Pendekatan II

"Jika kau mencoba sesuatu dengan kebohongan, maka ilusi yang kau dapatkan."

*****************#####****************

Malam harinya Senja memutuskan untuk memeriksa keseluruhan informasi yang telah di kumpulkan oleh Muna dan Zakila. Hasilnya cukup mencengangkan dan sedikit membingungkan juga. Pasalnya, apa yang di beli Kira adalah tumbuhan obat-obatan herbal.

Senja kembali memfokuskan matanya pada salah satu tumbuhan herbal yang di beli oleh Kira. Itu bukan tumbuhan yang aneh tapi masalahnya adalah, kenapa ia membeli begitu banyak tumbuhan daun mint.

Daun mint merupakan tumbuhan yang bisa di padukan dengan apapun, termasuk juga teh. Hal ini dilakukan untuk menambah kesan segar pada teh tersebut.

"Tidak ada indikasi pembelian makanan ataupun minuman disini," gumam Senja setelah memeriksa keseluruhan informasi tersebut. Ia jadi penasaran siapa sebenarnya yang membelikannya itu semua.

Aneh rasanya menerima sesuatu yang kamu tidak tahu dari mana asalnya. Tapi jika dilihat dari sisa mananya, makanan itu berasal dari Kira.

"Apa jangan-jangan...!" Senja memikirkan satu orang yang mungkin saja terindikasi dengan itu semua.

Jelas Senja tahu jika taktik seperti itu sering digunakan dalam membunuh lawan secara perlahan. Dan ini juga yang pernah terjadi pada Permaisuri Mawar, ibunya. Ia yakin bahwa hal yang sama juga akan terjadi padanya kali ini.

Senja mulai tersenyum nakal mengingat hal tersebut. Ia merasa jika saat ini ada yang sedang bermain dengannya. Tapi bukannya merasa takut, Senja malah ingin tahu akhir dari permainan itu sendiri.

****

"Anak-anak, kali ini kita akan mempraktikkan teori mantra yang sebelumnya sudah di pelajari."

Para siswa saling memandang satu sama lain. Mereka sama sekali tidak menyangka dengan ujian mendadak ini.

"Prof, apakah sekarang kita sedang melakukan ujian?" tanya salah satu siswa yang merasa tidak terima.

"Tidak, ini hanya uji coba saja. Saya hanya ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman kalian di pelajaran saya ini."

Para siswa hanya menghela napas panjang sebelum mengikuti Prof Amy menuju hutan. Hutan yang akan mereka datangi adalah Hutan buatan yang sering digunakan untuk melatih ataupun meneliti bagi sebagian siswa di Akademik Adeline.

Di hutan itu, kini ada beberapa siswa yang tengah berlatih mantra serta ada beberapa yang sedang melakukan penelitian. Mereka semua terlihat sibuk dengan bisnis masing-masing.

"Masuklah ke dalam dan bawakan sebuah pita yang sudah saya sembunyikan untuk kalian. Kalian bisa melakukannya secara berkelompok ataupun sendiri, itu tidak masalah. Yang terpenting adalah, waktu kalian hanya 30 menit dalam mencarinya. Jika terlambat, maka poin kalian akan dikurangi."

Selesai memberikan instruksi, para siswa lalu melangkah masuk ke dalam hutan. Wajah mereka tampak kesal karena mengetahui bahwa poin mereka akan berkurang jika tidak menemukan pita tersebut. Beberapa diantara mereka langsung membentuk kelompok dan berpisah dengan yang lain.

Senja sendiri hanya berjalan sesuai dengan panduan yang diberikan oleh Ristia. Dengan begitu, ia tidak perlu lagi mencari dengan susah payah. Sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama, karena Prof Amy baru saja menambahkan instruksi baru.

Ia mengatakan jika segala bentuk kecurangan akan membuat mereka langsung kehilangan poin tanpa adanya pengurangan. Maka dari itu, mereka harus mencari dengan kekuatan sendiri bukan dengan alat bantu seperti hewan magic ataupun artefak.

"Ini sangat mudah," gumam Senja sambil melafalkan mantra sihir lokasi pada tongkat sihirnya. Tongkat itu mulai bergetar ringan menandakan bahwa ada pita di sekitarnya.

Senja lalu mengikuti arah getar dari tongkat sihirnya. Perlahan tongkat itu mulai bergetar lebih kencang dari pada sebelumnya. Ini menandakan jika pita sudah semakin dekat dengannya. Dan saat ia sudah sampai di lokasi tersebut. Pita itu sudah berada di tangan salah satu siswa yang sebelumnya membentuk kelompok.

Mereka lalu memandang Senja dengan ekspresi benci dan kemudian pergi dari tempat itu. Sebelum pergi, salah satu dari mereka sempat mencibir Senja dengan kata 'Penggangu' sebelum menghilang dengan temannya yang lain.

Senja hanya menghela napas, ia tidak kesal ataupun marah. Ia merasa tidak perlu melakukan itu karena itu akan membuang tenaganya dengan cuma-cuma. Senja pun melanjutkan kembali pencariannya.

Sudah 20 menit Senja mencari pita namun mereka semua sudah di rebut tepat di depan matanya. Senja merasa jika mereka sengaja melakukan itu untuk membuatnya kesal. Jujur saja ia tidak suka berlari seperti orang gila hanya untuk mendapatkan sebuah pita.

Bahkan saat pita itu sudah hampir berada di genggamannya, ia diambil paksa oleh siswa lain dengan senyum sinisnya.

"Ini milik ku."

Siswa itu mengambil paksa pita yang hendak di genggam oleh Senja.

"Selama pita ini belum kau sentuh, maka ia bisa menjadi milik siapa pun."

Siswa itu lalu pergi meninggalkan Senja dengan tawa mengejek yang khas, dan siapa pun yang mendengar tawa itu. Mereka pasti ingin sekali memukul kepalanya.

"Hah, sial."

Senja hanya bisa memaki tapi ia sama sekali tidak melakukan tindakan apapun. Jujur saja Senja juga merasa kesal dengan mereka, namun saat ini Senja sedang di awasi oleh berbagai macam mata, baik itu dari kelasnya sendiri ataupun mereka yang sedang berlatih di hutan tersebut.

"Merepotkan sekali," gerutu Senja tetap dengan wajah polosnya. Ia harus tetap terlihat lugu meski kini perasaanya sangat kesal. Ia tidak ingin mereka melihat sisi buruk dirinya di tempat terbuka ini.

Senja lalu kembali mencari pita tersebut dengan senyum ringan di bibirnya. Mereka yang dengan Sengaja memperhatikan Senja, hanya bisa mengatakan bahwa Senja adalah gadis bodoh yang begitu polos.

Mereka berpikir jika hal itu terjadi pada mereka, maka mereka akan memukul siswa tersebut dengan keras, dan memakinya yang mencoba untuk merebut apa yang sudah ada di depan mata mereka. Atau bahkan mereka akan membanting siswa tersebut dengan kuat hingga tulang-tulangnya patah.

"Dia bodoh sekali," bisik salah seorang siswa pada temannya saat melihat Senja yang tersenyum polos pada pria yang telah mengambil miliknya.

"Apa kau ingin membantunya?"

"Tidak juga."

Mereka kemudian kembali melakukan pekerjaan mereka sebelum memandang rendah ke arah Senja.

Senja hanya bisa tertawa internal dengan percakapan mereka tadi. Apakah ia memang sebodoh itu untuk membiarkan lawannya pergi dengan mudah. Oh, tentu saja tidak.

Pada kenyataannya, pita yang diambil oleh lawannya itu akan terbakar saat jaraknya 100 meter dari Senja. Memang tidak terbakar keseluruhan namun jika pita itu semakin jauh dengannya, maka pita tersebut akan benar-benar terbakar habis.

"Waktu kalian tinggal lima menit lagi untuk bisa sampai di sini."

Prof Amy memberikan alarm waktu untuk para siswa. Jika dalam waktu lima menit mereka belum keluar dari hutan, maka mereka akan kehilangan seluruh poin nya

Senja yang mendengar alarm tersebut hanya bisa mencibir dengan tajam. Ia tidak takut karena bisa berteleportasi dengan cepat, namun masalahnya adalah ia sama sekali belum memiliki pita itu.

"2 menit lagi."

Senja terlihat kesal dengan penghitung mundur waktu tersebut. Ia lalu mempercepat langkahnya dalam mencari pita di seluruh bagian hutan.

"10, 9, 8."

Prof Amy terus menghitung mundur dengan cepat, yang bisa dilakukan oleh Senja hanyalah mengutuk dan memaki. Ia sama sekali tidak bisa menemukan satu pun pita di area tersebut.

"Sial," maki Senja sebelum melafalkan sihir teleportasi.

"4, 3, 2."

Dalam hitung mundur kedua, Senja sudah berada di hadapan Prof Amy. Memang waktunya tinggal sedikit, namun ia berhasil sampai sebelum waktu hitung berakhir.

Prof Amy lalu meminta mereka yang berada di sana untuk menyerahkan pita yang mereka dapat. Beberapa diantara mereka terkejut karena pita yang mereka dapat menghilang dan hanya menyisakan debu saja.

"Apa ini?" tanya Prof Amy dengan dahi yang berkerut.

"Apa kalian sedang bermain dengan ku?" tanyanya kembali sambil menghempaskan debu pita tersebut.

"Yang lain!"

Prof Amy tampak marah dan itu membuat para siswa menjadi takut sekaligus bingung. Mereka tidak mengerti mengapa pita mereka bisa berubah menjadi debu seperti itu. Hanya beberapa siswa saja yang dapat memberikan pita tanpa terbakar.

"Senja!" panggil Prof Amy saat Senja masih berdiri di tempatnya. Mereka yang melihat Senja hanya bisa mencibir dengan kesal.

"Dia akan mendapatkan hal yang sama dengan kita," gumam mereka dalam hati masing-masing.

Jelas sekali itu terpampang di wajah mereka. Senja sendiri hanya tersenyum kaku saat dirinya hendak menjelaskan tentang situasinya.

"Prof itu..., saya..."

"Mana pitanya?"

Potong Prof Amy tidak sabaran. Senja hanya bisa menghela napas panjang sebelum memantapkan hatinya untuk mengatakan yang sejujurnya.

"Pitanya, pitanya..."

"Pitanya ada sama saya Prof," Kira memotong perkataan Senja sambil melambaikan dua buah pita di tangannya.

"Saya dan Senja satu kelompok. Maaf saya lupa memberikan ini padanya," lanjut Kira sambil memberikan kedua Pita itu pada Prof Amy.

"Baiklah, tidak masalah. Yang lain mana?"

Prof Amy tampak acuh dengan hal tersebut. Bukannya ia tidak tahu, hanya saja ia mencoba untuk pura-pura tidak tahu dengan masalah siswanya.

Jujur saja ia tahu jika pita yang terbakar itu adalah pita yang mereka rebut dari Senja. Sedangkan Kira, memang sejak awal tidak pernah berkelompok dengan siapa pun bahkan dengan Senja.

Para siswa yang kehilangan poin menatap Senja dengan ekspresi iri dan benci. Mereka bahkan tidak menyangka jika Kira menyelamatkan Senja kali ini.

****

Pada saat makan siang, Senja hanya di temani oleh si kembar dan Luna. Sedangkan Muna sedang dalam masa hukuman karena tidak mampu menghafalkan essai pertahan pedang ganda.

Karena pada dasarnya Muna adalah ksatria yang hanya fokus pada pedang besarnya, sehingga dalam menggunakan pedang ganda, ia selalu gagal. Berbanding terbalik dengan Maya yang selalu menggunakan pedang pendek, sehingga untuk menggunakan pedang ganda, ia bisa lolos dengan mudah.

"Bagaimana hari kalian?" tanya Zakila dengan sandwich di mulutnya.

"Tidak banyak yang berubah," jawab Senja datar.

Maya hanya diam karena terlalu lelah untuk meladeni adiknya itu. Sedangkan Luna hanya mengangguk tanda setuju dengan jawaban Senja.

Di tengah makan siang mereka, Luna sudah di telepon oleh pelayannya. Entah apa yang mereka bicarakan, namun ekspresi Luna berubah dengan drastis. Satu yang pasti, bahwa saat ini Luna tengah dalam masalah yang penting.

"Aku harus pergi, sampai jumpa."

Luna lalu pergi meninggalkan mereka, dan tidak lama kemudian Maya pun menyusul Luna. Ia harus pergi karena masa istirahatnya sudah habis.

"Kenapa cepat sekali?" tanya Zakila bingung.

"Aku harus berlatih kembali karena uji coba akan segera di mulai dalam waktu 20 menit ke depan."

Setelah itu Maya pergi dengan wajah yang pucat. Sepertinya Senja bisa menebak uji coba seperti apa yang akan Maya hadapi kali ini.

"Zakila, rupanya kau di sini," panggil salah satu teman Zakila dengan terburu-buru.

"Sial, kenapa kau kabur saat portalnya belum siap, brengsek."

Teman Zakila tampak siap meledak sebelum Zakila memasukan apel ke dalam mulutnya.

"Aku tahu, jadi jangan berteriak," gerutu Zakila kesal.

"Aku akan pergi, tapi sebelum itu."

Zakila lalu memandang ke arah Senja dengan senyum masamnya.

"Maaf aku harus meninggalkan mu. Sampai jumpa kembali."

Zakila kemudian mencium pipi Senja dan menarik lengan temannya itu. Mereka kemudian pergi meninggalkan Senja dengan meja yang masih penuh dengan makanan.

"Hah."

Senja hanya bisa menghela napas panjang dengan situasi kali ini. Ia lalu menaruh sandwich miliknya dan berniat untuk pergi.

"Mau kemana?" tanya sebuah suara saat Senja hendak berdiri dari duduknya.

"Hah?" tanya Senja kaget saat melihat seorang gadis sudah duduk manis di hadapannya.

"Makanan ini enak, sayang sekali kalau di buang begitu saja," ucap gadis itu sambil menyerobot sandwich di depannya.

"Kira," lirih Senja masih bingung dengan apa yang terjadi. Kira sendiri hanya tersenyum manis sebelum menaruh kembali sandwich miliknya.

"Ada apa? Apa kau tidak suka aku di sini?"

Kira bertanya dengan wajah sedihnya. Berbanding terbalik dengan apa yang ia lakukan barusan.

"Ah, tidak. Bukan itu. Hanya saja..."

"Maaf."

Potong Kira sambil hendak berdiri. Senja yang masih bingung tanpa sadar memegang tangan Kira secara spontan.

"Ah, ini. Duduklah."

Senja merasa panik saat Kira menatapnya saat tangan mereka bersentuhan.

"Sial, kebiasaan lama."

Senja memaki dirinya sendiri karena refleknya yang bodoh. Ia dengan tenang tersenyum kembali pada Kira sambil berkata, "Terima kasih atas pitanya." Kira hanya tersenyum balik dengan penuturan Senja saat ini.

"Tidak masalah, seharusnya aku yang minta maaf karena telah menyakiti mu dulu."

Senja hanya menggelengkan kepala dengan balasan Kira yang mendadak. Ia lalu mengatakan jika itu hanya masa lalu dan kini semua sudah berubah.

Kira hanya mengangguk tanda setuju. Ia lalu menemani Senja menghabiskan makan siangnya sebelum mereka kembali ke kelas. Entah apa yang di pikirkan Kira, namun selama mereka bersama ia selalu tersenyum misterius.

Kira tampak lebih cerah dengan senyum yang begitu lebar. Tidak ada yang tahu bahwa Kira tidak hanya tersenyum puas, ia juga tersenyum licik di saat yang bersamaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!