The Secret of Love Season 2
Mei Yin menatap ke arah bayi mungil yang tengah digendong seorang wanita paruh baya. Bayi itu tampak tertidur lelap dalam balutan kain sutera yang membuat tubuhnya kembali hangat setelah merasakan kedinginan saat pertama kali menghirup udara luar dan menangis dengan kencang hingga membuat seorang pria tampan yang duduk di samping Mei Yin menitikkan air mata bahagia.
Pria yang tampan dan terlihat berwibawa itu perlahan menghapus peluh yang masih menempel di dahi Mei Yin dan mengecupnya dengan mesra. "Terima kasih karena sudah memberikanku seorang pangeran mungil yang sangat tampan," ucap pria itu sambil menggenggam tangan istrinya itu.
Mei Yin tersenyum dan mengangguk pelan. Wajahnya yang tampak pucat tak mengurangi kecantikan wajahnya. Matanya yang sendu tetap terlihat sangat mempesona.
Wanita paruh baya itu lantas menyerahkan bayi mungil itu ke gendongan Mei Yin. "Permaisuri, Pangeran kita ini sangat tampan," ucap wanita itu sambil tersenyum.
Mei Yin menatap wajah bayi mungil itu dengan seksama. Memang benar, wajah bayi itu sangat tampan dengan pipi yang terlihat sangat menggemaskan. Bibir mungil bayi itu terkadang menguap pelan hingga membuat Mei Yin tersenyum saat melihatnya.
Di gendongannya kini, tampak seraut wajah yang membuat dia merasa menjadi wanita seutuhnya, karena bisa memberikan kebahagiaan bagi suaminya yang juga seorang Raja di negeri itu.
"Istriku, lihatlah wajah anak kita. Dia sangat tampan dan menggemaskan," ucap pria itu yang tidak lain adalah Raja dari negeri itu, yaitu Pangeran Zhao Li atau yang sekarang disebut Raja Zhao Li.
Mei Yin mengangguk. Dia tidak menyangka kalau dirinya sekarang sudah menjadi seorang ibu dan lelaki yang duduk di sampingnya kini telah menjadi seorang ayah. "Suamiku, apa kamu bahagia?" tanya Mei Yin pada suaminya itu.
"Aku sangat bahagia, bahkan terlalu bahagia hingga aku tidak ingin pergi dari sini," jawab Raja Zhao Li sambil tersenyum.
Mei Yin membalas senyumnya dan kembali menatap wajah pangeran mungilnya yang sudah terlelap dalam gendongannya.
"Berikan dia padaku dan sebaiknya kamu beristirahat. Aku tahu kamu sangat lelah karena sudah mempertaruhkan nyawamu untuk melahirkan buah cinta kita. Tidurlah, biar aku yang akan menjaga bayi kita," ucap Raja Zhao Li lembut sambil mengambil bayi itu dari gendongan Mei Yin.
Walau tidak ingin, tapi Mei Yin tidak bisa membantah ucapan suaminya. Baginya, setiap ucapan Raja Zhao Li adalah perintah yang harus dia patuhi karena baginya Raja Zhao Li bukanlah hanya sebagai seorang suami, tapi juga sebagai seorang raja yang patut untuk dia patuhi.
Dia tidak ingin membantah ucapan suaminya karena dia ingin menjaga kewibawaan suaminya. Bagaimana mungkin seorang Raja bisa dipatuhi oleh rakyatnya kalau ternyata istrinya sendiri tidak mematuhinya.
Mei Yin menyerahkan bayi itu ke gendongan Raja Zhao Li yang tampak bahagia saat pertama kali menggendong buah hatinya itu. Dia menitikkan air mata saat melihat bayi itu dalam gendongannya.
"Suamiku, kenapa kamu menangis?" tanya Mei Yin yang juga ikut sedih.
"Ini adalah tangisan bahagia. Aku sangat bahagia hingga membuatku menangis," jawab Raja Zhao Li sambil tersenyum di antara air mata yang jatuh di sudut matanya.
"Tidurlah, biarkan aku menatap wajah putraku ini, karena sebentar lagi aku harus menghadiri pertemuan dengan menteri-menteri itu," ujar Raja Zhao Li yang membuat Mei Yin mengangguk.
Sambil tersenyum, Mei Yin terus memperhatikan Raja Zhao Li yang tengah asyik menimang buah hati mereka. Rasa sakit dan lelah pasca melahirkan tak membuatnya menjadi wanita yang lemah. Walau harus bertarung nyawa, tapi dia tetap bersemangat karena rasa cintanya pada Raja Zhao Li yang sudah menunggunya dengan perasaan cemas. Dan semua itu terbayar dengan hadirnya bayi mungil yang membuat hidup mereka lebih sempurna.
Karena kelelahan, Mei Yin akhirnya tertidur. Wajah cantiknya tampak pucat saat Raja Zhao Li mendekatinya. "Terima kasih karena sudah memberikan kabahagiaan untukku. Terima kasih karena sudah menghadirkan pangeran mungil yang akan membuat keluarga kita semakin sempurna. Terima kasih, istriku," ucap Raja Zhao Li sambil mengecup kening istrinya itu.
Kabar tentang kelahiran pangeran telah menjadi berita hangat di luar kerajaan. Rakyat yang selama ini sangat menyanjung rajanya itu sangat bergembira dengan kelahiran pangeran yang tentu saja akan menjadi penerus istana ke depannya.
Kebijakan Raja Zhao Li yang lebih mementingkan rakyat telah membuat rakyat sangat loyal padanya. Itu terbukti dengan diadakannya pesta di sebuah desa yang jauh dari istana.
Desa kecil itu tampak asri dengan aneka tanaman bunga dan tanaman obat yang mengelilingi desa itu. Tak hanya itu, desa yang tidak terlalu besar itu juga ditanami aneka sayur dan ubi yang akan segera dipanen.
"Tuan, hasil sayur dan ubi kita kali ini cukup banyak. Aku akan memerintahkan mereka untuk segera memanennya," ucap seorang pria yang terlihat sangat menghormati orang yang dipanggilnya tuan itu.
"Baiklah, perintahkan para lelaki untuk memanen dan perintahkan kepada para wanita untuk memasak makanan yang banyak."
"Baik, Tuan," ucap pria itu dan pergi menemui warga desanya yang sudah menunggu untuk mendapat perintah.
"Kakak, apakah Kakak sebahagia itu sampai-sampai menyuruh mereka memasak makanan yang banyak?" Tiba-tiba seorang wanita muda datang dan menghampirinya.
"Setidaknya, ini yang bisa aku lakukan untuk menyambut kehadiran pangeran kita," ucap pria itu.
"Apakah Kakak merindukan mereka?"
Pria itu tersenyum. Sudah hampir tiga tahun dia berpisah dengan orang-orang yang disayanginya itu. Dan selama itu pula, dia hanya bisa mendengar tentang mereka melalui tulisan-tulisan yang dipampang di tembok-tembok luar istana. "Mereka adalah sahabatku dan tentu saja aku merindukan mereka," jawab pria itu.
"Kalau Kakak merindukan mereka, kenapa Kakak tidak datang saja ke istana?"
Pria itu menatap adiknya dalam-dalam dan mendapati wajah seorang gadis muda yang baginya tidak pernah berubah, gadis yang selalu usil dan suka mencari tahu. "Sudahlah, daripada kamu terus bertanya lebih baik kamu pergi bantu mereka memasak," ucap pria itu yang membuat wajah gadis itu cemberut.
"Baiklah," jawabnya.
Pria itu tampak tersenyum melihat wajah adiknya itu yang cemberut. Adik semata wayang yang sangat disayanginya itu tidak pernah berubah. Sikapnya yang selalu manja membuatnya kembali teringat pada seorang gadis yang pernah membuatnya jatuh cinta.
Pria itu kembali mengingat masa-masa indah di saat dia bersama sahabat dan wanita yang sudah mengubah hidupnya. Masa-masa yang sulit untuk dia lupakan.
Raut wajah pria itu terlihat tersenyum. Wajahnya yang tampan tidak berubah sedikitpun. Tubuhnya yang kekar masih terlihat dari balik pakaian yang terlihat biasa saja. Kulitnya yang dulu putih mulai menghitam, walau begitu tidak mengurangi ketampanan dan kegagahannya hingga membuat setiap lelaki akan iri padanya.
Ya, pria gagah itu adalah Liang Yi. Dia kini adalah kepala desa di sebuah desa kecil yang terlihat damai dan tenteram. Dulunya, desa itu hanyalah sebuah lahan kosong yang terbengkalai yang ditumbuhi rumput-rumput liar dan pohon-pohon yang sudah mati kekeringan.
Sejak memilih untuk pergi dari kehidupan Mei Yin dan Zhao Li membuat Liang Yi dan Jiao Yi terpaksa hidup mengembara. Mereka tidak punya tempat tujuan hingga membuat mereka selalu hidup berpindah-pindah tempat dan akhirnya mereka memilih menetap di tempat itu.
Di lahan kosong itu dia mulai membangun sebuah rumah sederhana untuk mereka tinggal. Secara bertahap, Liang Yi mulai menggarap tanah di lahan kosong itu dan mulai menanam walau hasilnya mengecewakannya.
Tanah yang gersang dan keras membuat tanaman itu mati, tapi Liang Yi tidak putus asa. Dia kembali mengolah tanah itu dan kembali menanam, tapi hasilnya tetap sama, tanamannya kering dan akhirnya mati.
Walau begitu, Liang Yi tidak pernah menyerah. Berbekal ilmu dan pengalamannya, dia akhirnya berhasil membuat tanah itu menjadi subur dan menghasilkan sayuran dan buah-buahan yang bisa mencukupi kebutuhannya.
Tanah yang dianggapnya gersang ternyata tanah yang cukup subur. Apalagi sejak dia menemukan sumber mata air yang tidak jauh dari tempat itu yang membuatnya lebih mudah untuk mengurus tanamannya.
Sejak saat itu, Liang Yi mulai menghasilkan uang dari lahannya itu. Bagaimana tidak, setiap hasil panen dari kebunnya pasti akan laku terjual tanpa dia harus susah payah menjualnya ke pasar karena pedagang-pedagang itu yang langsung datang mengambil di kebunnya.
Keberhasilan Liang Yi tidak membuatnya menjadi orang yang lupa diri. Sejak kecil, dia sudah diajarkan untuk membantu sesama dan kini dia masih melakukannya. Setiap selesai menjual hasil kebunnya, Liang Yi selalu memasak dengan jumlah yang cukup banyak dan membagikannya pada orang-orang yang tidak mampu.
Karena kebaikannya itulah hingga membuat orang-orang mulai mendatanginya. Para pengemis yang tidak punya rumah, orang-orang miskin yang terusir dari rumah mereka, datang berbondong-bondong kepadanya untuk bisa bekerja di kebunnya itu walau tidak diupah, asalkan mereka diberi makan itu sudah cukup bagi mereka.
Dari situlah desa mereka ada. Orang-orang yang awalnya hanya bekerja untuknya, akhirnya mulai membangun rumah di lahan itu. Bukan itu saja, seorang pria yang tampak seperti preman pasar pun datang menemuinya setelah tiga tahun berkeliling mencari keberadaannya.
Pria berpenampilan seperti perampok itu adalah Zu Min, mantan preman pasar yang pernah takluk di tangan Liang Yi.
Bukan hanya dirinya, dia juga datang bersama semua pengikutnya yang dulu pernah membantu Liang Yi menghancurkan tambang ilegal milik perdana menteri Liu yang sudah dihukum pancung.
"Tuan, semua makanan sudah siap. Apa sekarang kita sudah bisa membagikannya?" tanya Zu Min yang sudah berdiri di depannya.
"Apa kalian sudah memberikan pada anak istri kalian?"
"Sudah, Tuan. Kami sudah membaginya di setiap rumah. Terima kasih karena Tuan, anak dan istri kami tidak akan kelaparan," ucap Zu Min sambil menunduk memberi hormat.
"Sudahlah, itu sudah kewajibanku sebagai kepala desa untuk menjaga warga desaku agar tetap aman dan nyaman. Sekarang, ayo kita pergi membagi makanan di tempat biasa," ucap Liang Yi yang kemudian pergi dan diikuti Zu Min dari belakang.
Kebiasaan keluarga Liang Yi yang selalu memberi makan orang miskin sebulan sekali ternyata masih dilakukannya hingga sekarang. Didikkan ayah dan ibunya untuk saling membantu sesama masih dia pegang teguh hingga saat ini. Selama dirinya mampu, dia akan berusaha memberi yang terbaik, karena itulah orang-orang sangat mengagumi dan menghargainya.
"Zu Min, bagikanlah mereka makanan itu. Aku akan pergi sebentar, ada sesuatu yang harus aku lakukan," ucap Liang Yi saat mereka sudah tiba di salah satu pasar untuk membagikan makanan itu.
Terlihat, orang-orang mulai berkumpul dan berbaris rapi. Mereka seakan sudah paham dan tahu apa yang harus mereka lakukan. Mereka tidak bisa saling berebut atau berdesak-desakan karena mereka pasti tidak akan diberi makanan.
Dengan memacu kudanya, Liang Yi pergi meninggalkan kerumunan orang-orang itu dan menuju suatu tempat yang sudah lama tidak dikunjunginya. Tempat di mana dia pernah berjanji untuk membahagiakan wanita yang sangat dicintainya. Janji yang tidak mungkin lagi bisa dia tepati karena wanita itu telah bahagia bersama seseorang yang baginya lebih pantas daripada dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa
2022-09-22
0
Vilza Syakirah
👍🥰
2022-05-29
0
Vilza Syakirah
👍
2022-05-28
0