Penempatan pasukan di perbatasan antara Kerajaan Wu dan Wilayah Dataran Timur membuat Raja Kerajaan Wu menjadi geram. Pasalnya, raja itu sudah meminta secara baik-baik untuk menjadikan Putri Yuri sebagai istrinya tanpa harus ada peperangan antara kedua negeri, tapi karena penolakan dari Ketua Yuen membuat raja itu menjadi murka. "Mereka sama sekali tidak menghargaiku. Aku sudah meminta secara baik-baik, tapi rupanya mereka meremehkanku," ucap raja Kerajaan Wu, Raja Wu Luo sambil melempar gelas yang ada di tangannya.
Wajah keriput Raja Wu Luo tampak mengkerut dengan ekspresinya yang terlihat marah. Wajahnya memerah dengan sorot mata yang tajam. Walau Raja Wu Luo sudah tidak muda lagi, tapi garis wajahnya menunjukkan kalau di masa mudanya dia adalah lelaki yang cukup tampan dan mempunyai kekuatan karena dilihat dari postur tubuhnya yang masih terlihat prima.
"Yang Mulia, sepertinya Ketua Yuen menolak permintaan Yang Mulia karena Putri Yuri akan dinikahkan dengan Raja Zhao Li," jelas lelaki yang menjadi utusan tadi yang kebetulan berpapasan dengan Perdana Menteri Qing Ruo saat meninggalkan kediaman Ketua Yuen.
Kening Raja Wu Luo mengernyit. "Raja Zhao Li? Apakah Ketua Yuen berencana menikahkan putrinya dengan Raja Zhao Li?" tanya Raja Wu Luo penasaran.
"Benar, Yang Mulia. Namun, sepertinya Raja Zhao Li menolak tawaran itu dan memilih untuk mengirimkan bantuan pasukannya untuk berjaga-jaga kalau saja pasukan kita menyerang mereka," jelas lelaki itu.
Raja Wu Luo terdiam. Dia sadar, dia tidak bisa bersaing dengan Raja Zhao Li yang mempunyai ketampanan yang sudah menjadi buah bibir. Bukan hanya itu, tapi kerajaannya tidak sebanding dengan kerajaan yang dipimpin Raja Zhao Li yang memiliki wilayah yang cukup besar.
"Yang Mulia, lantas apa yang harus kita lakukan? Wilayah Dataran Timur sangat strategis dan bisa menguntungkan bagi kerajaan kita jika wilayah itu masuk dalam wilayah kita. Kalau dibiarkan, mereka bisa saja bergabung dengan Kerajaan Xia dan itu bisa mengancam kerajaan kita," ucap lelaki itu yang membuat rajanya harus berpikir secara ekstra.
"Kalau memang benar Raja Zhao Li menolak menikahi Putri Yuri dan hanya mengirimkan pasukannya di perbatasan, kita biarkan saja dan itu berarti kita masih punya kesempatan. Kita lihat saja, sampai kapan pasukan-pasukan itu akan bertahan. Bagaimanapun caranya, wilayah itu harus masuk dalam wilayah kita. Aku tidak akan menyerah begitu saja." Raja Wu Luo tampak yakin dengan ucapannya. Dia akan bertahan dan menunggu saat yang tepat untuk bisa meraih wilayah itu dengan cara apapun.
Yuan yang baru saja kembali dari pertemuannya dengan Raja Zhao Li langsung menghadap di depan Ketua Yuen.
"Bagaimana, apa yang bisa kamu simpulkan dari pertemuanmu dengan Raja Zhao Li?" tanya Ketua Yuen.
"Maaf, Ketua. Sepertinya, akan sulit bagi Putri Yuri untuk bisa diterima oleh Raja Zhao Li, karena ... "
"Cukup!!" Tiba-tiba Ketua Yuen berdiri dan menghantamkan tangannya di atas meja.
"Apa kamu pikir, putriku tidak bisa mendapatkan Raja Zhao Li? Apa putriku tidak layak menjadi istri Raja Zhao Li? Putriku bukan gadis sembarangan, dia wanita yang sangat cantik. Lantas, kenapa kamu berpikir kalau putriku tidak bisa diterima oleh Raja Zhao Li?" Wajah Ketua Yuen terlihat marah karena tidak terima putri kesayangannya di remehkan oleh orang lain.
"Maaf, Ketua. Bukan maksudku meremehkan Putri Yuri, tapi permaisuri bukanlah wanita sembarangan. Permaisuri adalah wanita yang sangat cantik dan baik hati. Semua orang yang ada di istana maupun rakyatnya sangat menyanjungnya. Karena itulah, Raja Zhao Li tidak pernah menerima tawaran pernikahan ataupun kehadiran selir, karena Raja Zhao Li sangat mencintai permaisuri," jelas Yuan.
Ketua Yuen terdiam. Dia tidak menyangka ada seorang raja yang begitu setia pada istrinya. Dan itu membuat keinginannya semakin kuat. Jika putrinya bisa menyingkirkan permaisuri, maka putrinya bisa mempunyai kesempatan untuk menggantikan posisinya dan menjadi satu-satunya permaisuri. Dengan begitu, Wilayah Dataran Timur akan tetap aman dari gangguan wilayah lain.
"Yuan, jika saatnya tiba, maka aku minta padamu untuk selalu berada di samping Putri Yuri. Jagalah dia dan singkirkan siapa saja yang ingin mencelakainya. Hanya kamu satu-satunya yang bisa aku percaya. Kalian tumbuh bersama, jadi kamu lebih tahu tabiat putriku itu. Untuk saat ini, aku akan mengalah dan menerima bantuan dari Raja Zhao Li, tapi jika saat itu tiba, bantulah dia agar dia bisa menjadi permaisuri. Apa kamu bisa berjanji padaku?"
Yuan menundukkan kepalanya dan berlutut di depan Ketua Yuen. "Aku berjanji, Ketua. Aku akan menjaga dan melindungi Putri Yuri dengan nyawaku sendiri," ucap Yuan yang membuat Ketua Yuen tersenyum.
Kerajaan Xia yang dipimpin Raja Zhao Li masih dalam kondisi yang aman dan tenteram. Kehidupan rakyatnya terbilang makmur, walau tidak bisa di pungkiri kalau masih ada segelintir orang-orang malas yang tidak ingin bekerja dan hanya mengharapkan bantuan dari kerajaan.
Kondisi negeri yang aman, membuat kelompok rahasia yang dipimpin Liang Yi terpaksa harus rehat sejenak dan menjalani kehidupan seperti biasanya, yaitu sebagai petani.
Anggota kelompok yang hanya berjumlah tak lebih dari seratus orang itu bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah mantan anak buah Jenderal Chang Yi yang dulu pernah mengabdi padanya. Sebenarnya, kelompok itu terbentuk karena usulan seorang anak buah Jenderal Chang Yi yang sakit hati karena jenderalnya itu dibunuh. Lelaki yang terlihat gagah itu adalah anak buah Jenderal Chang Yi yang paling loyal padanya.
Semenjak kematian Jenderal Chang Yi, lelaki yang bernama Qiang itu lebih memilih keluar dari kerajaan dan membantu Liang Yi untuk membalaskan dendam atas kematian jendralnya itu. Dialah yang telah mengumpulkan mantan-mantan anak buah Jenderal Chang Yi dan membuat kelompok dan mencari tahu keberadaan Liang Yi hingga mereka bertemu dengan Zu Min yang tidak sengaja bertemu saat membawa hasil kebunnya ke kota.
Dari situlah kelompok itu berdiri. Dari tangan merekalah, lahir pemuda-pemuda dari desa yang mempunyai keterampilan bertarung yang mumpuni. Anak-anak lelaki mereka sedari kecil sudah diajarkan tentang bertarung dan cara mempertahankan diri.
"Ketua, Raja Zhao Li telah mengirimkan pasukan di daerah perbatasan antara Wilayah Dataran Timur dan Kerajaan Wu. Sepertinya, ada perjanjian antara Raja Zhao Li dan pemimpin wilayah timur, tapi ... " Qiang menghentikan ucapannya. Dia khawatir kalau apa yang akan dikatakannya nanti akan mengganggu ketuanya itu.
"Tapi apa? Kenapa kamu tidak melanjutkan ucapanmu itu?" tanya Liang Yi penasaran.
"Maafkan aku, Ketua. Menurut informasi dari orang kepercayaanku, semua itu dilakukan Raja Zhao Li untuk menghindar dari tawaran Ketua Yuen agar raja memperistri putrinya. Namun, Raja Zhao Li menolak dan memberikan bantuan pasukan untuk berjaga-jaga di perbatasan, karena rupanya Raja Wu Luo juga ingin memperistri putri Ketua Yuen," jelas lelaki itu panjang lebar.
Liang Yi mendengar penjelasan Qiang dengan seksama. Walau terkejut, tapi dia cukup bisa berlega hati karena sahabatnya itu tidak begitu saja menerima tawaran Ketua Yuen. Walau dia masih belum bisa melupakan Mei Yin, bukan berarti dia ingin mereka berpisah. Dan dia tahu, tidak semudah itu bagi Zhao Li untuk menerima kehadiran wanita lain dalam hatinya karena di kehidupannya hanya ada satu wanita, yaitu Mei Yin.
"Qiang, teruslah menggali informasi dari istana. Aku tidak ingin informasi sekecil apapun bisa luput dari penyelidikanmu. Kita harus terus memantau situasi istana dan jika ada sesuatu yang mencurigakan, cepat beritahu aku," perintah Liang Yi.
"Baik, Ketua." Qiang kemudian pergi meninggalkan Liang Yi yang masih memikirkan sahabatnya itu.
"Zhao Li, jangan pernah kamu menyakiti Mei Yin. Sekali kamu buat dia terluka, selamanya aku tidak akan pernah memaafkamu," batin Liang Yi.
Walau jauh dari istana, tapi Liang Yi masih memikirkan sahabat dan juga kepentingan negerinya. Dia ingin tetap membantu Zhao Li walau tidak mesti harus bersama. Dia akan terus membantu Zhao Li semampunya, asalkan untuk kepentingan negeri dan juga sahabatnya, dia akan tetap berusaha.
"Kakak, melihatmu seperti ini aku jadi mengingat ayah," ucap Jiao Yi sambil melihat Liang Yi yang begitu sibuk memikirkan keadaan negerinya.
Liang Yi tersenyum mendengar ucapan adiknya itu. "Kenapa? Apa karena dulu ayah juga seperti ini? Sepertinya, keinginan ayah untuk mengabdikan diri untuk negeri ini harus Kakak lanjutkan. Apa kamu keberatan?" tanya Liang Yi sambil menatap Jiao Yi yang tersenyum ke arahnya.
"Aku tidak keberatan, asalkan Kakak bisa menjaga diri karena aku tidak ingin Kakak bernasib sama seperti ayah."
Liang Yi mengerti dengan kerisauan adiknya itu. "Jangan khawatir, Kakak akan hidup lebih lama dan Kakak tidak akan gegabah. Kakak masih punya kewajiban untuk menjagamu dan juga keponakanku nanti dan jangan lupa kalau Kakakmu ini mempunyai teman-teman setia yang akan menjaga Kakak," ucap Liang Yi yang berusaha meyakinkan adiknya itu.
Jiao Yi tersenyum walau ada sedikit kerisauan di dalam hatinya. Dia begitu paham dengan sikap kakaknya yang ingin membantu Raja Zhao Li dan juga ingin mewujudkan cita-cita ayah mereka untuk menjaga keutuhan negeri. Namun, melihat keteguhan hati sang kakak, dia harus bisa menerima keputusan kakaknya itu. "Kakak, apa Kakak lakukan semua ini karena permintaan Kak Mei Yin?"
Liang Yi menatap adiknya yang sementara merajut syal. Sebuah syal berwarna coklat tua untuk persiapan di musim dingin nanti. "Apa kamu mau tahu keadaan Mei Yin sekarang ini?" tanya Laing Yi yang mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Apa Kakak bertemu dengannya? Di mana? Apa Kak Mei Yin baik-baik saja? Apa Kak Mei Yin menanyakan tentang aku?" tanya Jiao Yi bertubi-tubi hingga membuat Liang Yi tersenyum.
"Kakak memang bertemu dengannya, tapi hanya dari jauh. Mei Yin terlihat semakin cantik dan pangeran kita juga sangat tampan. Wajahnya sangat menggemaskan dengan matanya yang indah karena perpaduan antara ayah dan ibunya. Apa kamu begitu merindukan Mei Yin?" tanya Liang Yi.
Jiao Yi mengangguk. Bagaimana bisa dia tidak merindukan kakak angkatnya itu. Kalau bukan karena Mei Yin, mungkin dia sudah mati. Mei Yin lah yang mejaganya setelah kematian orang tuanya dan setelah kepergian Liang Yi. Dan Mei Yin lah yang melindunginya di saat orang-orang jahat ingin membunuh mereka. "Kakak, kalau aku tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan Kak Mei Yin, tolong sampaikan salamku untuknya. Katakan kalau aku sangat merindukannya." Jiao Yi terlihat menunduk dan menitikkan air matanya. Melihat adiknya menangis membuat Liang Yi berjalan mendekatinya.
"Jiao Yi, jangan menangis. Walau kamu tidak bisa bertemu dengannya, tapi kamu masih bisa mendengar kabarnya. Saat ini Mei Yin sudah bahagia. Dan Kakak juga ingin kamu bahagia." Liang Yi menghapus air mata adiknya itu.
"Kakak, berjanjilah padaku. Jika terjadi sesuatu padaku nanti, aku mohon untuk menjaga dan merawat anakku. Kakak, aku ... "
"Tidak akan terjadi apa-apa denganmu. Kamu pasti bisa melahirkan anakmu dengan selamat. Jika dia anak laki-laki, Kakak akan mengajarinya kung fu agar dia bisa menjaga dan melindungimu. Kalau dia anak perempuan, Kakak tetap akan mengajarkannya kung fu agar dia bisa menjaga dirinya dari gangguan laki-laki yang ingin menyakitinya. Jiao Yi, kita akan sama-sama menjaga dan merawat anakmu hingga dia dewasa kelak. Jadi, jangan berpikiran yang macam-macam. Sampai kapanpun, Kakak akan ada di sampingmu dan tidak akan meninggalkanmu. Karena itu, jangan pernah berpikir untuk meninggalkan Kakakmu ini. Sudahlah, jangan dibahas lagi. Istirahatlah, ini sudah larut malam." Liang Yi kemudian membopong tubuh adiknya itu dan membawanya ke dalam kamar. "Tidurlah. Kakak ada di luar, kalau perlu sesuatu segera panggil Kakak," ucap Liang Yi yang kemudian pergi.
Melihat sikap Liang Yi membuat Jiao Yi menangis. Walau tidak ingin mengatakannya, tapi dia harus bisa untuk mengatakannya. Sejak kehamilannya, kondisi kesehatannya sudah mulai menurun. Hanya berbekal obat dari tabib yang bisa membantu menjaga kondisinya agar tetap sehat, tapi sejak memimpikan orang tuanya, Jiao Yi mulai ragu.
Sejak beberapa hari yang lalu, Jiao Yi sering bermimpi bertemu dengan kedua orang tuanya. Mereka tersenyum dan menggemggam tangannya seakan ingin mengajaknya pergi. Walau merindukan mereka, tapi Jiao Yi tidak ingin pergi bersama mereka karena masih ada anak dan juga Liang Yi yang belum ingin ditinggalkannya. Mengingat semua itu, Jiao Yi menangis hingga membuat Liang Yi ikut menitikkan air mata.
Di luar sana, Liang Yi tak kuasa menahan tangis karena teringat akan mimpinya yang melihat Jiao Yi pergi dengan kedua orang tuanya. Mereka tersenyum padanya dan pergi meninggalkannya bersama seorang bayi dalam pelukannya. Mimpi yang hampir sama, tapi mereka hanya diam dan menyimpannya di dalam hati dan berharap itu hanyalah bunga tidur.
"Ayah, ibu, aku mohon jangan membuatku risau. Aku tahu kalian merindukan Jiao Yi, tapi tak bisakah dia menemaniku lebih lama lagi? Apakah kalian tega melihatku sendirian di dunia ini?" ucap Liang Yi dengan air mata yang jatuh.
Kini, kedua kakak beradik itu tengah menahan tangis. Tangis yang tidak bisa mereka tunjukkan karena rasa takut kehilangan dan kematian tidak bisa dihadang, tapi harus diterima walau harus merasa kehilangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sisilia Jho
mulai cemas karna sebuah mimpi..
2020-05-04
1
Yus Riana
akan kah yuri bersama liang yi
2020-04-28
1
Ayumi Mimi
please thor jgn kjam kali sm liang yi 😥😥😥
2020-04-08
2