Merasa aneh mendapat tatapan dari semua orang, Chaca beringsut mundur. "A ... ada apa?" tanyanya dengan nada pelan.
"Kamu kenal Gandhi, Cha?" tanya Bunda bahkan sampai menghentikan aktivitasnya.
"Eumm ... iya, Bun. Kemarin Chaca bahkan nganter pulang sampe halaman. Tapi disuruh langsung pulang. Enggak diizinin mampir," jelas Chaca dengan polosnya.
Bunda pun membelalak, "Apa?!" pekiknya terkejut.
"Enggak apa, Bun. Lagian kemarin udah jelang malem sih." Chaca tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Oh, takut dicariin ya sama mama dan papanya?" ucap Bunda kembali menuangkan teh pada gelas anak-anaknya.
Lagi-lagi kata orang tua membuat Chaca mematung, makanan lezat pun terasa hambar di mulutnya. Bahkan rasanya teronggok di tenggorokan.
Sebegitu dahsyatnya, seolah kata itu adalah momok paling menyakitkan. Dadanya berdenyut nyeri, tangannya gemetar. Kepalanya menunduk semakin dalam.
Bunda yang melihat perubahan mimik muka Chaca menghampirinya. Disentuhnya kedua bahu Chaca dengan lembut membuat gadis itu menoleh.
"Makan yang banyak, abis itu kita jalan-jalan," bisik Bunda yang mengerti suasana hati Chaca.
Chaca mengangguk dengan seulas senyum. Mereka pun menikmati makan siang dengan begitu bersemangat. Jarang-jarang makan enak dari resto ternama seperti itu.
Usai makan, seperti biasa Santi dan adik-adiknya bahu membahu membereskan meja makan dan membuang semua sampah bekas makanan mereka. Lalu setelahnya istirahat siang.
"Anak-anak, Bunda ke kebun dulu ya. Kalian semua beristirahatlah," pamit Bunda pada anak-anaknya.
"Iya Bunda," sahut mereka serempak.
"Ayo, Nak," ajak Bunda pada Chaca sembari meraih tangan kurus gadis itu.
Ketika pintu belakang rumah dibuka, hawa sejuk mulai menerpa wajah mereka. Chaca memejamkan mata, menghirup dalam-dalam oksigen yang memenuhi paru-parunya. Banyaknya pepohonan dan juga sayuran hijau menyegarkan mata dan udara sekitar.
"Sejuk banget, Bun. Bikin betah nih. Rasanya enggak mau pulang," ucap Chaca membuka matanya perlahan.
Ia terlonjak kaget, hampir saja terjatuh andai lengan Gandhi tidak menopangnya. Pandangan keduanya saling beradu, degub jantung mereka pun mulai tak terkendali.
"Eheem!"
Deheman bunda menyadarkan keduanya. Chaca salah tingkah dibuatnya. Gandhi melepas punggung Chaca ketika merasa sudah aman.
"Om? Bikin jantungan aja! Tiba-tiba muncul kek jelangkung," gerutu Chaca memanyunkan bibirnya.
Gandhi menyunggingkan senyum, membuat Chaca semakin hanyut dalam keindahan di depannya. Tiba-tiba tangannya mengusap puncak kepala Chaca, membuat gadis itu terpaku.
"Lagian kamu sih, sampe segitunya menikmati udara di sini," balas Gandhi.
"Kok kamu udah pulang?" tanya Bunda merasa terasingkan.
Barulah Gandhi tersadar, ia lalu mencium tangan sang Bunda. "Assalamu'alaikum, Bunda. Hari ini 'kan Sabtu, Bun. Lembur setengah hari," jelas Gandhi melepas jabat tangannya.
"Oiya, Bunda lupa. Kalau begitu temani Chaca jalan-jalan ya. Bunda mau istirahat sebentar," ucap sang Bunda.
"Siap, Bunda!" balas Gandhi sangat bersemangat.
Setelah Bunda pamit, Gandhi meraih tangan Chaca dan digenggamnya. Mata Chaca menatap ke arah tangannya. Wajahnya bersemu merah bak tomat yang matang.
Derik ranting yang terinjak kaki keduanya, meramaikan suasana yang sunyi itu. Gandhi mengajaknya duduk di sebuah ayunan kayu, yang diikat di pohon rambutan. Ia membuatnya sendiri untuk adik-adiknya bermain.
"Duduk sini," pinta Gandhi memegang kedua tali ayunan.
Chaca pun menurut. Ia mendaratkan tubuhnya di permukaan kayu itu. Kedua tangannya berpegang erat pada tali yang sama.
Gandhi mengayunkannya perlahan. Chaca meluruskan kedua kakinya. Kepalanya mendongak, dengan mata terpejam. Rambut panjangnya melambai-lambai mengikuti gerakannya. Senyum terukir indah di bibir mereka. Gandhi turut bahagia melihat Chaca yang seperti melepas beban hidupnya.
"Om, lo kerja di mana?" tanya Chaca masih belum membuka matanya.
"Kenapa?" Pria itu masih setia mengerakkan ayunan itu.
"Tanya aja. Ayolah di mana?" desak Chaca memaksa meminta jawaban.
"Di Abraham Group," jawab Gandhi membuat Chaca membelalak seketika.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
nobita
seneng banget aku dg cerita ini... alur nya apik mengalir apa adanya... seolah-olah para readers masuk ke cerita... mantap thor
2024-07-22
2
Rinnie Erawaty
sampe bab ini aku baca ya kayaknya udah revisi soalnya dari awal sampe disini komen readers nya gak da yg nyambung.... mungkin nyambungnya di cerita sebelum revisi nih
2023-01-17
0
Irfa Idiani
tu kan, kbetulan lgi....
2022-08-26
0