Langkah Risa terhenti saat melihat keluarganya sudah menungguinya di dekat mobil halaman parkir sisi lain.
“Risa?”
Tatap ibunya menyelidik,
Risa yang tau akan pertanyaan Bu Ratna selanjutnya langsung memangkas jawaban telak.
“Maaf, bu. Tadi aku mampir toilet sebentar! Ayo, Pak... Raka! Masuk ke mobil semuanya. Kita pulang!”
Mobil bergerak membawa kelegaan di hati keluarga Pak Hendro, kecuali Risa yang terpasung diam dengan ribuan kesangsian di hatinya, hanya Yulia yang paling yakin kalau Risa pastinya baru saja mengalami sesuatu hal yang besar dan penting bagi hidupnya. Tapi apa? Jangan jangan, Bram...
“Ah, sial! Kenapa gue jadi cemburu nggak jelas gini sama kakak gue sendiri?”
Batinnya sambil melirik wajah murung Risa lagi. Sekejap Yulia gugup saat tiba-tiba Risa menoleh ke arahnya dengan tatapan yang aneh.
Deb!
“Nggak... nggak mungkin gue tega merebut Bram dari Yulia. Sebab gue tau, Yulia masih cinta sama Bram meskipun raganya tertahan untuk lelaki lain”
Batin Risa pedih.
***
Bulan separuh badan menggantung di celah ranting pepohonan. Namun sinarnya masih menembus ke dalam kamar Yulia melalui kaca jendela kamarnya yang tak tertutup gorden. Yulia menatap sinar keemasan itu dengan perasaannya yang kelam. Ia masih merasa berat menutup sekomplot rasa cintanya kepada Bram. Bahkan mungkin sangat tidak mungkin meniadakan semua kenangan 10 tahun kebersamaan itu hanya dengan beberapa menit sumpah ijab qabul. Meskipun tentunya Yulia sadar bahwa ia pun tak ingin Raka membencinya setelah pernikahan settingan yang telah diatur ayahnya demi pinjaman lunak modal usaha Pak Hendro 20 tahun lalu. Yah, dia tidak pernah tahu kalau modal itu dimaharkan dengan perjanjian nikah dirinya dengan Raka kelak di kemudian hari.
Air mata mengalir deras, sesenggukan ia menahan suara tangisnya agar tak terdengar Raka, namun tiba – tiba Raka sudah menyodorkan tepak tissue ke depan wajahnya.
“Aku paling tidak suka, perempuanku menangisi lelaki lain di hadapan mukaku. Tolong berhenti! Perbuatanmu ini hanya akan memindahkan kepedihanmu menjadi rasa sakit di hatiku!”
Ucapnya dingin tanpa sudi melihat muka Yulia sedikit pun.
Yulia segera mengambil tissue itu dengan gugup lalu mengelapnya segera.
“Ma... makasih...! Aku siapin makan malam dulu...! Permisi!”
Yulia bergegas bangun dan hendak lari ke dapur. Tapi langkahnya terhenti tiba-tiba.
“Nggak usah! Aku sudah janjian sama temen – temenku mau makan di luar!”
Ucapnya tegas, lalu segera menyambar kunci mobilnya. Yulia tak dapat menahan suaminya, ia hanya menatap pedih kepergian Raka yang sama sekali tak bergeming lagi. Entah mengapa, ia merasa seakan berada di posisi Bram saat ini.
Diabaikan!
Tapi di halaman rumah Risa yang melihat ketidakberesan terhadap Raka dengan sigap menahannya.
“Raka! Mau kemana, lo? Lo itu kan baru bebas!”
“Bukan urusan lo!”
“Jadi urusan gue kalo lo sampe kenapa-napa. Inget, ka... muka lo itu diapalin sama banyak Netizen. Plis, jangan kemana-mana dulu!”
“Netizen lagi... Netizen lagi... dasar sekongkol!” Maki Raka lalu pergi meninggalkan Risa begitu saja. Risa ikutan jengkel, lebih jengkel lagi saat ia sempat melihat Yulia terisak di ambang pintu kamarnya dengan tidka bisa berbuat apa-apa. Risa seolah merasakan pula beban hati Yulia yang terperangkap dua perasaan batin yang menyesatkan.
Tanpa pikir panjang lagi, Risa langsung menyambar kunci sepeda motor di atas bufet ruang tamu lalu segera mengejar Raka.
***
Kelegaan itu dirasakan Bram dan keluarganya di ruang rawat. Ayu yang baru selesai selfie – selfie pun tak membuang kesempatan bergosip dengan kakak kesayangannya itu.
“Tau nggak, mas... kemaren, waktu Mas Bram kabur dokter tadi tuh ngomongnya nyolot banget, manggil nama mas aja ‘Bram... bram...’ Doang. Eh, begitu tau Mas Bram udah jadi selebgram kok jadi sok manis gitu. Dasar modus!”
Bram ketawa lepas, sekalipun beban hatinya belum lepas seluruhnya.
“Selebgram itu apa sih? Timbangan?”
Sela Bu Tami dengan logat jawanya yang totok.
“Elo taunye timbangan mulu. Makanya jangan kelamaan mangkal di pasar!”
Celetuk ayah Bram dengan kesal.
Paling tidak, Bram bisa ketawa sedikit melihat perdebatan keluarganya yang unik. Tapi semua keseruan itu mendadak terhenti saat Aryo datang dan langsung membuka pintu ruangan rawat tanpa permisi. Wajahnya masih sok polos seolah tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Haiii... Bu... Pak...,”
Bram memalingkan mukanya, ia muak duluan melihat tampang sahabatnya yang mulai caper lagi sama keluarganya.
“Modus apa lagi sih lo dateng kesini?”
“Ya elah, Bram. Lo curiga mulu ama gue. gue tuh kesini bawa kabar gembira. Nih, mau ngasih tau ini sama lo!”
Ujarnya sambil menunjukan email notifikasi dari IG silumannya!
“Apa itu?”
“Jumlah follower lo makin banyak! Akun kita mo monetize, nih! Bentar lagi kita bakalan dapet duit”
Bukannya senang, Bram emosi sampai sampai reflek merebut dan membanting hape Aryo ke lantai rumah sakit.
Braakkk!
“Ya Allooohh,.. Hapeee...” Teriak Bu Tami melihat hape Aryo terbanting.
“Sayang atuh Mas, itu kan hape bagus” Timpal Ayu.
“Tauk nih, si Bram. Maen banting aja. Daripada ancur gitu kan mending buat bapak tuh hape”
Aryo mendengus bête, tapi dia berusaha menahan marahnya.
“Ya elah, Bram... segitunya loh sama usaha dan perhatian gue ama lo!”
“Berhenti lo nyebut ini semua perhatian buat gue! Gue sadar banget kalo lo itu cuma mau manfaatin hidup gue!”
“Cukup, Bro! Lo jangan bikin kesabaran gue abis juga ya. Kalo gue cuma manfaatin lo, ngapain gue ngasih tau lo kalo gue mau monet dari akun ini. Tinggal tilep, telen sendiri semua keuntungan ini. Kan lebih enak? Asal lo tau, gue kesini dan ngabarin lo, biar mata lo kebuka. Paling nggak omongan gue nyata! Usaha yang gue lakuin inilah yang bakal ngebayarin biaya rumah sakit lo! Lo Cuma tinggal jalanin apa aja yang gue settingin. Simple, kan?!”
Aryo mengambil hapenya yang pecah lalu segera pergi meninggalkan ruangan itu. Bram diam saja, marahnya belum hilang. Tapi situasi jadi semakin mencair saat terdengar hysteria Bu Tami berikutnya.
“Alhamdulilaah.... maksudnya si Aryo mau bayarin biaya rumah sakit kamu tho, Bram? Bram? Bram...!!?”
Bram Malah buang muka seolah tak mau mendengar. Bu Tami pun jadi serba salah melihat sikap anaknya.
***
Dentuman musik di dalam diskotik memekakan telinga, Raka disambut teman-temannya oleh pesta minuman yang mereka anggap sebagai syukutran atas bebasnya Raka dari tuntutan hukum.
“Cis bro... Cisss...”
Entah sudah berapa botol minuman yang Raka tenggak, yang jelas teman-teman konyolnya seakan tak mau kehilangan momen pesta itu. Bidikan kamera menyerbu wajah mabuk Raka yang digelayuti beberapa teman wanitanya yang cantik, seksi dan manja.
Cekreekkk!
To be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
Lanjut lagi
2021-01-21
0
Lux Pras
Lanjut
2020-12-04
0
Caramelatte
likelike
2020-11-30
0