkejutnya.
Meski masih begitu kesal tapi ia tak bisa lagi melampiaskan kemarahannya itu kepada Risa. Apalagi Raka membangunkan Risa dengan lembut dan mengantarkannya hingga ambang pintu kamarnya. Entah mengapa Yulia merasa kemesraan yang diperlihatkan Raka terhadap Risa seolah disengaja. Hatinya semakin tersayat dan cemburu saat Raka bisa bicara lebih lembut terhadap Risa.
"Makasih ya, Mbak. Udah jemput dan anterin aku pulang. Selamat istirahat!"
Sederet kalimat itu, lengkap dengan kelembutannya seharusnya menjadi milik Yulia. Yulia hanya bisa menangis sebagai bentuk protes ketidakadilan. Dulu saat Raka pertama kali melamarnya sikapnya begitu sopan dan santun. Bicaranya lembut dan penuh perhatian. Tapi saat itu Yulia membalasnya dengan sikap sinis. Selalu menghindarinya setiap kali Raka datang bertemu. Tapi entah kenapa Raka tetap memperjuangkan pernikahan itu meskipun dia tahu saat itu Yulia masih memiliki Bram.
Yulia segera menghadang Raka yang berbalik sempoyongan menuju tempat tidurnya.
"Aku udah tahu semuanya! Aku ngerti kalau kamu masih sakit hati sama aku dan Bram. Tapi apa harus membalasnya dengan cara kayak gini... Kenapa kamu harus memilih kakakku sebagai alat membalaskan dendammu, mas?" Todong Yulia begitu emosi.
Raka terdiam seolah berpikir sesuatu, dengan entengnya dia menjawab,
"Syukurlah kalau kamu paham."
"Aku sudah mengorbankan semuanya untukmu Mas. Hidupku, masa depanku, semuanya..."
"Kamu pikir peristiwa itu tidak juga mengorbankan reputasi dan nama baik keluargaku? Asal kamu tahu, keluargaku bisa saja menyuruhku langsung menceraikanmu saat itu juga demi menebus rasa malu. Jadi sekarang pasrahkan saja hidup dan takdirmu untukku!"
Raka mendorong bahu Yulia begitu saja lalu ia melompat ke tempat tidur dan dengan cueknya memejamkan matanya. Ia seakan sudah tidak peduli lagi dengan isak tangis Yulia.
Dari balik pintu kamar Yulia, Risa terisak-isak membayangkan betapa pedih nasib yang dialami adiknya. Sesuatu seakan terasa menusuk ulu hatinya saat ia membayangkan apa yang dikatakan ahlinya tentang perasaan Bram kepadanya. Sambil mengusap air matanya Risa bergegas pergi keluar.
Di halaman rumah yang sepi itu. Risa melampiaskan tangisnya sampai kemudian seseorang menyapanya dengan suara yang khas.
"Risa?!"
Deg!
Perlahan Risa menengok ke arah suara itu. Dia begitu syok melihat siapa yang mendatanginya.
"Bram?! E... elo?!"
Entah bagaimana, Risa tiba tiba ingin memeluk Bram dan menumpahkan tangisnya ke dada bidang itu. Tanpa mereka sadari sebuah moncong kamera merekamnya.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
Jejak lagi
2020-12-30
0
Wulandari
10 like dulu ya kaka 😍😍😎😎
2020-12-08
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like dan jejak lagi..
mari kita semangat UPnya kak💪😁
2020-11-22
0