Siang ini mbak Nia mengabariku kalo desainku di terima. Aku senang sekali, mbak Nia meminta aku datang ke butik. Aku langsung bersiap untuk berangkat ke butik.
Aku langsung pamit sama mama yang sedang menyuapi Opa. Opa masih tidak bisa beraktivitas, separuh badannya mengalami stroke. Mama mengingatkan kalo Siti hari ini akan pulang ke Jambi. Aku mencari Siti yang masih sibuk di belakang.Siti yang rencananya mau pulang sendiri.
Karena mama dan papa masih fokus dengan kesehatan opa. Sementara perusahaan Opa di urus Papa.Bi Endah, kulihat menangis karena tidak ada lagi yang bantu di dapur.
"Sudahlah,Bi. bukannya bibi senang nanti opa nggak ngandelin Siti mulu."
"Non ngomong apa sih? ya, nggak lah!" Elak Bi Endah.
Padahal aku sering lihat Bi Endah kesal karena orang-orang suka memuji masakan Siti.
Saat aku mau berangkat, Siti memanggil.
"Aku pamit, ya." Katanya dengan wajah sendu.
"Jangan sekarang, dong."
"Nggak bisa, Gita. bulan depan abangku menikah. Kamu datang,ya."
"Apa aku masih diterima?" Jawabku Ragu.
"Emang ada yang nolak kamu?"
Aku ingin Siti tetap disini. Berbagi suka duka, berbagi cerita. Cuma Siti yang paham masalahku ketimbang Ine dan Beta. Please, jangan pergi.
tiiiit tiiit tiiit
Suara klakson mobil mengejutkan rasa haru kami. Rupanya Ronal datang untuk mengantar Siti ke terminal.
"Ciyeeeeee." goda ku.
"Kenapa?" Tanya Ronal.
"Kalian cocok." Aku memberikan jempol.
"Nggaklah, masa aku sama kakak sendiri." jawab Siti senyam-senyum ngeliat Ronal.
"Nggak katamu, tapi senyam-senyum." Ledekku lagi.
"Yuk, ah. dah siang nih." Ajak Ronal.
"Hati-hati ya, Siti." Aku melambaikan kearah Siti yang sudah naik mobil.
Tak lama Ronal turun dan menarik tanganku. Apaan ini! Ngapain dia menarik tanganku.
"Kamu harus ikut!"
"Aku ada panggilan dari klien." Tolakku.
"Lebih penting mana! Sahabat apa pekerjaan!" Protesnya.
"Dua-duanya penting."
"Sudah, Gita. Kamu kalo ada kerjaan berangkat saja. Tapi jangan lupa datang ke nikahan kak Edwar dan kak Dinda bareng kak Ronal ya."
"Insyaallah,ti."
"Kalo kak Ronal?" Siti kembali bertanya kepada Ronal.
Yang di tanya cuma membisu. Pada akhirnya Ronal bilang, akan mengantarkan aku ke tempat kerja sekalian ngantar Siti. Aku senang sekali. Tapi bukan senang karena diantar Ronal, ntar dianya kegeeran.
Dalam perjalanan kami cuma terdiam. Entah apa yang mereka pikirkan, yang pasti aku memikirkan siapa klienku ini.
Sampai disana, aku seperti mengenal mobil yang berparkir.
"Perasaanku nggak enak nih." Ledek Ronal
Aku mencoba cuek, walaupun sebenarnya aku juga takut sih.
"Nah ini desainer kita." Sambut mbak Nia.
"Oh, ini desainernya." Sambut seorang wanita yang tentunya sudah aku kenal.
"Rere?"
"Iya, kenapa? kaget?" jawabnya tertawa sambil menggandeng calonnya yaitu Roki.
"Mbak, aku mau dia yang desain baju pernikahanku." pinta Rere dengan santai.
"Oke kita mulai ukur yang siapa?" tanya mbak Nia
"Gimana kalo dia ukur yang suamiku saja dulu."
Deg! suami?Aku harus mengukur tubuh Roki. Aku rasanya mau mundur tapi tidak bisa.
Rere mendekatiku, sambil berkata kalo aku mundur sama saja tidak profesional. Akhirnya aku mencoba menguatkan diri. Walaupun rasanya sakit sekali.
Ya, Allah selamatkan aku!
"Mas boleh aku ukuran tinggi badan dan berat badannya." Panggilku pada Roki.
"Loh, Gita bukannya langsung ukuran ke badannya dulu." Mbak Nia langsung protes.
"Sebenarnya sih iya mbak, tapi awalnya kita harus mengecek tinggi dan BB nya biar seimbang."
"Oh, gitu."
"Maaf ya, mbak." jawabku karena tidak enak pada mbak Nia.
"Nggak papa lanjutkan."
Aku mencoba menimbang BB nya Roki yang ternyata mencapai 60-an. Tapi tidak kelihatan karena tubuhnya yang tinggi. Lalu mulai mengukur tubuhnya. Sampai saat mengukur bidang dadanya mata kami bertatapan, Hanya saja Roki mengelak dengan bersin.
"Kamu flu sayang." Rere mendorongku dan mengecek suhu tubuh Roki.
"Nggak papa kok, sayang. Hidungku kelilipan debu." Elak Roki.
Bahkan aku yang di dorong tapi dia diam saja. Hasil pengukuran ku catat di buku. Tapi saat ku buka halaman lain, ternyata ada tulisan Roki love Gita. Aku langsung menutup, jangan sampai Roki baca.
"Jadi kapan di buat gaunnya?" Tanya Rere.
"Secepatnya mbak." Jawab mbak Nia.
"Bisa Minggu depan selesainya, ini mau di pakai prewedding."
"Waduh, mbak belum bisa soalnya barangnya baru sampai hari Minggu besok."
Kulihat Rere mulai mengeluarkan jurus komplainnya. Mbak Nia seperti kewalahan dengan permintaan Rere.
"Mbak, kalo belum sampai barangnya biar aku coba cari."
"Beneran, Gita. Makasih, ya."
"Sama-sama. Aku pulang dulu, Mbak."
"Sendirian, Git. Bareng kita aja." tiba-tiba kak Roki menawarkan tumpangan.
Aku dengan halus menolak tawaran Roki. Aku yakin Rere sudah gondok. biarin aja! impas!
Roki mengejarku ke depan.
"Ya, udah. Aku cariin taksi, ya."
Kak Roki memesan taksi melalui aplikasi. Tak lama taksi yang di pesan sudah sampai. Aku berterimakasih padanya.
...***...
Senin sore di cafe Aldo
Taksi yang dipesan kak Roki menurunkanku di cafe Aldo. Hujan mulai turun membasahi bumi, aku perlu sedikit tenaga setelah kejadian di butik tadi. Ada rasa sesak yang dari tadi kutahan. Aku menangis dalam diam.
Hujan mulai menampakkan keeksisannya. Walaupun tidak deras, tapi tidak seperti derasnya sakitnya perasaanku. Tidak munafik, kalau aku masih cinta sama Roki.
"Kak pesan hot capuccino dong."
Aku memanggil Aldo yang lagi ngobrol sama temannya.
"Wajahmu kenapa? Kayak abis nangis. Berantem sama Ronal."
"Kok Ronal sih kak. biasanya masalah kerjaan." jawabku
"Pasti kamu kaget dengan dunia kerja."
"Sepertinya begitu, kak"
Aldo pamit karena ada pelanggan datang. Aku membuka ponsel, ada beberapa panggilan tak terjawab dari Roki.
"Mungkin, kak Roki mau memastikan Aku sudah sampai apa belum."
Aku kembali menyimpan hp ke dalam tas. Ada Deni yang duduk di depanku.
"Boleh duduk di sini?" Tanyanya.
"Ya, boleh dong." jawabku dengan senang hati.
"Hmmmm.. boleh nanya sesuatu?"
"Silahkan,den."
"Kamu pacaran dengan Ronal?"
"Kenapa emangnya?"
"Buat mastiin aja."
"Emang ada yang mau dikenalin ke aku?"
"Ada."
"Siapa?"
"Gue!"
Sontak aku tersedak. Bagaimana mungkin aku mau di dekati laki-laki incaran Beta.
"Ada ada aja, kamu." Aku tertawa mendengar perkataan Deni.
"Mang kenapa?" Jawab Deni sedikit ngotot.
"Nggak papa sih. Cuma kaget aja." Aku mulai santai menanggapinya.
"Kamu itu cantik, Gita. Memang kalo dari fisik cantikan Rere dari kamu. Tapi kamu itu beda."
"Beda?Aku dan Rere sama-sama perempuan. apa bedanya?"
"Kamu itu inner beauty keluar."
"Udah, ah. aku pulang dulu,ya." Pamitku
Saat di depan cafe, ada Roki yang sendirian baru sampai. Roki menyapaku.
"Kenapa belum pulang?" Tanya Roki
"Lapar. Makanya mampir ke sini dulu." Jawabku sambil merapikan pakaianku yang agak kusut.
"Aku antar pulang, ya." Tawarnya.
"Nggak usah kak! Aku mau ke tanah Abang cari bahan."
"Udah hampir ashar ini. Pasti udah tutup. Udah kamu pulang bareng aku."
Roki memaksaku naik ke motornya. Aku tidak bisa menolak. Di motor kami cuma bisa diam.
"Pinggang di peluk aja juga nggak papa."
Aku lebih memilih memegang sedikit. Roki malah tambah kencang bawa motornya, reflek aku memeluk pinggangnya. Entah kenapa, aku jadi rindu dengan adegan ini. Teringat pas SMP dulu, Roki sering ngajak jalan pake motor.
Tak terasa sudah sampai dirumah. Aku berterimakasih pada Roki, karena sudah mengantarkan pulang. Sikap Roki masih sama saat kami pacaran dulu. Tiap turun dari motor pasti mengacak rambutku.
***
Malam ini Gita masih terganggu dengan kejadian di butik Mbak Nia. Gita tidak habis kenapa Rere segitunya sinis padanya. Gita mengenang bagaimana dia dan Rere sangat akrab dulunya. Tidak ada yang ditutupi, termasuk saat dirinya di jodohkan dengan Roki.
Gita ke dapur mencari makanan. biasanya dia bawa makanan porsi banyak untuk berdua dengan Siti. Tapi sekarang Gita merasa sepi. Tidak ada Siti yang selalu menemaninya ngobrol. Gita melirik kamar Mama Papanya. Sepertinya ortunya sudah tidur.
"Belum tidur, Git." Suara Mama mengejutkanku.
"Belum, ma. Mama sendiri kok belum tidur." Aku tanya balik.
"Lapar." jawab mama
"Sama aja, kita ma."
"Biasanya ada Siti yang bikin pisang goreng." Jawabku lesu.
"Siti. Ada kok di kamar bi Endah." jawab mama
"Mama jangan ngaco, ah! Dah jelas tadi dia pulang."
Malam ini Gita masih terganggu dengan kejadian di butik Mbak Nia. Gita tidak habis kenapa Rere segitunya sinis padanya. Gita mengenang bagaimana dia dan Rere sangat akrab dulunya. Tidak ada yang ditutupi, termasuk saat dirinya di jodohkan dengan Roki.
Gita ke dapur mencari makanan. biasanya dia bawa makanan porsi banyak untuk berdua dengan Siti. Tapi sekarang Gita merasa sepi. Tidak ada Siti yang selalu menemaninya ngobrol. Gita melirik kamar Mama Papanya. Sepertinya ortunya sudah tidur.
"Belum tidur, Git." Suara Mama mengejutkanku.
"Belum, ma. Mama sendiri kok belum tidur." Aku tanya balik.
"Lapar." jawab mama
"Sama aja, kita ma."
"Biasanya ada Siti yang bikin pisang goreng." Jawabku lesu.
"Siti. Ada kok di kamar bi Endah." jawab mama
"Mama jangan ngaco, ah! Dah jelas tadi dia pulang."
Aku kembali ke kamar. Tapi pemandangan yang mengejutkan ada disana. Siti dengan baju tidurnya meringkuk di kasur.
"siiiitiiii!" Teriakku langsung membangunkan gadis itu.
Siti langsung tertawa langsung dengan lesung Pipitnya. Aku kesal menimpuk Siti dengan guling. Siti membalas dengan menimpuk bantal Doraemonku.
***
Aku masih menunggu cerita Siti. Cerita bagaimana dia menunda pulangnya, padahal abangnya mau menikah. Tapi sampai sekarang masih bungkam.
Tunggu! Kok sudah seminggu Ronal nggak ada kabar,ya. Kangen? Sedikit sih. Bukan berarti aku mulai buka hati pada Ronal. Tapi biasanya dia yang jadi hiburan.
"Ti." Aku memulai percakapan.
"Iya." Jawabnya sambil membersihkan rumput.
"Kak Ronal kok sudah seminggu ini nggak main kesini."
"Kangen?" Siti menggodaku
"Siapa?"
"Udah ngaku aja. Kamu kangen kan sama kak Ronal."
"Apaan sih!"
"Mukanya merah." Ledek Siti
Ya, ampun, benarkah?Nggak tahu kenapa aku penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Nana
sdh Git move on aja ke Ronal
2022-07-04
0
💮Aroe🌸
mulai pindah ke lain hati...
2022-03-10
0
S Anonymous
20 like mendarat👍
Salam kenal dan salam semangat Kak dari "Calon Istri vs Mantan Istri"
2021-02-16
0