Bab ini telah direvisi....
Happy readings~
Beberapa tahun kemudian ....
Beberapa tahun berlalu, penghuni panti pun semakin bertambah. Rumah bunda yang tadinya sepi, kini kian bertambah ramai seiring bertambahnya anak-anak yang dirawat bunda.
Ada beberapa di antaranya yang memang diletakkan di teras ketika tengah malam, ada yang dibawa bunda dari jalanan, hingga kini mencapai total 10 anak asuh bunda.
Gandhi yang memang sangat menyukai anak kecil, begitu bahagia. Ia sangat menyayangi adik-adiknya.
Panti asuhan bunda, belum terlalu besar. Letak rumahnya di tengah perkampungan, tak banyak donatur yang menguluri bantuan. Karena memang belum terdaftar secara legal dan diakui hukum.
Karenanya, sebagai anak laki-laki dan paling besar, ia turut prihatin. Tak pernah mengeluh dengan keadaannya. Justru semakin bersemangat membantu bunda.
"Paman, besok Gandhi libur semester. Jadi Gandhi bisa ikut paman setiap hari nih," ujar laki-laki yang kini telah beranjak remaja. Ia duduk di bangku SMA.
Sejak pertama masuk SMA, ia tahu biaya yang ditanggung bunda akan semakin tinggi.
"Kalau ikut tiap hari, nanti apa nggak capek?" elak Paman Dul menepuk bahu Gandhi.
Keduanya kini tengah berbincang di teras panti. Ditemani awan hitam yang bergelung di langit, bertabur bintang berkilauan.
"Enggak, Paman! Asalkan dapat uang Gandhi pasti bersemangat!" serunya mantap mengepalkan tangannya.
Permintaan laki-laki itu pun dilanjutkan pada mandor Paman Dul bekerja. Ia diminta datang keesokan harinya untuk uji coba terlebih dahulu.
"Bunda, do'akan Gandhi ya. Hari ini mau ikut Paman," ucapnya berpamitan dengan sang bunda.
Bunda Hanin mengusap kepalanya lembut, "Maafin Bunda, Nak. Sebenarnya Bunda tidak tega jika kamu harus bekerja sekeras itu," gumam Bunda meneteskan air mata.
Gandhi menyeka air mata itu dengan kedua ibu jarinya, "Bunda enggak perlu minta maaf. Ini semua keinginan Gandhi sendiri. Gandhi ingin membantu Bunda. Minta do'anya ya, Bun," ucapnya sekali lagi.
Senyum getir tampak di bibir Bunda Hanin. Kedua tangannya menangkup pipi Gandhi, "Hati-hati ya, Nak. Jangan dipaksakan kalau kamu kelelahan," pesan Bunda mengecup kening Gandhi.
"Gandhi! Ayo keburu siang!" teriak sang Paman di atas sepeda motornya.
"Baik Paman, berangkat ya, Bun. Assalamu'alaikum," pekik Gandhi berlari melambaikan tangannya.
"Wa'alaikumsalam," ucap Bunda lirih.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, mereka telah sampai di proyek pembangunan gedung bertingkat. Sudah banyak karyawan yang berdatangan. Mereka telah bersiap mengenakan APD (Alat Pelindung Diri).
"Pagi, Pak. Ini keponakan saya yang akan ikut bekerja," ujar Paman Dul setelah berdiri di hadapan sang mandor.
Pak Parto, pria paruh baya yang berpakaian rapi lengkap dengan helm pelindung itu berkacak pinggang. Ia memainkan kumisnya sambil mengamati Gandhi dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Kamu yakin kuat bekerja?" tanyanya ragu setelah melihat kondisi fisik Gandhi yang kurus itu.
"Tentu saja yakin, Pak. Saya siap!" jawab Gandhi mantap tak lupa dengan senyumannya.
"Baiklah! Kamu menjalani masa training satu minggu. Selama pekerjaanmu baik, kamu bisa terus bekerja di sini!" ucap mandor berperut buncit itu.
Gandhi bahagia mendengarnya, ia pun menjabat tangan orang itu dengan bersemangat. "Terima kasih, Pak!"
Sang mandor pun menyerahkan beberapa APD sebelum ia melakukan pekerjaan. Dan menjelaskan bagian yang akan ia kerjakan.
Gandhi mendengarkan dengan seksama. Ia disuruh mengayak pasir, setelah diberikan contoh, ia pun bersemangat melakukannya. Senyum Bunda menjadi semangat tersendiri untuknya.
"Gadis kecil itu apa kabar ya? Kok sekarang nggak pernah kelihatan?" gumamnya di tengah kesibukannya mengayak pasir.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
acih aja
novel kak Sen yg pertama kali aq baca dan selau ngangenin 😘
2023-08-06
0
BWs___
rada" bingung lebih penasaran sama ceritanya yg sebelum di revisi kok kayak beda jauh ya Thor?
2023-01-23
1
Risma Farna
lanjuut
2023-01-23
0