Part 4

Liang Yi menatap ke arah suara itu. Dia memandangi seraut wajah yang membuat hatinya hancur. Wajah cantik sang adik kini telah berubah. Dia tampak lelah seakan menanggung beban kehidupan yang tidak sanggup dipikulnya.

Liang Yi menangis dan menitikkan air matanya. Dia memalingkan wajahnya karena tidak sanggup melihat wajah adiknya yang sudah membuat hatinya lemah. Dia tidak bisa membiarkan manusia-manusia jahat itu menghancurkan kehidupan adiknya lagi.

Tangannya masih menggenggam pedang yang kini siap menancap di alat vital lelaki itu. Baginya itu adalah hukuman yang pantas lelaki itu terima. "Kalian telah menghancurkan kehidupan adikku. Aku akan menghancurkan kehidupanmu. Rasakan ini!!!??" Liang Yi menghujamkan pedang itu, tapi suara tangisan Jiao Yi kembali membuatnya luluh. Pedang yang diarahkan ke lelaki itu tertancap di atas tanah. Wajah lelaki itu pucat dengan keringat dingin yang membasahi bajunya.

Jiao Yi berlari dan memeluk Liang Yi dan menangis dalam pelukan kakaknya itu. "Jangan mengotori tangan Kakak dengan darah kotor mereka. Mereka tidak pantas mati di tanganmu. Aku baik-baik saja. Kakak, bawa aku pergi dari sini," ucap Jiao Yi dengan tangis pilu. Liang Yi memandangi wajah adiknya itu dengan air mata yang menggenang dipelupuk matanya. Tangannya gemetar saat menghapus air mata di pipi adiknya itu.

"Maafkan Kakakmu ini yang tidak bisa melindungimu. Entah apa yang harus Kakak katakan pada ayah dan ibu kita kelak." Liang Yi menangis dan memeluk tubuh Jiao Yi yang tampak kurus.

"Ayo kita pulang." Liang Yi duduk dan meminta Jiao Yi naik di atas punggungnya. Dengan air mata, Jiao Yi menuruti permintaan kakaknya itu. Sambil melingkarkan kedua tangannya di leher sang kakak, Jiao Yi menangis dan menyandarkan kepalanya di punggung kakaknya itu.

Mereka kemudian pergi meninggalkan rumah itu. Wanita angkuh itu terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa saat Liang Yi membawa Jiao Yi keluar dari rumah mereka. Suaminya tampak menangis saat melihat istrinya pergi dan hanya bisa menyesali diri.

Sepanjang perjalanan pulang, Liang Yi hanya terdiam. Dia tidak mampu berkata apapun, hanya air mata yang tak hentinya mencari jalan untuk keluar. Sementara Jiao Yi, tengah terlelap dalam gendongan Liang Yi. Wajahnya terlihat damai dalam tidurnya.

Perjalanan menuju ke desa mereka lumayan jauh, tapi Liang Yi tetap berjalan walau Zu Min sudah menawarkan kuda untuknya, tapi Liang Yi menolak. Dengan tangannya sendiri, dia akan membawa Jiao Yi kembali walau peluh mulai membasahi tubuhnya, Liang Yi tidak peduli hingga mereka tiba di pintu gerbang desa.

Tubuh Jiao Yi yang masih terlelap, diletakkan di atas tempat tidur dan ditutupi dengan selimut. Liang Yi kembali menatap wajah Jiao Yi, kedua tangannya mengepal mengingat perlakuan mereka pada adiknya itu. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi, aku janji," ucap Liang Yi sambil membersihkan sisa darah yang menempel di sudut bibir adiknya itu.

Malam itu, Liang Yi duduk menemani Jiao Yi yang telah terlelap. Dia tidak melepaskan pandangannya dari Jiao Yi yang sering mengigau dan memanggil namanya. Tangan Jiao Yi digenggamnya hingga dia terdiam dan kembali tertidur. "Maafkan aku karena terlambat membantumu. Aku tidak akan membiarkan mereka mendekatimu lagi," ucap Liang Yi sambil mengelus lembut kepala adiknya itu.

Saat matahari mulai menampakkan diri, Jiao Yi terbangun. Malam itu adalah malam terpanjang yang pernah dia rasakan selama ini. Dia bisa terlelap tanpa ada rasa takut. Dan yang paling membuat dia bahagia, karena kini dia telah kembali ke desa dan juga kakaknya.

"Kamu sudah bangun?" tanya Liang Yi saat membawakannya makan pagi.

Jiao Yi mengangguk dan tersenyum pada kakaknya itu. "Aku merindukan Kakak," ucap Jiao Yi hingga membuat Liang Yi memeluknya.

"Kakak juga merindukanmu. Mulai sekarang, kamu akan tinggal di sini lagi bersama Kakak dan warga desa. Jadi, kamu jangan bersedih lagi," ucap Liang Yi sambil mengelus lembut punggung adiknya itu.

"Mandilah, Kakak sudah menyiapkan air panas untukmu. Kamarmu ini akan kembali jadi milikmu." Liang Yi tersenyum dan meninggalkan Jiao Yi.

"Cepatlah, Kakak akan menunggumu di luar. Hari ini, kita akan memanen hasil kebun," ucap Liang Yi sambil bergegas pergi.

Jiao Yi tersenyum, walau ada sedikit rasa bersalah pada kakaknya, tapi dia tahu kalau Liang Yi tidak ingin membahas masalah itu lagi. Dia lebih memilih diam dan mencoba untuk tidak mengingatnya.

Jiao Yi bangkit dari tempat tidurnya dan ingin merasakan kembali nikmatnya berendam di air panas, seperti yang sering dia lakukan di masa lalu.

Kini, dia tidak akan kesepian lagi karena ada Liang Yi yang akan selalu ada untuknya. Dia tidak akan menderita lagi karena ada Liang Yi yang tidak akan membiarkan dia hidup menderita. Kini, dia akan melanjutkan hidupnya tanpa lagi rasa cinta untuk lelaki manapun. Semua rasa itu sudah dia tinggalkan bersama semua kenangan buruk yang sudah menghancurkan hidupnya. Dan kini, dia ingin melanjutkan hidupnya untuk sang kakak, hingga ayah dan ibunya kelak datang menjemputnya.

Di villa bunga, Mei Yin dan Raja Zhao Li sedang menikmati suasana pagi sambil memandangi bunga-bunga yang sudah mulai mekar. Aroma serbuk sari mulai menggelitik hidung mereka hingga membuat Raja Zhao Li memetik bunga-bunga itu dan memberikannya untuk wanita yang paling dicintainya. "Bunga-bunga ini sangat cantik, tapi di mataku istriku ini jauh lebih cantik," puji Raja Zhao Li sambil memberikan seikat bunga untuk istrinya yang sementara duduk memandangi kolam ikan.

"Suamiku, kamu semakin pandai merayu. Duduklah di dekatku, aku masih ingin berlama-lama dalam pelukmu." Mei Yin meraih tangan Raja Zhao Li dan mengajaknya duduk di dekatnya. Dengan mesra, Mei Yin menyandarkan tubuhnya di dada bidang suaminya itu dengan tangan yang saling menggenggam erat.

Mei Yin masih memandangi ikan-ikan di kolam. Sepertinya, dia sedang memikirkan sesuatu yang begitu mengganggu hatinya.

"Ada apa? Apa ada yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Raja Zhao Li yang seakan paham dengan kegundahan yang kini sedang dirasakan istrinya itu.

Mendengar pertanyaan Raja Zhao Li, Mei Yin tersenyum. Sekuat apapun dia mencoba untuk menyembunyikan kegelisahan hatinya, tapi suaminya itu pasti bisa merasakannya. "Apa tidak sebaiknya, kamu menerima permintaan menteri-menteri itu?" tanya Mei Yin yang sontak membuat Raja Zhao Li terperanjat.

Raja Zhao Li melepaskan pelukannya dan mengangkat dagu istrinya dan menatap wajah istrinya itu seakan ingin meminta penjelasan. "Lihat aku. Apa aku pernah mengatakan kalau aku sudah tidak lagi mencintaimu? Apa kamu pernah melihat aku melirik wanita lain selain dirimu?" tanya Raja Zhao Li yang membuat Mei Yin segera memeluknya.

"Maafkan aku, itu karena aku tidak suka melihatmu dipaksa oleh menteri-menteri itu. Aku tidak ingin melihatmu tertekan karena menolak permintaan mereka." Mei Yin menitikkan air mata hingga membuat Raja Zhao Li memeluknya.

"Istriku, jangan pernah lagi kamu memintaku untuk melakukan hal itu. Bagiku, kamu adalah wanita pertama dan terakhir dalam hidupku. Bagaimana mungkin, aku bisa menukar kebahagiaanku hanya demi sepenggal wilayah, apalagi sampai menjadikan wanita dari wilayah itu sebagai selirku. Jangan pernah kamu memikirkan hal itu lagi, karena aku tidak akan pernah mengikuti keinginan menteri-menteri itu. Masih banyak cara yang bisa dilakukan selain menikahi wanita-wanita itu." Raja Zhao Li tampak geram jika mengingat menteri-menteri itu yang terus memaksanya.

"Sebaiknya, aku harus menyelesaikan masalah ini. Aku tidak ingin kamu terus memikirkannya. Aku hanya ingin bahagia bersamamu dan juga anak kita. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah memiliki selir." Tegas Raja Zhao Li.

Mei Yin terdiam. Dia merasa bersalah karena sudah membuat suaminya kesal. "Maafkan aku. Aku tidak akan lagi membicarakannya. Maafkan aku," ucap Mei Yin menyesal.

Raja Zhao Li memandangi wajah istrinya itu. Dia sadar, semua itu dilakukan karena istrinya itu tidak ingin dirinya tertekan oleh desakan-desakan para perdana menteri. "Istriku, aku rela jika aku harus kehilangan semuanya. Kalau aku bisa, aku ingin meninggalkan kerajaan ini dan tinggal bersamamu dan anak kita di tempat di mana orang-orang tidak mengenal kita. Aku ingin kita hidup bahagia tanpa perlu memikirkan negeri ini, tapi aku sudah terlanjur berjanji pada mendiang ayah untuk menjadi raja. Bukankah, kamu juga yang meminta untuk aku menjadi raja yang bijak?"

Mei Yin mengangguk, membenarkan ucapan suaminya itu. Terbesit rasa penyesalan di hatinya.

"Jangan marah lagi, aku tidak akan tenang kalau kamu marah padaku," ucap Mei Yin dengan sikapnya yang manja.

Raja Zhao Li tersenyum dan membelai lembut rambut istrinya itu. "Sejak kapan aku marah padamu? Dan, bagaimana mungkin aku bisa marah padamu? Istriku, aku tidak akan pernah bisa marah padamu karena hatiku tidak mampu melihat kesedihan di wajahmu itu. Aku berjanji, akan menyelesaikan masalah ini dengan para perdana menteri. Aku tidak ingin mereka terus mendesakku. Kamu jangan lagi memikirkan hal itu, bisa kan?" Mei Yin mengangguk dan memeluk suaminya itu.

Walau terlihat tenang di depan Mei Yin, tapi Raja Zhao Li tidak bisa menahan amarahnya karena desakan-desakan dari menteri-menteri yang baginya terlalu berlebihan, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengadakan pertemuan.

"Maaf, Yang Mulia. Yang Mulia harus memutuskan untuk mengatasi masalah ini. Wilayah di dataran timur itu sangat strategis untuk pertahanan negeri kita. Kalau Yang Mulia bisa memperistri putri pemimpin di wilayah itu, hamba yakin kekuatan negeri kita akan semakin kuat," ucap seorang menteri yang mencoba membujuk rajanya itu.

"Benar, Yang Mulia. Hanya itu satu-satunya cara agar kita bisa memperluas wilayah negeri kita." Seorang menteri menambahkan.

Raja Zhao Li hanya memandangi mereka dengan tangan yang sedari tadi mengepal. Setiap perkataan mereka telah membuat amarahnya memuncak.

"Yang Mulia. Tolong pertimbangkan masalah ini, karena ... "

"Cukup!!!!" Teriak Raja Zhao Li sambil berdiri. Semua perdana menteri itu terdiam. Mereka tidak lagi bersuara dan menundukkan wajah mereka.

"Aku bilang cukup!!! Aku tidak ingin mendengar tentang masalah ini lagi. Aku tidak akan pernah menjadikan wanita manapun sebagai selir. Aku tidak akan peduli dengan wilayah timur itu. Kalaupun mereka menolak untuk bergabung dengan wilayah kita, maka satu-satunya jalan adalah dengan berperang!!" ucap Raja Zhao Li yang membuat semua perdana menteri menatap ke arahnya.

"Yang Mulia, tolong pertimbangkan lagi keputusan Yang Mulia," ucap mereka serempak.

"Kalau kalian terus menggangguku dengan masalah ini, aku tidak akan segan-segan menyerang wilayah itu dan memaksa mereka untuk bergabung dengan wilayah kita. Sekarang, aku perintahkan untuk mengirim pasukan ke wilayah itu untuk menjaga perbatasan. Kalau mereka berani membangkang, serang mereka!!" perintah Raja Zhao Li dengan suaranya yang lantang.

Semua perdana menteri menundukkan wajah mereka. Baru kali ini mereka melihat raja mereka semurka itu.

Raja Zhao Li kemudian meninggalkan tempat pertemuan. Wajahnya terlihat merah karena manahan amarah. Dengan langkah yang dipercepat, Raja Zhao Li memasuki villa bunga dan menemui Mei Yin yang sementara bermain dengan putra mereka. Melihat Raja Zhao Li dengan raut wajah yang berbeda, membuat Mei Yin segera mendekatinya. Tanpa berkata apapun, Raja Zhao Li meraih tubuh istrinya itu dan langsung memeluknya. Mei Yin yang mulai paham, hanya terdiam dan membiarkan tubuhnya dipeluk oleh suaminya itu.

Dayang Ling yang sementara menjaga pangeran, akhirnya meninggalkan tempat itu sambil membawa pangeran dalam pelukannya.

"Istriku, aku mohon tenangkan aku," ucap Raja Zhao Li dengan suara yang terdengar serak.

Mei Yin mengelus lembut punggung suaminya itu. "Baiklah, apa kamu ingin aku menari untukmu?" tanya Mei Yin yang membuat Raja Zhao Li mengangkat wajahnya.

"Lakukanlah, biarkan aku menikmati tarianmu itu." Raja Zhao Li tersenyum.

Dengan senyum, Mei Yin mulai menari di depan suaminya itu. Di villa bunga, Mei Yin sering menari di depan suami dan putra mereka. Dia tidak pernah menari di depan orang lain, hanya kepada suami dan putranya, Mei Yin mempersembahkan tarian yang indah.

Raja Zhao Li tersenyum saat melihat istrinya menari. Walau itu bukan yang pertama kali, tapi tarian Mei Yin selalu membuat Raja Zhao Li selalu kagum pada tarian istrinya itu.

Mei Yin yang masih menari, perlahan mendekati suaminya itu dan menari tepat di depannya, hingga membuat Raja Zhao Li meraih tubuh istrinya itu ke dalam pelukannya. Mata biru sang istri, telah menenangkan jiwanya. Wajah cantik yang kini di depannya telah mengalihkan dunianya.

Mei Yin tersenyum saat melihat wajah suaminya yang mulai tenang. Dengan mesra, Mei Yin mengecup pipi suaminya itu. "Kalau kamu sedang marah, datanglah padaku. Jangan lampiaskan kemarahanmu kepada orang lain. Semarah apapun, aku tetap akan ada di sampingmu."

Raja Zhao Li mengangguk. Hatinya kini mulai tenang. Melihat senyuman di wajah istrinya, membuat dia ingin menikmati keindahan wajah itu. Dengan kedua tangannya, Raja Zhao Li membopong tubuh istrinya dan masuk ke dalam villa bunga. Mei Yin hanya tersenyum dan melingkarkan kedua tangannya di leher Raja Zhao Li dan berbisik mesra. "Aku mencintaimu."

Terpopuler

Comments

Nayla

Nayla

lanjut...

2020-05-29

2

Sisilia Jho

Sisilia Jho

sedih dengan 2 bersaudara itu..kisah cinta mereka tidak ada yg bagus..tapi semoga akhirnya 2 bersaudara itu menemukan kebahagiaannya masing²..dan untuk Liang Yi jangan pada Mei Yin..oke.!!!

2020-05-04

2

Ayumi Mimi

Ayumi Mimi

Jadi deg2 kan mikirin konflik prnikahan raja & permaisuri

2020-04-08

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!