Sepulang dari bekerja, Gandhi memberitahukan kabar bahagia itu pada bunda. Ia pun ingin merayakan kenaikan jabatannya itu dengan mengajak adik-adiknya makan malam di luar.
"Gan, apa enggak sebaiknya uangnya kamu tabung aja. Kamu 'kan juga bakalan hidup berkeluarga. Jangan terlalu foya-foya," pesan Bunda yang tidak setuju dengan ide Gandhi.
"Sesekali enggak apa-apa, Bun. Gandhi enggak akan langsung kehabisan uang dalam sekejap, hanya karena mengajak malam adik-adik di luar. Tuh liat, Bun. Mereka tampak bahagia banget," celetuk Gandhi menyentuh kedua bahu sang bunda.
Bunda Hanin pun tersenyum, "Semoga semakin lancar rizkimu, Sayang. Ingat, jangan sombong dan jangan semena-mena dengan jabatan baru. Tetap rendah hati dan baik dengan para bawahan kamu nanti," ucapnya tulus membelai pipi Gandhi.
"Aamiin. Pasti bunda, semua tak luput dari doa Bunda juga," jawab Gandhi lalu memeluk erat wanita yang telah membesarkannya itu.
Malam pun kini mulai menyapa. Seluruh penduduk panti tengah bersiap mengenakan pakaian terbaik mereka untuk makan malam di luar.
Dua buah mobil taksi online sudah berjajar rapi di depan kediaman bunda. Bersiap mengantarkan mereka ke tempat yang sudah direservasi oleh Gandhi.
"Yeeeeeaaayy!" Semua anak-anak bersorak berhamburan ke pelataran.
"Jangan lari-lari, pelan-pelan aja," tegur Gandhi yang tak diindahkan mereka karena saking bahagianya.
"Mas! Mas! Ikut," rengek seorang anak perempuan bermata bulat menarik-narik kemeja Gandhi.
Pria itu menundukkan kepalanya, ia langsung merengkuh anak itu dalam gendongannya. "Uuurrggh Intan, Sayang makin berat yah kamu," ucapnya sambil menciumi pipi gembul Intan.
Anak berusia 3 tahun itu tertawa cekikikan karena kegelian. Gandhi yang memang sangat menyayangi anak-anak, bersikap hangat pada semua adik-adiknya. Terutama si bungsu, Intan. Gadis kecil itu selalu menempel pada Gandhi ketika ia berada di rumah.
"Adik-adik, kalau nggak muat sini sama Mas," ujar Gandhi berjalan menghampiri mobil satunya. Ia membuka pintu dan beberapa anak panti pun masuk ke sana.
Bunda menyusul setelah mengunci pintu sambil merapikan hijab yang dikenakannya. Lalu turut masuk bersama Gandhi.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah mereka di sebuah restoran yang cukup luas. Manik mata anak-anak itu berbinar melihat restoran outdoor yang bertemakan keluarga itu.
"Mas udah pesen meja nomor 14 ya. Cukup buat kita ber ...." Gandhi tampak sedang menghitung anggotanya.
"Banyak pokoknya, Mas. Haha," sambung Santi tertawa.
"Iya, banyak, ayo masuk," balas Gandhi tertawa.
Mereka pun memasuki restoran tersebut, Intan masih setia di gendongan Gandhi. Gadis cilik itu melingkarkan kaki di pinggang Gandhi, dengan tangan melingkar di leher pria itu.
Gandhi yang memimpin jalan, menunjukkan tempat reservasinya. Ia berjalan sambil bersenda gurau hingga tanpa sengaja menabrak seseorang.
"Ah, maaf! Maaf! Maafkan saya," ucap Gandhi sedikit membungkuk.
"Hemm!" Hanya deheman balasan dari orang itu.
Gandhi mengangkat kepalanya. Pandangannya bertemu dengan manik yang berkilat tajam milik pria paruh baya berpakaian jas rapi di hadapannya.
'Dia ...,' batin Gandhi tercengang dengan apa yang dilihatnya.
Pandangan dua pria itu saling beradu. Gandhi bahkan tak berkedip melihat mata elang pria di hadapannya. Ia menyunggingkan senyum sembari mengangguk, "Sekali lagi maafkan saya, Pak. Permisi," pamit Gandhi melanjutkan langkahnya.
Pria tua itu nampak bergeming, seolah sedang berusaha mengingat. Namun suara sang asisten membuyarkan lamunannya dan membuatnya kembali melangkah keluar.
"Itu siapa, Gan? Kamu mengenalnya?" tanya Bunda yang melihat interaksi Gandhi dengan orang tersebut.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Alexandra Juliana
Pak Alexander ayahnya Chaca
2022-12-04
0
Irfa Idiani
alexander
2022-08-26
0
Hesti Pramuni
papa e Chacha ya..?
2022-02-26
1