Ruangan terasa beku saat Raka duduk berhadapan dengan papanya. Sekalipun lelaki tua itu telah mengurusnya selama bertahun-tahun namun ia masih sungkan untuk sekedar duduk berdua seperti itu. Sebab tak biasanya lelaki tua itu mempedulikan masalah hidupnya.
"Papa membawamu kesini bukan karena tertarik dengan kehidupan pribadimu,
tapi ini semua menyangkut soal perusahaan."
Ucap lelaki itu memulai pembicaraannya.
Ternyata tidak meleset dari dugaan Raka. Bahwa lagi-lagi kehadirannya beserta masalah-masalah hidupnya bukanlah persoalan utama bagi papanya. Tapi Raka tak berhak mengeluh, karena seberapapun ketidakadilan yang ia terima selama hidupnya tidak pernah bisa ia ubah hanya dengan keluhan. Mungkin itu pula yang membuat Mama meninggalkan Papa sejak ia masih kecil. Papa memang pandai mencari kekayaan tapi tidak pandai mengambil hati Mama ataupun Raka.
Papa cuma nggak nyangka kok bisa-bisanya kamu menikahi perempuan dengan banyak masalah, viral pula. Kalau masalah pribadi saja tidak bisa diselesaikan bagaimana kamu bisa mengurus perusahaan Papa yang segini besar dengan ribuan karyawan. Jadi Papa memutuskan untuk membatalkan pengalihan kekuasaan padamu."
Jelasnya, kontan saja hal itu membuat Raka terkejut.
"Apaa? Nggak, pa! Nggak seperti itu keadaannya... ah! Ini semua gara-gara video viral itu, laki-laki itu memang brengsek. Dia sudah benar-benar menghancurkan hidupku."
Umpat Raka salah tingkah.
"Laki-laki itu tidak salah sama sekali. Dia hanya mencoba merebut kembali apa yang pernah dia miliki sebelumnya, sesuatu yang sudah kamu rebut."
"Tapi dia sudah mempermalukan aku..."
"Kamu yang mempermalukan dirimu! Kalau memang kamu sudah tahu perempuan itu punya lelaki lain kenapa kamu nekat melanjutkan pernikahan itu...!"
"Aku... aku... pernah mencintai dia!"
"Nggak! Papa nggak pernah melihat kamu mencintai dia sedikitpun di video video yang viral itu. Tolong jangan menutupi kebodohanmu akibat rayuan maut Hendro yang tak bisa membayar hutang hutangnya kepada kita. Kecuali kalau kamu ada maksud lain sama papa..."
Raka gelagapan. Semua kata hati yang ingin dirahasiakan sudah dipaparkan lebih dulu. Lelaki tua itu sama sekali tidak memberikan ruang pembelaan untuknya.
"Sekali lagi... perlu papa tegaskan, Papa belum bisa memberikan perusahaan ini sama kamu. Dan papa akan cabut paksa investasi yang kita miliki dari perusahaan Hendro untuk memberikan dia pelajaran bahwa keluarga kita tidak pantas untuk di injak-injak."
"Maksudnya Papa?"
"Mulai saat ini kamu tinggal di sini. Tidak ada lagi kepentingan untuk mendekati keluarga itu. Termasuk urusanmu dengan Risa!"
"Tapi, pa... aku belum bisa tinggal di sini karena urusanku dengan Risa belum selesai"
"Papa tidak perduli. Masuk ke kamarmu dan jangan membantah, itu kalau kau masih ingin diberi kepercayaan Papa! Selamat malam!"
Raka tak bisa melawan lagi, entah mengapa ucapan lelaki itu selalu saja seperti keputusan yang tidak bisa dibantah. Lalu bagaimana dengan Risa dan Yulia?
Sebetulnya ia mendekati Risa hanya sekedar pelampiasan saja untuk membalaskan sakit hatinya kepada Yulia. Tapi sejak kejadian malam tadi ia merasa bahwa Risa-lah yang seharusnya menjadi pengantinnya. Raka benar-benar tak habis pikir bagaimana Tuhan bisa mengubah rasa cinta yang menggebu menjadi dendam yang begitu membara. istirahat tahu betapa sakitnya hati Yulia dengan segala pengorbanan nya tapi entah kenapa dia sangat puas melihat kesedihan dan kepedihan yang dirasakan Yulia. Toh seberapapun pengorbanan dia dan harapan dia untuk membangun rumah tangga dengannya seakan percuma. Raka yakin semua pembelaan semua air mata semua alasan-alasan yang Yulia buat hanyalah sandiwara kalaupun nyata pasti hanya untuk sekedar menutupi penyesalannya karena telah meninggalkan Cinta sejatinya. Bram.
Raka benar benar tersesat dalam pikirannya sendiri.
***
Bulan pucat pasi, tubuhnya hampir dilalui awan-awan hitam di langit sana. Yulia masih gelisah mondar-mandir menunggu suaminya pulang sekalipun hatinya merasa kesal karena Raka lebih memilih mengejar Risa daripada mengajaknya masuk ke kamar padahal Ia sudah sedemikian rupa membenar benarkan dirinya agar tampak menjadi wanita yang mencintai dirinya secara sempurna.
Tapi sepertinya lelaki itu sudah mencium adanya ketidaktulusan dalam setiap ucapannya padahal Yulia melakukan semua itu dengan rasa pilu dan seribu sakit yang merajan ulu hatinya, pun ketika melihat wajah Bram yang pucat pasi seperti warna bulan purnama di atas sana turut bersedih dan kecewa. Ia ingin memahami betapa rumitnya perjuangan Bram kabur dari rumah sakit yang kedua kalinya demi dirinya tapi masalahnya ada masa depan yang menjamin kehidupan dirinya dan keluarganya. Masa depan yang harus dimulai dari sejak ia mengucap sumpah ijab kabul di depan penghulu sekalipun dengan lelaki yang sama sekali tidak dicintainya, namun kini ia begitu berharap cinta lelaki itu tidak padam sebelum tekadnya menyerahkan diri dan takdir pupus sudah.
"Aku sudah berusaha, tapi aku harus bagaimana lagi... kalau Mas Raka masih saja membenciku apa aku juga harus kembali sama Bram. Tapi kelihatannya Bram juga sudah terlanjur kecewa dan mungkin saja sudah tidak mempercayai aku lagi sejak ia menyaksikan pembelaanku terhadap Mas Raka. Apa mungkin dia masih cinta sama aku setelah kejadian malam ini? Demi hidup dengan diri suamiku, aku sudah menghancurkan impian dan perasaanku sendiri. Semoga Mas Rama menyadarinya betapa perjuangan ini tidaklah mudah..."
Yulia meneruskan tangisnya terisak-isak sehingga Ia merupakan ketiknya sendiri di depan jendela kamar yang masih terbuka.
Tapi hingga kokok ayam berbunyi belum ada tanda-tanda kedatangan Raka. Entah mengapa Yulia tiba-tiba begitu rindu kepada suaminya. Dirinya semakin tak kuasa dijerat kesedihan itu. Tak pedulikan lagi sakit apa lebihnya ia menunggu sampai habis terduduk tepian jendela hingga matanya terpejam dengan sendirinya.
Dari celah pintu kamar Yulia yang sedikit terbuka Bu Ratna menatap sambil berlinang air mata.
"Maafkan kami Yulia, perjodohan ini telah menyiksamu."
Ucapnya lalu segera bergegas meninggalkan depan pintu kamar Yulia dengan sekelompok rasa bersalah.
****
Tak kedengaran suara kokok ayam dari kamar hotel tempat Lisa melumpuhkan sekujur tubuhnya di kasur empuk itu. Pening yang tersisa di kepalanya masih dia rasakan sebenarnya ia malas bangun tapi begitu melihat pukul jam 9.35 di layar ponselnya, Risa terlonjak bangun dan lari ke kamar mandi tentu saja karena dia mengingat pesan terakhir Raka bahwa 10.00 ia akan mengunjunginya di kamar hotel itu.
"Gawat! Gue harus cepat-cepat pergi dari kamar ini sebelum jam 10, sebelum laki-laki itu ngejebak gue lebih jauh lagi."
Namun begitu tiba di kamar mandi Risa tertegun sambil menatap cermin.
"Tapiii...gue harus pergi ke mana, nih? Gue kan udah diusir dari rumah. Aaagh...!"
Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu. Semacam baru saja menemukan ide brilian. detik berikutnya ia segera menyiramkan sekujur tubuhnya dengan air hangat di hotel itu.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like dan jejak lagi kak
semangat teruss💪💪💪
2020-12-09
0
PENULIS ISTIMEWA
ide brilian yang seperti apa hmmm penasaran.
2020-11-27
0
Wina
mengirimkan like yg tertinggal. Cerita menyentuh bangetz
2020-11-25
0