Suasana pesta begitu ramai dengan para konglomerat yang membahas bisnis mereka. Adira yang lapar mengambil sepotong cake sebagai pengganjal perut. Ia tak peduli dengan tatapan nakal laki-laki yang ia lewati saat mencari meja kosong.
Meski Adira sudah mendapat meja kosong, ia tak langsung duduk tapi terlebih dulu mencari sosok pria yang membawanya ke pesta.
"Apa mungkin dia keluar ya?"gumam Adira berjalan menuju pintu keluar aula.
Tak jauh Adira berjalan dari aula, ia berjalan mundur bersembunyi dibalik tembok melihat Kenzie dan Callysta sedang berpelukan. Seperti sepasang kekasih yang lama tak bertemu. Melihat pemandangan yang tak terduga, Adira merasakan sesak di dadanya hingga sulit untuk bernafas.
Apa mereka saling mencintai, bukankah Callysta adalah tunangan saudaranya sendiri, batin Adira memukul pelan dadanya agar sakitnya cepat hilang.
Kembali Adira ke mejanya, rasa laparnya hilang begitu saja. Namun lamunannya buyar saat seorang pria duduk didepan Adira.
"Apa kau benar Adira?" tanya pria tersebut yang ternyata adalah Vincent.
"Vincent?"
"Luar biasa ... penampilanmu tidak disangka ternyata cantik juga ya jika dipoles sedikit."
"Terimakasih." balas Adira malas
"Tapi kenapa kau tampak murung? Kenzie kemana?"
"Entahlah. Apa aku boleh pulang sekarang?"
"Harusnya kau tanyakan itu pada bosmu bukan padaku,
"Aku akan pergi mencari Kenzie, aku tak mau bicara dengan orang yang sedang badmood." lanjut Vincent meninggalkan Adira yang masih terlihat murung.
***
Ditaman hotel, Kenzie dan Callysta duduk bersama dibangku panjang memandang langit cerah bertabur bintang.
"Aku rindu dengan kebersamaan yang pernah kita lewati." ucap Callysta masih memandang langit.
"Itu hanyalah masa lalu, dan apa yang akan kau lakukan untuk kedepannya?" tanya Kenzie yang masih menunduk mengerti perasaannya belum hilang sepenuhnya.
"Apa kau bisa membantuku untuk lepas dari cengkeraman Chiko." tanya Callysta menoleh pada laki-laki yang siap melindunginya diwaktu dulu.
"Entahlah, aku sudah tidak ingin ikut campur segala hal yang berkaitan dengan Chiko."
"Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?" tanya Callysta memegang tangan Kenzie yang hanya diam membisu.
Tiba-tiba Callysta yang merasa pusing, membuat Kenzie panik melepaskan tuxedo untuk menutupi tubuh Callysta yang memakai gaun tipis. Perlahan memapah Callysta menuju klinik kesehatan yang masih dilantai satu.
Meskipun hotel baru diresmikan, pelayanan hotel sudah beroperasi dengan semua fasilitas yang ada.
Dokter yang berjaga tersenyum setelah selesai memeriksa, "Dikarenakan darah rendah dan faktor banyak pikiran, wajar jika seseorang merasa pusing bahkan bisa sampai pingsan, dan sebaiknya nona Callysta perbanyak istirahat dan jaga asupan makannya."
"Terimakasih banyak dok." ucap Kenzie mewakili Callysta yang duduk disamping wanita yang terbaring diranjang.
"Ini ada beberapa vitamin yang harus diminum teratur." ucap dokter tersebut memberikan beberapa vitamin yang sudah dibungkus.
"Maaf tuan Kenzie, saya permisi sebentar." dokter tersebut membungkuk dan pergi meninggalkan anak dari pemilik hotel.
Tak selang lama seseorang masuk tanpa permisi diikuti sepasang suami istri.
"Ayah." Kenzie terkejut dengan ekspresi ayahnya yang penuh amarah.
"Kenzie!! Katakan apa yang terjadi dengan calon menantuku?" tanya Jauha dengan lantang.
"Jauha ...." panggil Albern mengingatkan calon besannya agar tak perlu emosi.
"Aku hanya kelelahan paman, nasib baik ada Kenzie yang membawaku kesini." Callysta menjawab calon mertuanya agar tidak memarahi Kenzie tanpa alasan.
"Sudahlah Jauha, lagi pula anakku tidak apa-apa. Kau jangan berfikir buruk terhadap anakmu sendiri." ucap Amira mencoba meredam emosi sahabatnya.
Vincent yang baru datang, menyapa semuanya dan meminta ijin berbicara dengan Kenzie diluar.
"Ada apa?" Kenzie heran karena Vincent menariknya dengan paksa.
"Tidak ingatkah dengan siapa kau kesini?" tanya Vincent merasa sedikit cemas karena Adira adalah teman dari kedua sahabatnya.
"Adira." jawab Kenzie polos
"Kau tau dimana dia sekarang?"
"Ada di aula kan? Aku menyuruhnya agar tidak kemana-mana."
"Aku sudah mencarinya ke setiap sudut aula tapi tidak ada, padahal belum lama aku meninggalkannya untuk mencarimu."
"Akan kucoba telpon dulu." ujar Kenzie.
Baru Kenzie membuka ponselnya, ia terkejut dengan lima panggilan tak terjawab dan membuka segera pesan dari Adira yang mengatakan ia sudah pulang. Hati kecil Kenzie merasa khawatir, langsung ia menelepon Adira.
***
Didalam mobil yang sedang berjalan menuju sebuah apartemen, Adira duduk disamping kemudi menatap lurus kearah jalan. Tiba-tiba dering telepon berbunyi membuat Adira menoleh pria yang mengemudi, dilihat bosnya yang menelepon namun ia memilih untuk tidak mengangkatnya.
"Siapa yang menelepon?" tanya pria disampingnya yang tak lain adalah Chiko.
"Bukan siapa-siapa?" jawab Adira tersenyum membuat Chiko ikut tersenyum.
Namun dering telepon sekali lagi berbunyi, Adira mematikan ponselnya, Maaf ya bos, aku melakukanya agar kamu tahu rasanya ditelepon tapi tak diangkat-angkat.
Sesampainya diparkiran apartemen, mengucapkan terimakasih karena sudah mengantarnya pulang.
#Flashback on
Adira yang menelepon bosnya berkali-kali tapi tak ada jawaban membuatnya kesal. Ia bangkit dari duduknya, dan berjalan keluar aula, mencoba memesan taxi online.
"Hai cantik?" sapa pria dibelakang Adira
"Tuan Chiko... sedang apa anda disini?" tanya Adira terkejut melihat pria yang memanggilnya cantik.
"Aku hanya kebetulan lewat, dan melihatmu gelisah. Apa kau sedang dalam masalah?" tanya Chiko penasaran.
"Tidak ada tuan, saya hanya memesan taxi online untuk mengantarkan saya pulang."
"Kenapa bukan Kenzie yang mengantarmu pulang?"
"Sepertinya dia sedang sibuk, jadi saya sudah meminta ijin untuk pulang sendiri terlebih dahulu."
"Bagaimana jika aku yang mengantarmu pulang?"
"Tidak perlu tuan Chiko, saya bisa pulang sendiri."
"Tidak ada penolakan, aku tidak bisa membiarkan wanita cantik pulang sendirian. Dan jangan panggil aku dengan tuan, tapi panggil Chiko saja. Oke!!"
"Ta-tapi tuan..." Merasa tangannya ditarik Adira hanya menurut berjalan menyamakan langkah kaki jenjang milik Chiko.
#Flashback off
Adira yang sedari tadi menahan sakit dikakinya, akhirnya melepas sepatu dan berjalan tanpa alas menuju apartemen Winola.
Suara decit rem mobil membuat Adira menghentikan langkahnya, membalikkan badan melihat Kenzie keluar mobil dengan terburu-buru.
"Tuan..."
"Kenapa kau tak mengangkat telepon dariku?" tanya Kenzie dengan wajah penuh kekhawatiran berjalan kearahnya, dan memeluk secara tiba-tiba.
"Tuan, apa anda baik-baik saja?" tanya Adira tersenyum dibalik tubuh kekar bosnya.
"Syukurlah jika kau sudah sampai dengan selamat, lain kali kau harus mengangkatnya begitu aku telepon." kata Kenzie melepas pelukannya.
"Aku pikir tuan tidak akan peduli dengan keberadaanku."
"Maaf, aku benar-benar lupa karena ada urusan lain. Dan ... bagaimana kau bisa pulang?"
"Yang terpenting aku sudah sampai dengan selamat, terimakasih sudah menghawatirkanku." kata Adira tersenyum dan berharap perhatian bosnya tulus dari hatinya.
"Bagaimana lagi ... kau kan bekerja untukku, jika terjadi sesuatu pasti aku yang dirugikan. Benar bukan?" elak Kenzie merasa malu untuk mengakui kekhawatirannya.
"Baiklah, sekali lagi terimakasih tuan. Sebaiknya anda pulang dan beristirahat." ucap Adira membungkuk memberi penghormatan dan pergi meninggalkan Kenzie sendirian.
"Beraninya dia mengusirku... dan, kenapa aku harus jauh-jauh hanya untuk memastikannya baik-baik saja." Kenzie bertanya pada dirinya sendiri yang tidak tau akan jawabannya.
Benarkah apa yang dikatakan Vincent waktu itu, jika aku mulai menyukainya? pikir Kenzie, hatinya merasa tidak tenang tanpa ada kabar dari Adira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments