Keputusan sepihak raja untuk mengirimkan pasukan ke Wilayah Dataran Timur menuai banyak kritikan. Banyak yang tidak sependapat dengan keputusan raja karena permasalahannya dapat diatasi hanya dengan menikahi putri pemimpin wilayah itu dan tidak perlu ada pertumpahan darah.
"Selama ini, keputusan raja selalu bijaksana dan tidak pernah semudah itu menyatakan perang. Padahal, solusi yang ditawarkan hanya menikahi putri pemimpin wilayah timur agar terjalin ikatan keluarga hingga mereka akan tunduk pada raja, tapi kenapa raja begitu bersikeras untuk menolak pernikahan itu?" Seorang pejabat istana yang cukup senior melontarkan pendapatnya dan di aminkan pejabat yang lain.
"Apakah, itu karena permaisuri?" tanya seorang lainnya yang membuat mereka memandanginya.
"Kalian tahu kan, bagaimana raja sangat mencintai permaisuri? Apa mungkin penolakan raja karena dihasut oleh permaisuri?"
Mereka terdiam. Mereka tahu bagaimana raja mereka memperlakukan permaisuri. Tidak ada seorang wanitapun yang pernah dilirik oleh raja selain permaisuri dan raja di kenal dengan kesetiaannya kepada permaisurinya itu.
"Aku rasa itu tidak mungkin. Penolakan raja bisa saja karena tidak ingin menyakiti permaisuri karena raja sangat mencintai permaisuri," ucap perdana menteri senior itu.
"Tuan, bagaimana kalau Tuan membujuk permaisuri. Saya yakin, permaisuri bisa membujuk raja untuk membatalkan perintah itu, karena permaisuri sendiri sangat tidak suka dengan perang," usul seorang perdana menteri lainnya kepada perdana menteri senior tadi.
"Itu ide yang bagus. Aku akan mencobanya," jawabnya.
Perdana menteri yang sudah berumur itu cukup dekat dengan permaisuri. Beliaulah yang selalu menjadi tempat untuk permaisuri memintai pendapat.
"Permaisuri, perdana menteri Qing Ruo ingin bertemu dengan Permaisuri," ucap dayang Ling saat Mei Yin sedang duduk menyulam dalam ruangannya.
"Persilakan perdana menteri untuk masuk," perintah Mei Yin.
Perdana menteri itu kemudian masuk sambil menundukkan wajahnya seraya memberi hormat.
"Silakan duduk. Apa ada sesuatu yang ingin perdana menteri sampaikan padaku?" tanya Mei Yin saat perdana menteri itu sudah duduk di depannya.
"Maafkan hamba, Permaisuri. Maksud kedatangan hamba ke sini karena ingin meminta bantuan pada Permaisuri," jawabnya.
"Katakanlah, bantuan apa yang perdana menteri inginkan dariku?"
Perdana menteri itu terdiam dan mencoba untuk menyampaikan maksudnya dengan hati-hati. "Maaf, Permaisuri. Hamba ingin meminta agar Permaisuri membujuk raja untuk tidak melakukan peperangan dengan Wilayah Dataran Timur."
Mei Yin tersentak. Dia cukup terkejut dengan ucapan perdana menteri itu. "Perang? Raja menyatakan perang?" tanya Mei Yin seakan tidak percaya.
"Benar, Permaisuri. Sebenarnya, ada jalan lain agar peperangan itu tidak terjadi," jelas perdana menteri itu.
"Apa itu?"
"Dengan menikahi putri pemimpin di Wilayah Dataran Timur." Mei Yin menatap perdana menteri saat mendengar permintaannya itu. Tangannya yang sementara menyulam, sejenak terhenti.
"Apa itu bantuan yang Tuan Qing minta dariku?" tanya Mei Yin sambil menyulam kembali seakan permintaan itu hanya angin lalu baginya.
"Benar, Permaisuri."
Mei Yin tidak mengatakan apapun, tangannya dengan lincah masih tetap menyulam. "Aku tidak bisa membantu," ucap Mei Yin tiba-tiba.
"Aku harus menuruti permintaan suamiku dan Tuan tahu apa permintaannya padaku?" Mata biru Mei Yin menatap lurus ke wajah perdana menteri Qing, hingga membuatnya menundukkan pandangannya.
"Suamiku tidak akan pernah menikahi wanita manapun, walau aku sendiri sudah memintanya, tapi suamiku tetap tidak ingin mempunyai selir. Jadi, apa aku salah jika menuruti perintah suamiku?"
Perdana Menteri Qing Ruo menatap Permaisuri yang masih menyulam tanpa merasa beban. "Apa itu berarti, kita harus berperang dengan mereka?"
Mei Yin kembali menghentikan sulamannya dan menaruh kain sulamannya itu di atas meja. "Tuan Qing, apapun keputusan raja, kalian patut melaksanakannya. Kenapa Tuan masih menyangsikan keputusan raja dan masih meminta bantuanku? Maaf, untuk masalah ini, aku tidak bisa membantu," ucap Mei Yin tegas.
Perdana menteri Qing cukup paham dengan tabiat Mei Yin, karena dia tahu sikap permaisuri yang tidak bisa dipaksa. "Kalau itu sudah menjadi keputusan raja dan Permaisuri, kami akan menerimanya dan hamba akan mencoba untuk mencari solusi yang lain agar peperangan tidak akan terjadi." Perdana Menteri itu menghentikan ucapannya dan memandangi Mei Yin yang kembali melanjutkan menyulam.
"Tapi, Permaisuri, apakah Permaisuri tidak memikirkan dampak dari peperangan nanti? Hamba sangat berharap, masih ada solusi yang terbaik tanpa harus memaksa raja untuk memperistri putri pemimpin wilayah timur, tapi kalau solusi itu tidak berhasil, apa yang harus kita lakukan? Apakah peperangan adalah solusi selanjutnya?" Kata-kata perdana menteri mulai menggoyahkan hatinya, tapi dia harus mempercayakan semua masalah itu kepada suaminya dan tidak terpengaruh dengan kata-kata perdana menteri itu.
"Lebih baik, Tuan pergi sebelum suamiku datang ke sini. Aku tidak ingin membuatnya khawatir dengan masalah ini. Apapun yang akan diputuskan raja kelak, aku tidak bisa membantah. Jadi, maafkan aku karena kali ini aku tidak bisa membantu," ucap Mei Yin yang berusaha terlihat tegas di depan perdana menteri itu.
Tampak, rasa kecewa terlihat di wajah perdana menteri itu. Sekuat apapun dia berusaha untuk meyakinkan Mei Yin, tapi dia tetap tidak mampu menggoyahkan kesetiaan seorang istri terhadap suaminya. "Baiklah, Permaisuri. Kalau begitu, hamba mohon undur diri." Perdana menteri itu bangkit dan memberi hormat kepada Mei Yin dan melangkah pergi dengan perasaan kecewa.
Mei Yin yang sedari tadi berusaha terlihat tegas di depan perdana menteri itu tiba-tiba lemas. Raut wajahnya tiba-tiba berubah saat mengingat ucapan perdana menteri tentang peperangan. "Suamiku, apa karena diriku kamu menolak pernikahan itu dan lebih memilih untuk berperang?" batin Mei Yin yang mulai terlihat gelisah.
Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka. Mei Yin lantas berdiri dan menyambut Raja Zhao Li yang berjalan mendekatinya. "Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Mei Yin lembut. Tanpa menjawab, Raja Zhao Li segera memeluk tubuh istrinya itu.
"Katakan padaku, kenapa perdana menteri Qing datang menemuimu?" tanya Raja Zhao Li sambil memeluk tubuh istrinya itu.
Mei Yin terdiam dan ingin melepaskan pelukannya, tapi Raja Zhao Li meraih kembali tubuh istrinya itu dalam pelukannya. "Biarkan aku memelukmu dan jelaskan saja padaku. Walaupun aku akan marah, setidaknya ada kamu yang bisa meredakan amarahku," ucap Raja Zhao Li yang membuat Mei Yin mengelus lembut punggung suaminya itu.
"Perdana menteri Qing memintaku untuk membujukmu agar menerima pernikahan dengan putri dari pemimpin Wilayah Dataran Timur," jelas Mei Yin sambil memeluk tubuh suaminya itu dengan erat, karena dia tahu saat ini suaminya sedang menahan amarah. Jawaban Mei Yin cukup membuat Raja Zhao Li menahan emosinya dan mengepalkan kedua tangannya. Dia marah karena menteri-menteri itu tidak mengindahkan perintahnya, tapi malah mencoba untuk menghasut istrinya.
"Lalu, apa yang kamu katakan padanya?" tanya Raja Zhao Li dengan hati yang berdebar karena penasaran dengan jawaban istrinya itu.
"Suamiku, aku tidak akan pernah melawan perintahmu. Mana mungkin aku akan menyetujui permintaan mereka kalau suamiku sendiri sudah memberikan jawabannya padaku. Aku akan mendukung apapun keputusanmu itu." Jawaban Mei Yin membuat Raja Zhao Li mengeratkan pelukannya. Dia takut kalau Mei Yin menerima permintaan mereka untuk membujuknya.
"Aku tahu mereka berusaha untuk membujukmu, karena itu aku sangat takut jika kamu menerima permintaan mereka. Aku tidak ingin kamu tersakiti, karena aku tahu kamu tidak akan sanggup melihatku dengan wanita lain dan akupun tidak akan bisa bersama wanita lain selain dirimu." Raja Zhao Li masih memeluk istrinya itu dan meluapkan semua kegundahan hatinya.
Mei Yin kemudian melepaskan pelukannya dan meraih tangan Raja Zhao Li dan mengajaknya untuk duduk. Dengan mesra, Mei Yin membelai lembut wajah suaminya itu yang kini telah duduk di depannya. "Suamiku, aku tahu kamu tidak ingin menyakitiku dan menolak pernikahan itu, tapi kamu tidak bisa memutuskan untuk memerangi mereka. Bagaimanapun juga, peperangan tidak akan bisa menyelesaikan masalah karena akan menimbulkan korban dari kedua belah pihak. Cobalah untuk mencari solusi yang bisa menguntungkan keduanya tanpa harus ada peperangan dan pernikahan. Aku tidak ingin kamu di kenang dengan kebijakanmu yang bisa membuat rakyat tidak menyukaimu. Aku ingin kamu di kenang sebagai Raja yang selalu mementingkan rakyatnya. Suamiku, berjanjilah padaku agar tidak akan ada lagi peperangan di negeri kita ini, aku mohon padamu." Mei Yin memohon sambil menggenggam tangan suaminya itu dengan erat. Dia tahu, dampak dari perang hanya akan meninggalkan kesengsaraan bagi rakyatnya dan dia tidak ingin rakyatnya harus menderita.
Raja Zhao Li memandangi wajah istrinya itu. Dia sangat paham dengan perasaan istrinya yang tidak ingin membuat rakyat menderita dan dia bersyukur memiliki seorang istri yang tidak hanya cantik, tapi memiliki hati yang sangat lembut. Raja Zhao Li tersenyum melihat istrinya yang ternyata begitu bijak. "Aku akan berusaha untuk mencari solusi yang terbaik. Terima kasih istriku, kamu sudah menenangkan hatiku. Aku sangat beruntung mempunyai permaisuri yang cantik dan bijaksana sepertimu." Raja Zhao Li mengecup mesra punggung tangan Mei Yin sembari mendekatkan wajahnya dan mendaratkan kecupan mesra di bibir ranum istrinya itu.
"Kalau saja saat ini Liang Yi ada bersama kita, mungkin aku tidak akan gundah seperti sekarang ini," ucap Raja Zhao Li yang mengingat sosok sahabatnya itu.
Di desa, Liang Yi tampak sibuk mengurusi kebun mereka yang baru saja selesai panen. Sementara Jiao Yi, terlihat membantu para wanita menyediakan makanan untuk para lelaki yang tengah sibuk mengurus lahan kebun untuk ditanam kembali.
"Jangan terlalu memaksakan diri, beristirahatlah. Kakak tidak ingin kamu jatuh sakit," ucap Liang Yi saat menemui Jiao Yi yang sementara menyiapakan makanan di atas meja.
"Jangan khawatirkan aku, Kak. Pekerjaan ini bukan pekerjaan baru untukku. Apa Kakak lupa kalau dulu aku selalu melakukan pekerjaan ini?" tanya Jiao Yi yang membuat Liang Yi tersenyum.
"Baiklah, tapi kalau kamu lelah, kamu beristirahat saja, paham?" Jiao Yi mengangguk dengan senyum khasnya.
Melihat keceriaan di wajah Jiao Yi membuat Liang Yi sedikit lebih tenang. Setidaknya, dia tidak melihat lagi ketakutan dan kesedihan di wajah adiknya itu.
Suasana desa yang ramai membuat Jiao Yi tersenyum. Sudah lama dia tidak merasakan kebersamaan dengan penduduk desa dan juga kakaknya. Wajah-wajah polos penduduk desa membuat Jiao Yi merasa diterima di tengah-tengah mereka. Mereka begitu hangat dan menerimanya tanpa mengingat akan masa lalunya sebagai wanita yang ditinggal menikah suaminya, bahkan Jiao Yi sering dibuat tertawa oleh tingkah para wanita yang menghujat mantan suaminya itu.
"Kalau aku menjadi Nona, aku akan memotong kejantanannya itu agar tidak bisa lagi bersenang-senang dengan wanita manapun, biar dia jadi wanita sekalian," ucap seorang ibu muda yang tampak geram dengan tingkah mantan suami nonanya itu. Wanita-wanita itu tertawa karena melihatnya memotong-motong buah terong dengan kesal hingga terong itu hancur berserakan.
"Nona jangan lagi memikirkan lelaki itu, sekarang Nona harus menatap ke depan dan hidup bahagia. Nona tahu tidak, kalau Tuan Liang Yi sangat kesepian sejak Nona pergi dari desa?" tanya wanita yang lain.
Ucapan wanita itu membuat Jiao Yi menatap ke arah Liang Yi yang sementara mencangkul di kebun. Wajah sang kakak yang terlihat basah oleh keringat membuat Jiao Yi tersenyum. Liang Yi tampak bersemangat dan sesekali terlihat tertawa. "Apa setelah kepergianku, Kakakku biasa tertawa seperti itu?" tanya Jiao Yi yang masih memandangi kakaknya itu.
"Nona, selama enam bulan terakhir, Tuan Liang Yi jarang terlihat di kebun. Semua urusan kebun, diserahkan kepada Zu Min. Apalagi, saat tuan tidak bisa bertemu dengan Nona, maka tuan hanya menghabiskan waktu untuk berlatih di atas bukit. Lihat saja tubuhnya yang semakin kekar, tapi sejak Nona kembali, Tuan Liang Yi sudah mulai tertawa dan mulai mengurusi kebun dan desa seperti dulu lagi," jelas wanita itu yang membuat Jiao Yi menitikkan air mata.
"Kakak, maafkan aku karena sudah membuatmu tersiksa seperti ini. Apa jadinya jika aku benar-benar harus pergi meninggalkanmu? Aku tidak akan mampu melihatmu menderita karena kehilanganku," batin Jiao Yi yang tanpa sadar sudah membuatnya menitikkan air mata.
Melihat Jiao Yi yang memandang ke arahnya, membuat Liang Yi melambaikan tangannya dan senyum yang terpancar dari wajahnya. Jiao Yi membalas lambaian tangan kakaknya itu dan tersenyum dengan air mata yang perlahan jatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sisilia Jho
jangan ada selir...tapi hadirkan wanita dan pria untuk Liang Yi dan Jiao Yi..
2020-05-04
2
Anisa Sifa
jangan punya selir ya pangeran, kan cinta mati ama Mei Yin...
2020-02-10
2
Aghie Sun
lanjut...
2020-01-18
4