peraturan Baru

"Jadilah tenang karena itu bisa membuat mu bertambah kuat."

*****************#####*****************

Sejak kejadian saat itu, Kira mulai mendekati Senja secara terbuka. Ia bahkan tidak perlu lagi menyembunyikan ketertarikannya pada Senja. Meski begitu, Kira tetap berhati-hati saat Senja sedang bersama sahabatnya.

"Senja," panggil Kira sambil memberikan jus pada Senja.

"Apa aku boleh duduk di sini?" lanjutnya dengan senyum yang lebar. Senja sendiri tidak menjawab, ia hanya melihat Kira sekilas sebelum memindahkan tasnya ke meja samping.

"Silahkan," jawab Senja setelah memindahkan tasnya. Ia lalu menatap ke arah meja dimana jus itu berada.

"Apa kau yang selama ini menaruh..."

"Hehehe, iya."

Potong Kira dengan nada malu-malu. Ia terlihat seperti seorang gadis yang baru saja ketahuan melirik pria yang disukai.

"Terima kasih."

Senja tidak mau ambil pusing, toh apa yang ia duga selama ini benar adanya. Meski begitu, kali ini sedikit berbeda.

"Nona, racunnya..."

"Aku tahu."

Ristia mencoba untuk memberitahu nona nya itu, namun Senja sudah mengetahuinya sejak awal.

Setelah kelas selesai, Kira ingin mengajak Senja makan bersama, namun sayangnya Zakila datang dan mendahului dirinya. Dengan perasaan terluka, Kira pergi dari tempat itu.

"Kenapa kau berhubungan dengannya?"

Wajah Zakila tampak memerah, ia sedang kesal akan sesuatu dan saat ini rasa kesalnya bertambah dua kali lipat setelah melihat Kira bersama Senja.

"Tidak ada, hanya mengobrol saja."

Senja tidak mau membahas masalah ini lebih lanjut. Ia lalu menarik Zakila untuk segera pergi makan bersama.

Sama seperti sebelumnya, jika saat itu hanya Muna dan Luna yang tidak ada. Namun saat ini yang tidak hadir hanya Maya seorang. Ia kini sedang sibuk dalam mengerjakan uji coba ulang yang saat itu gagal ia lakukan.

Meja makan pun hanya menyisakan kekosongan. Mereka semua pada sibuk dengan pikiran masing-masing, termasuk juga Senja. Saat ini, ia sedang bingung harus melakukan apa pada pelatihan selanjutnya.

Tanpa terasa waktu makan siang pun sudah selesai. Mereka melakukan perpisahan tanpa banyak kata, tidak seperti sebelumnya. Hanya ada kata selamat tinggal dan sampai jumpa lagi. Kata-kata yang klise untuk sebuah perpisahan singkat.

****

"Aku bosan," lirih Senja saat membaringkan dirinya di atas ranjang. Ia lelah menjalani hari yang monoton ini. Tidak ada perubahan sama sekali, ia selalu melakukan hal yang sama terus-menerus dan berulang.

"Rasanya seperti mayat hidup saja," lanjutnya sambil melirik ke arah Kun yang masih tertidur tenang.

"Bagaimana bisa ia menghabiskan waktunya untuk tidur sepanjang saat," cibir Senja yang sama sekali tidak mengerti pola pikir seekor kucing seperti Kun.

"Dian, siapkan jubah ku. Aku akan keluar malam ini."

Dian hanya mengangguk ringan atas perintah Nona nya itu. Jujur saja, ia sendiri pun bosan berada di Akademik tanpa adanya kegiatan.

Malam hari saat semua persiapan sudah selesai. Meski Akademik memiliki perisai yang membuat siswanya tidak bisa bebas pergi kemana pun tanpa persetujuan wali, namun tentu saja hal itu tidak berlaku untuk Senja.

"Lily, aktifkan."

Portal sihir pun langsung muncul di bawah kaki jenjang Senja. Portal sihir ini langsung menuju ke Guild Moonlight yang berada di pasar gelap Kerajaan Green.

Walaupun Akademik sudah dilengkapi oleh sihir anti teleportasi, namun hal itu tidak bisa di bandingkan dengan kekuatan sihir hewan magic Senja. Mereka hanyalah sampah bagi Lily yang memiliki sihir manipulasi yang hebat.

Dengan kekuatan manipulasi, ia mampu mengubah area sihir di sekitarnya, termasuk kubah pelindung Akademik ini. Karena itu, Senja dapat dengan mudah berteleportasi ke Guild Moonlight tanpa adanya halangan dari pihak manapun.

****

"Selamat datang Nona, lama tidak bertemu."

Dennis menyapa Senja saat nona nya itu keluar dari portal sihir. Ia baru saja mendapatkan kabar dari Dian, jika nona nya akan datang mengunjungi Guild beberapa saat yang lalu.

"Bagiamana perkembangan Guild akhir-akhir ini?" tanya Senja langsung pada intinya.

"Untuk beberapa bulan terakhir ini, perkembangan Guild melesat cukup tinggi. Banyak sekali dari para bangsawan ataupun pedagang yang meminta kita mengawal mereka, serta pencarian informasi untuk beberapa kalangan politik Kerajaan."

Dennis menjelaskan dengan singkat apa yang terjadi pada Guild akhir-akhir ini, semuanya jelas dan padat. Ia juga menceritakan pihak mana yang membeli informasi dari mereka mengenai Kerajaan Green dan Kerajaan tetangga.

Selain itu, banyak sekali pedagang yang meminta pengawalan dari The Black Dragon, sehingga mereka harus bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan klien.

"Sekarang ksatria bayaran yang kita miliki sudah menjadi trending topik di seluruh benua ini, Nona."

"Uhm, itu bagus. Aku senang telah memilih orang yang tepat untuk pekerjaan ini."

Dennis hanya tersenyum canggung dengan pujian dari nona nya itu. Ia dengan malu-malu, menggaruk rambutnya yang menjulur hingga ke bahu.

"Terima kasih, Nona."

Senja hanya tersenyum simpul dengan sikap lucu bawahannya. Ia kemudian memutuskan untuk pergi meninggalkan Dennis yang masih tersipu di tempatnya. Dian sendiri hanya menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan sikap Dennis saat ini.

"Aku kasihan padamu," bisik Dian sebelum pergi menyusul nona nya keluar dari gedung.

" ... "

Dennis diam sesaat setelah mendengar perkataan Dian. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, karena saat ini pikirannya tengah terbang entah kemana.

Aslam dan Hazel sempat menyapa Senja sebelum nona nya itu pergi meninggalkan Guild. Mereka juga sempat melihat Dian yang berbisik aneh pada pemimpin mereka.

"Apa yang dikatakan Dian pada pemimpin?" tanya Hazel penasaran.

"Entahlah, tapi yang pasti itu cukup membuat pemimpin menjadi seperti itu."

Aslan melirik ke arah Dennis yang berwajah kaku dengan bola mata yang memandang kosong.

Mereka kemudian saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya mengangkat kedua bahu, dan memilih untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Disisi lain Senja memutuskan untuk pergi mengunjungi Sun Flores. Ia harus memastikan bagaimana kondisi tokonya tersebut. Selain itu, ada urusan penting yang ingin ia bicarakan dengan Rima mengenai Klein.

Sesampainya Senja di plaza kota, ia bisa melihat begitu banyaknya orang yang sedang berlalu lalang sama seperti biasanya. Mereka terlihat sibuk dengan bisnis masing-masing.

"Tidak ada yang berubah di sini," seru Senja saat melihat plaza yang masih dipenuhi oleh para bangsawan serta pedagang.

"Nona, aku akan mencarikan mu tempat," bisik Dian sebelum menghilang dari balik kerumunan warga.

Senja menghela napas panjang, ia kemudian pergi menuju gedung Sun Flores yang terletak di sebelah kanan bahu jalan.

Penampakan toko sama seperti sebelumnya. Banyak sudut yang dihiasi oleh bunga dan tumbuhan merambat. Selain itu, papan nama Sun Flores juga terpampang dengan jelas.

Senja kemudian melangkah masuk ke dalam gedung. Di dalamnya cukup banyak perubahan, tidak seperti bagian luarnya yang masih sama seperti gedung awal. Di sini, banyak rak-rak yang dipenuhi oleh berlian yang sudah di kelompokkan.

Ada berbagai jenis berlian serta bentuknya yang bervariasi. Dari kalung, gelang, hingga anting, dan mahkota yang disusun dengan rapi sesuai tempatnya.

"Selamat datang Nona," seru Wira sambil membungkuk ringan. Senja hanya menyeringai saat melihat pelayan di toko miliknya ini.

"Ada yang bisa saya bantu Nona?" tanyanya saat Senja hanya diam di tempatnya.

Senja sendiri tidak menjawab, ia malah pergi meninggalkan Wira dan memilih untuk melihat rak di sekitarnya. Terdengar olehnya saat Wira menghela napas panjang. Sepertinya hal ini sudah terjadi bukan hanya sekali tapi berulang kali pada tokonya.

Senja sedikit kesal, ia lantas menatap Serina yang masih tersenyum hangat padanya saat ini.

"Dimana Rima?" tanya Senja dingin yang seketika membuat Wira dan Serina merinding takut. Mereka baru sadar jika yang datang saat ini adalah nona nya dan bukan Nona bangsawan lain.

"Maaf Nona, kami tidak mengenali anda."

Serina tampak kacau, ia dengan hati-hati meninggalkan tempatnya dan pergi menuju lantai dua.

"Nona silahkan duduk."

Wira sedikit gugup, ia menyodorkan sebuah kursi pada Senja yang masih melirik area dalam toko.

Para pelanggan yang berada disekitar Senja merasa aneh dengan perubahan sikap kedua pelayan toko tersebut. Mereka tahu jika para pelayan toko memang selalu melayani mereka dengan hormat dan sopan, namun apa yang mereka lakukan pada gadis di depannya itu tampak berbeda.

Jujur saja saat ini Senja sedang menyamar sebagai sosok lain. Hal itu juga membuat Wira dan Serina tidak bisa mengenalinya. Pada kenyataannya, Senja memang sengaja melakukan itu agar identitasnya tidak diketahui dan lebih daripada itu, hal ini dilakukan agar pihak Akademik tidak tahu jika dirinya sedang berada di luar Asrama.

Beberapa menit kemudian, Rima datang menemui Senja. Ia dengan ramah membawa Senja menuju ruang kantornya. Di sana tampak berantakan namun tidak terlalu buruk untuk ukuran ruang kerja.

"Nona, silahkan."

Senja lalu duduk di salah satu sofa yang ada di sampingnya. Sedangkan Rima tengah menuangkan teh untuk dinikmati oleh nona nya itu. Ia sangat terkejut karena Serina tiba-tiba saja datang dan mengatakan jika Senja sedang berada di sini.

"Bagaimana pelayanan toko?"

Senja langsung bertanya sebelum Rima mengeluarkan kalimatnya yang sudah sampai di tenggorokan.

"Uhm, itu. Sangat baik Nona."

Rima tersenyum canggung, ia bingung harus bereaksi seperti apa saat ini.

Pasalnya, Nona nya ini belum pernah sekalipun datang ke tokonya, bahkan sejak toko ini pertama kali dibuka, nona nya tidak pernah hadir sekalipun.

"Apa kau mencoba membohongi ku?" tanya Senja kembali dengan nada dinginnya. Rima merasa seluruh tulangnya membeku. Ia panik hingga tidak sadar telah mengeluarkan banyak keringat dingin.

Jelas sekali Rima lebih suka bekerja keras menangani berbagai dokumen di atas mejanya daripada harus mengahadapi sikap nona nya yang begitu plin-plan. Sejak kejadian di Wilayah Timur, Rima jadi tahu jika nona nya ini memiliki tempramen yang buruk.

"Sial, aku tidak suka keadaan ini," gumam Rima gugup.

"Saya tidak pernah bohongi anda, Nona. Saya berkata yang sejujurnya."

Senja hanya menatap dingin ke arah Rima yang masih berdiri kaku di sampingnya. Ia menghela napas panjang sebelum menaruh kembali cangkir teh di tangannya.

"Katakan padaku, peraturan toko ini?"

Saat itulah Rima jadi tahu apa penyebabnya sehingga nona nya menjadi seperti saat ini.

"Apa yang salah," batinnya sambil memikirkan keseluruhan peraturan Sun Flores.

"Pertama, layani pelanggan dengan baik dan sopan. Kedua, jangan membawa perasaan atas sikap pelanggan yang tidak bisa dimengerti. Ketiga, jangan pernah menunjukan emosi di hadapan pelanggan."

Rima menjelaskan peraturan Sun Flores pada Senja. Itu adalah peraturan yang Senja buat sendiri untuk tokonya ini. Rima merasa tidak ada yang salah dalam mempraktekkan peraturan tersebut sampai saat ini.

Namun sayang nona nya itu sama sekali tidak merespon. Ia hanya diam dan terus menatap Rima dingin.

"Apa kau yakin telah melaksanakan seluruh peraturan itu?"

"Iya Nona..."

Perkataan Rima terhenti saat Senja meletakan kembali cangkir tehnya namun dengan tekanan yang lebih kuat daripada sebelumnya.

Wajah Rima memucat, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bingung, apakah kedua bawahannya telah melakukan hal yang salah pada nona mereka ini atau tidak.

"Nona, saya. Saya bisa jelaskan!"

Rima mencoba meyakini Senja meski ia sendiri tidak tahu titik masalahnya seperti apa.

"Rima, duduklah."

Dengan satu kalimat itu, Rima langsung duduk tepat di samping Senja.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Senja saat Rima duduk di lantai di sampingnya.

"Duduk, bukankah Nona menyuruhku untuk duduk."

"Hah, bukan disitu, tapi di sana."

Senja menunjukkan kursi yang ada di hadapannya itu. Rima berdiri dan berjalan mendekati kursi tersebut.

"Dengarkan aku baik-baik," lirih Senja saat Rima sudah duduk di kursi tersebut.

"Toko ini mencerminkan matahari yang menyinari hutan. Kau tahu, bagaimana cara matahari menyinari hutan?"

Rima hanya menggelengkan kepalanya, ia saat ini sedang berada di fase tidak bisa berpikir sama sekali. Otaknya buntu dan pikirannya pun kacau. Ia sama sekali tidak bisa berpikir secara jernih sejak nona nya itu ada disini.

"Hah."

Senja hanya menghela napas panjang dengan reaksi bawahannya itu.

"Jernihkan pikiran mu dulu. Baru kita bicara lagi."

Mendengar hal itu, Rima tampak tersentak. Ia lalu mengobrak-abrik pikirannya agar tertata kembali dengan rapi. Butuh waktu lima menit sampai ia benar-benar sadar kembali.

"Jalankan toko ini seperti matahari yang menyinari hutan. Tidak peduli apa yang ada di hutan itu, atau apa yang sedang terjadi dengan hutan itu, matahari selalu bersinar dengan terangnya. Bahkan saat terbakar, matahari tetap berada di atas dan menyinari hutan tersebut dengan panasnya."

Senja menjelaskan maksudnya dengan ambigu. Jelas Rima tidak mengerti, ia bingung harus menjawab seperti apa. Dan hal itu jelas sekali tertulis di wajahnya. Senja sekali lagi menghela napasnya dengan kasar.

"Dengar, aku menyuruhmu untuk menjalankan toko ini tanpa membawa perasaan terhadap pelanggan, serta bertindak seperti tanpa emosi bukan. Itu artinya, kau tidak harus menjadi budak para pelanggan disini."

Rima tampak aneh mendengar perkataan nona nya itu. Ia menjawab jika seperti itu maka pelanggan akan kabur dan tidak akan mengunjungi tempat ini lagi. Ia takut jika nona nya akan marah saat penghasilan toko menurun karena sifat mereka yang sempit.

"Layanilah pelanggan yang bersikap layaknya pelanggan. Jika mereka bersikap tidak sopan, kau bisa menyuruh mereka untuk keluar. Dan aku yakin, toko ini akan terus berkembang karena apa yang kita jual sudah terkenal di kalangan bangsawan bahkan Kerajaan tetangga."

" ... "

"Karena itulah aku menyuruhmu untuk bersikap logis dan tanpa emosi dalam menjalankan toko ini. Mereka yang bersikap kasar tidak pantas untuk dilayani. Jadilah matahari yang bersinar terik meski hutan terus terbakar."

"Karena hanya aku yang boleh bersikap kurang ajar di toko ku ini," lanjut Senja dalam hatinya.

"Lain kali, jangan ulangi lagi hal ini. Aku melihat Wira menghela napas kasar karena hal ini. Toko ku harus di datangi oleh mereka yang patuh dan sopan. Jika ada yang menyiksa bawahan ku seperti itu, maka mereka tidak pantas untuk mendapatkan apa pun dari toko ini."

Itu adalah perintah mutlak dari Senja. Rima sendiri hanya mengangguk tanda mengerti. Ia kemudian membuat peraturan baru di toko tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan nona nya.

Jujur saja jika mereka memang menyukai perhiasan di toko ini, maka mereka akan bersikap sopan.

"Mereka membeli karena membutuhkan perhiasan di toko ini, bukan berarti aku harus mengemis uang mereka. Jika tidak suka maka jangan datang."

Itu adalah prinsip Senja sejak dulu, ia memang membutuhkan uang tapi bukan berarti harus menjual harga diri ke tempat rendah hanya untuk kesenangan seorang pelanggan.

"Selain itu, kedatangan ku kesini juga untuk Klein."

Senja langsung pada intinya, ia tidak punya banyak waktu untuk tetap berada disini. Rima yang juga tahu akan hal itu, segera memberikan surat yang ia simpan untuk Senja.

Surat itu sudah ada sejak satu minggu yang lalu, namun karena kondisi nona nya yang buruk akhir-akhir ini, serta saran dari Dian, sehingga surat tersebut hanya ia simpan sampai waktu yang tepat.

Senja yang sudah menerima surat dari Rima segera meninggalkan toko Sun Flores. Ia lalu menuju ke kafe dimana Dian sudah berada lama di sana.

Sejak kepergian Senja saat itu, toko Sun Flores resmi mengeluarkan peraturan baru akan pelanggan yang ingin membeli barang mereka. Banyak yang setuju, namun ada juga yang menolak karena harga diri mereka yang tinggi.

Namun pada akhirnya, apa yang dikatakan nona mereka itu ada benarnya. Sejak hari itu, tidak ada lagi pelanggan yang bersikap tidak sopan serta bawahan yang harus menderita dalam menerima keegoisan para pelanggannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!