“Eeeh.... jangan disobek, dong! Itu bentuk ikhtihar loh, itung–itung balik modal lah bro, kan mereka nggak ngegantiin duit gagal kontraknya kita di acara kemaren.”
“Ya, tapi mereka keluarganya Risa juga! Bukannya dia juga yang nolongin gue kesini?”
“Emang kenapa? Lo ada something ya ama Risa? Ketauaann ni yeee...!”
Mendadak Bram jadi makin sewot.
“Lo tuh ya, nggak bisa bedain antara becanda ama yang serius! Nggak... yo, gue nggak mau manjang-manjangin masalah lagi. Udah cukup semuanya berhenti sampe disini. Toh, Yulia nggak kembali lagi sama gue.”
Mendadak suasana hening.
Aryo sok iba melihat sahabatnya jadi linglung seperti itu, padahal Bram dikenal sebagai pemuda perang yang nggak pernah sedih seberat apapun masalah yang selalu menggelayuti pundaknya.
Aryo mendekat, duduk di bibir brangkar. Dia tepuk pundak Bram dengan pelan dan bicara dengan nada kedalaman.
“Segila apapun pikiran gue, Bram! Gue care sama lo!”
“I know”
“So?”
Bram tetap diam. Surat laporan itu masih dia pegang, di saat Bram sedang menatap kosong ke luar jendela di ruangan itu lagi tiba-tiba Aryo mencabut kertas itu lalu berlari keluar sambil berteriak.
“Kena!”
Bram panik, ingin rasanya ia mengejar Aryo yang sudah kabur keluar pintu tapi tangannya tertahan jarum dan selang infus,
“Aaghh! Aryooo!... Sial!”
***
Yulia masih tak percaya saat melihat kamarnya berantakan oleh baju-baju dan tas pemberian Raka sebelum menikah. Barang-barang itu ditempatkan ke dalam dus besar di depan pintu lemari dengan acak-acakan.
“Mas, Ada apa ini mas?”
“Mau kubakar! Minggir!” lantas lelaki berbadan kekar itu keluar membopong dus besar tadi, Yulia mengejar.
“Mas Raka! Tunggu, mas... mas! Tolong jangan lakuin itu mas. Tolong jangan bakar baju baju itu!”
Tapi Raka tak bergeming, situasi semakin heboh saat Pak Hendro dan Bu Ratna ikut keluar rumah. Tapi tak ada satupun di antara mereka yang dapat mencegah pelampiasan kemarahan Raka. Kecuali... Kedatangan empat orang polisi yang menangkap Pak Hendro dan Raka.
“Selamat siang! Kami dari kepolisian... menjalankan perintah untuk menangkap Saudara Hendro Armando dan Raka Al Ghazal atas kasus penganiayaan dan pencemaran nama baik terhadap saudara Bramantyo.
“Apaaa?!”
Bukan Yulia yang berteriak, tetapi Risa yang kemudian berlari dari kamarnya mencoba mencegat polisi yang sudah terlanjur memborgol tangan Pak Hendro dan Raka.
“Pak Polisi, tunggu!”
Halau Risa.
“Nggak mungkin Bram ngelakuin ini!” bela Yulia.
“Masih aja kamu belain dia! Jelas jelas dia sudah bikin masalah baru sama keluarga kita, bahkan dia sudah berani melawan saya! Sebagai orangtua kamu!”
Tandas Pak Hendro.
“Risa, tolong lakuin sesuatu. Jangan biarin bapak sama Raka ditahan...” ungkap bu Ratna sambil menangis.
Risa tampak bingung.
“Maaf, kami harus membawa mereka sekarang juga! Jika ada yang ingin dipertanyakan, silahkan ke kantor polisi saja!”
Yulia menangis karena bingung dan tak bisa berbuat apa-apa.
Sementara Risa dengan sigap mengambil kunci Lancer Evo-nya untuk mengejar mobil polisi yang sudah membawa ayah dan kakak iparnya pergi.
Yulia mencegat!
“Kak! Apa ada kemungkinan bapak dan Mas Raka dibebaskan?”
“Nggak tau! Kamu mau ikut ke kantor polisi?”
Yulia mengangguk, tapi Bu Ratna lebih dulu masuk ke jok belakang sambil sesenggukan menangis.
***
Bram masih melongo dengan semua berita Viral tentang dirinya. Tak dinyana Instagram dan Channel Youtube videografinya di-follow banyak orang tak dikenal. Semua mendukung dan men-support-nya, sialnya Instagram Aryo pun ikut-ikutan kebanjiran comment comment follower setiap kali meng-update foto – foto dirinya yang terbaring tak berdaya selama masa perawatan di rumah sakit. Entah mengapa, Bram merasa dirinya benar benar baru saja dijual murah oleh sahabat baiknya itu. Dan ia telah benar benar berhasil TERJUAL.
Dengan geram ia segera mengambil hape dan segera men-dial nomor Aryo sambil sesekali meringis menahan nyerinya sisa luka pengeroyokan itu.
Aryo yang ada di parkiran kantor polisi pun dengan santai mengangkat teleponnya sambil berjalan ke lobby kantor polisi.
“Halo, Bram... ada apa lo? Mau minta anterin pipis?”
“Sialan lo, Yo! Maksud lo apa nge-viralin urusan gue sama keluarganya Yulia? Lo mau ancurin nama baik gue. Harusnya tuh elo yang gue laporin ke polisi!”
“Kok ngancurin nama lo, bukannya lo liat sendiri kalo semua netizen itu support sama lo! Kita tuh bener bener dapet dukungan penuh dari masyarakat.”
“Kita? Ini urusan gue, kenapa lo jadi ikut campur?! Jangan – jangan lo mo manfaatin gue kan?”
“Aduh Bram... pikiran lo udah kemana mana aja. Udah dulu deh, gue baru nyampe di kantor polisi. Mau ketemu sama terpidana kita! Plis, lo jangan ganggu lagi, atau gue matiin nih hape gue.”
Klik!
Aryo ngakak sambil terus melenggang dan benar benar mematikan hapenya,
“Ya Iyalah gue harus manfaatin lo yang udah gagalin rejeki gue kemaren. Gue harus bisa dapetin untung berkali kali lipat dari urusan lo Bram. Hahaha...”
***
“Aryo beneran ngelanjutin urusan ini sama polisi? Nggak... ini nggak bisa dibiarin!”
Bram segera hubungi Aryo kembali tapi hanya bunyi tulalit saja yang terdengar.
“Aaargh! Sialll!”
Bram membanting hapenya karena kembali gagal menghubungi Aryo. Entah kenapa Bram tiba-tiba berpikir nekat. Dia segera melepaskan jarum infus sambil menahan sakit. Untungnya ada jaket Aryo yang tertinggal di ruangan itu sehingga ia bisa lolos dengan mudah dari rumah sakit itu. padahal dari sisi lain Ibu, ayah dan adik adik Bram datang menjenguk ke kamarnya yang kini ntelah kosong.
Kontan saja mereka panik melihat kamar rawat Bram tak berpenghuni lagi, selang infus dan jarumnya masih tergantung – gantung begitu saja.
“Mas Bram kabur, bu...gimana ini?”
“Astagfirlloh, pasti dia kabur karena takut nggak bisa bayar biaya rumah sakit ini. Coba kalo kita punya duit, Ya Allaaah... gimana ini?”
Ungkapnya sambil melirik kesal pada suaminya yang Cuma melongo santai.
Ayu, adik Bram yang gila medsos makin heboh menunjukkan gambar gambar Bram yang penuh dengan luka babak belur.
“Aduh, gimana ini... mana mukanya Mas Bram ancur kayak gini. Pasti dia kesakitan banget bu...”
“Berisik aja! Buruan lapor suster!”
“Hhh... nyuruh aja bisanya. Situ dong yang laki-laki!”
Ucap Bu Tami meradang.
“Stooopp... kalian kenapa sih ribut mulu. Di saat kayak gini aja pasti kalian bakalan ribut lagi. Ga bosen apa musuhan mulu tiap hari. Udah! Biar aku aja yang lapor! Awas kalo berantem lagi!”
Ucap Ayu sambil melangkah pergi.
Ayu bergegas pergi membanting pintu ruang rawat dengan kesal
***
Di sisi jalan lainnya, tampak Bram kepayahan di jalanan. Untunglah jarak antara rumah sakit tempat ia dirawat dengan kantor polisi tidak lebih dari satu kilometer, tapi Bagi Bram yang masih luka dan ngilu-ngilu jarak itu terasa puluhan kilometer apalagi hanya ditempuh dengan berjalan kaki.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
miming mink
jahat banget si aryo 😠
2020-12-13
0
Wulandari
Hei kak..
Novel ROMANTIKA REMAJA & MIKAYLA hadir nih..
Jangan lupa mampir ya 👍👍😊😊😊🤗🤗🤗
2020-12-08
0
Caramelatte
aim kambek thorr
2020-11-24
0