Part 12

Walau ditinggal mati sang ibu, bayi Yuwen tidak kehilangana kasih sayang. Bahkan, kasih sayang begitu melimpah tercurah padanya. Bagaimana tidak, bayi Yuwen kadang sering menjadi rebutan oleh ibu-ibu dari penduduk desa. Setiap hari, Liang Yi sering kedatangan ibu-ibu yang datang untuk menyusui bayi Yuwen, atau paling tidak memandikannya dan menjaganya di saat Liang Yi harus bekerja di kebun.

Mereka melakukannya karena mereka menyayanginya. Mereka begitu mengagumi Jiao Yi yang mempertaruhkan nyawa untuk bisa melahirkannya. Karena itu, Yuwen begitu di sayang oleh penduduk desa.

Yuwen tumbuh dengan limpahan kasih sayang dari sang paman yang begitu menyayanginya. Hari berganti hari, bulan berganti bulan hingga tahun berganti tahun, Yuwen tumbuh menjadi anak yang begitu pengertian. Walau umurnya baru tiga tahun, Yuwen ternyata begitu mengerti dengan kondisi sang paman.

Di saat Liang Yi sedang bekerja atau harus meninggalkannya, Yuwen kecil tak pernah menangis. Dia justru akan bermain bersama teman-temannya. Dia tidak perlu khawatir karena ibu-ibu angkatnya akan selalu menjaganya. Dia tidak perlu risau, karena setiap pintu rumah di desa itu akan selalu terbuka untuknya. Baginya, semua penduduk desa adalah keluarganya.

"Yuwen, ayo sini," panggil seorang ibu yang sedang membawa sebakul buah kesemek yang baru saja dipanennya.

Yuwen kecil berlari dengan lucunya dan diikuti beberapa orang temannya.

"Nih, dimakan ya," ucap wanita itu sambil memberikan beberapa buah kesemek yang sudah matang untuknya dan juga teman-temannya.

Yuwen tersenyum dan menerima buah kesukaannya itu. Dengan lahap, Yuwen mulai memakan buah kesemek dengan wajah yang ceria.

Sementara di istana, Chen Li tumbuh menjadi anak yang penurut dan rasa ingin tahu yang membuatnya selalu bertanya. Di usianya yang baru berumur lima tahun, Chen Li sudah bisa menulis bahkan sudah mulai belajar untuk membaca. Kecerdasan pangeran kecil itu turun temurun dari kecerdasan ayah dan ibunya.

Bukan hanya itu, Chen Li ternyata anak yang cepat tanggap. Dia diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua darinya dan tidak bersikap sombong. Chen Li sangat disukai dayang-dayang istana karena sikapnya yang selalu membuat mereka tersenyum dengan tingkahnya yang lucu dan menggemaskan.

"Ayah, ibu, lihat gambarku ini," ucap Chen Li sambil berlari kecil dengan sebuah kertas di tangannya. Dengan tersenyum, kertas itu diperlihatkan kepada orang tuanya yang sementara duduk di depan kolam.

Melihat gambar anaknya, Mei Yin tersenyum. Begitupun dengan Raja Zhao Li yang langsung mengangkat tubuh anaknya itu dan ditaruhnya di atas bahunya. Chen Li tertawa di atas bahu ayahnya yang berlari kecil mengelilingi villa bunga.

"Anak ayah ternyata pintar menggambar. Siapa yang mengajarimu?" tanya Raja Zhao Li sambil memegang kedua tangan anaknya itu yang masih betah duduk di atas bahunya.

"Aku menggambarnya sendiri, kok, Ayah," jawab Chen Li .

"Memangnya, bunga apa yang kamu gambar tadi?" tanya Raja Zhao Li kembali.

Pangeran kecil itu terdiam seakan sedang memperhatikan sesuatu. Perlahan, dia mengedarkan pandangannya dan tertuju pada tanaman bunga berwarna putih yang ada di taman itu.

"Bunga itu, Ayah. Bunga berwarna putih, itu bunga kesayangan Ibu," jawabnya sambil telunjuknya mengarah ke salah satu bunga berwarna putih yang sedang mekar di taman itu.

Raja Zhao Li tersenyum dan menurunkan sang buah hati dari atas bahunya. "Petiklah bunga itu dan berikanlah pada Ibumu. Ibu pasti akan menyukainya," bisik Raja Zhao Li pada anaknya itu. Dengan berlari kecil ke arah taman bunga, Chen Li kemudian memetik beberapa tangkai bunga putih itu dan berjalan menuju sang bunda yang masih duduk di dekat kolam.

"Ibu, Ayah memberikan Ibu bunga cantik ini. Kata Ayah, Ibu pasti menyukainya," ucap Chen Li dengan polosnya dan menatap ke arah sang ayah.

Mei Yin menerima bunga itu dari tangan mungil sang buah hati dan menatap ke arah sang suami. Melihat mereka dengan kompak menatap ke arahnya, membuat Raja Zhao Li berjalan perlahan mendekati mereka. "Kalian berdua kenapa menatap Ayah seperti itu?" tanya Raja Zhao Li saat  berdiri di depan mereka.

"Ayah, sepertinya Ibu sangat suka dengan bunga pemberian Ayah," ucap Chen Li yang membuat Raja Zhao Li tersenyum dan duduk di depannyà.

"Chen Li, kamu adalah anak kesayangan Ayah dan Ibu. Kamulah yang membuat Ayah dan Ibu selalu bahagia. Jadilah anak yang baik dan jagalah ibumu. Berjanjilah pada Ayah untuk selalu menjaga ibumu. Kamu bisa, kan?" Chen Li mengangguk dan tersenyum sambil memeluk ayah dan ibunya.

Kehadiran Chen Li dalam kehidupan rumah tangga mereka memberikan kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Chen Li yang selalu tersenyum dan tingkahnya yang menggemaskan membuat suami istri itu sangat bersyukur dengan kehadirannya. Limpahan kasih sayang untuk sang buah hati tidak membuat Chen Li menjadi anak yang manja.

Chen Li bahkan sangat suka jika Mei Yin menari di depannya. Dia begitu terpesona hingga membuat matanya tidak bisa berpaling. Seperti sekarang ini, Mei Yin dengan gemulainya menari di depan anak dan suaminya itu. Melihat ibunya menari, Chen Li tersenyum dan ikut menari dan mencoba meniru-niru gerakan ibunya.

Melihat anaknya yang ikut menari, membuat Mei Yin tersenyum dan meraih tubuh anaknya itu ke dalam pelukannya dan menari bersama. Melihat istri dan anaknya menari membuat Raja Zhao Li mendekati dan memeluk mereka dengan suara tawa yang terdengar bahagia.

Karena kelelahan, Chen Li tertidur dalam pelukan Mei Yin. Wajah lucunya membuat Mei Yin tersenyum dan mencium gemas pipi anaknya itu. "Ibu menyayangimu." Mei Yin mengelus lembut kepala Chen Li dan mencium dahi anaknya itu.

Melihat Mei Yin yang begitu bahagia, membuat Raja Zhao Li tersenyum. "Berikan Chen Li padaku, kamu pasti lelah karena sudah menggendongnya dari tadi," ucap Raja Zhao Li sambil mengangkat tubuh Chen Li dari pelukan sang istri. Mereka kemudian meninggalkan villa bunga dan masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuh Chen Li di atas pembaringan.

"Tidurlah yang nyenyak, Ayah dan Ibu akan selalu ada untukmu," ucap Raja Zhao Li sambil menatap wajah polos anaknya itu.

Kini, tatapannya tertuju pada sang istri yang duduk di sampingnya. "Ayo, kita keluar dari sini. Biarkan dia tidur, aku juga ingin tidur di pangkuanmu," ucap Raja Zhao Li sambil memeluk istrinya itu. Setelah mengecup kening Mei Yin, Raja Zhao Li lantas membopong tubuh istrinya itu dan membawanya ke tempat tidur.

Mei Yin duduk sambil memainkan untaian rambut Raja Zhao Li yang sudah berbaring dan menaruh kepalanya di atas pangkuan wanita itu.

"Istriku, Chen Li sudah besar, apa kamu tidak ingin memberikannya seorang adik?"

Mei Yin tersenyum dan menatap ke arah Raja Zhao Li. "Kenapa? Apa kamu masih menginginkan seoarang anak lagi?" tanya Mei Yin yang membuat Raja Zhao Li tersenyum.

"Aku ingin Chen Li mempunyai teman agar dia tidak bermain sendirian. Setidaknya dengan kehadiran seorang adik tidak akan membuatnya kesepian," jelas Raja Zhao Li.

Raja Zhao Li tidak ingin anaknya bernasib sama seperti dirinya. Dia besar tanpa kehadiran saudara ataupun teman, selain Liang Yi yang selalu ada untuknya. Hanya Liang Yi satu-satunya sahabatnya sejak kecil, sahabat yang dianggapnya seperti kakaknya sendiri.

"Terserah saja padamu, apapun yang kamu inginkan aku pasti akan turuti. Jangankan satu, kalau Dewa mengizinkan, berapapun anak yang kamu inginkan akan aku berikan. Asalkan kamu selalu tersenyum bahagia dan selalu ada di sisiku, aku takkan keberatan," ucap Mei Yin yang membuat Raja Zhao Li segera duduk di depannya.

Mendengar ucapan istrinya, Raja Zhao Li tersenyum. Dengan mesra, Raja Zhao Li meraih bibir ranum istrinya itu dan mengecupnya. "Terima kasih karena sudah memberikanku seorang anak yang sangat tampan. Aku sangat mencintaimu dan selamanya aku akan tetap mencintaimu," ucap Raja Zhao Li sambil membaringkan tubuh istrinya itu.

Malam itu, mereka bak pengantin baru. Raja Zhao Li seakan tidak pernah puas dan bosan dengan kecantikan istrinya itu. Wajah cantik Mei Yin yang terbaring di sampingnya, seakan bagaikan magnet yang terus menariknya untuk menikmati keindahan wajah itu.

Di balik selimut, Mei Yin terbaring dengan sisa peluh di dahinya. Raja Zhao Li tersenyum dan memeluk tubuh itu dengan eratnya. Entah mengapa, dia tidak bisa berpaling dari wajah cantik itu. Di matanya, hanya ada wajah istrinya hingga membuatnya tidak bisa berpaling pada wanita lain.

Dalam selimut, tubuh itu bergeliat dan memeluk Raja Zhao Li yang sedari tadi memeluknya. Raja Zhao Li kembali mengeratkan pelukannya dan menatap wajah cantik yang kini tertidur pulas dalam pelukannya.

"Istriku, aku berharap kita akan selamanya seperti ini. Aku ingin, hanya dirimu yang selalu ada dalam pelukanku. Apapun yang terjadi, dirimu adalah satu-satunya wanita di dalam kehidupanku. Kalaupun Dewa tidak menginginkan kita untuk selamanya tetap bersama, setidaknya biarkan aku memilikimu di kehidupan yang lain, tapi aku sangat berharap Dewa masih memberikan kita waktu untuk bisa tetap bersama, kini dan untuk selamanya." Raja Zhao Li mengecup kening istrinya itu dan berharap apa yang menjadi keinginannya itu akan benar-benar menjadi kenyataan.

*****

Di Wilayah Dataran Timur, situasi masih aman tanpa gangguan dari Kerajaan Wu. Pasukan yang sudah di tempatkan di daerah perbatasan pun tampak mulai bosan karena sudah tiga tahun mereka berada di tempat itu.

Sementara di kediaman Ketua Yuen, orang-orang mulai berdatangan. Ketua Yuen yang tengah terbaring lemah, mulai memanggil orang-orang kepercayaannya ke dalam kediamannya. Wajahnya yang tampak pucat, menunjukkan kalau lelaki yang sudah berumur itu ternyata mengalami sakit yang cukup parah sejak beberapa bulan yang lalu.

"Ayah, mereka semua sudah berkumpul," bisik Putri Yuri di dekat telinga ayahnya itu.

Ketua Yuen perlahan membuka matanya dan meminta untuk membantu mendudukannya. Sambil bersandar di tempat tidur, Ketua Yuen memandangi anak buahnya yang sudah duduk di depannya. "Aku mengumpulkan kalian di sini karena aku ingin memutuskan sesuatu hal yang penting." Ketua Yuen mengedarkan pandangannya pada semua anak buah kepercayaannya itu dan terakhir melihat ke arah Putri Yuri yang duduk di sampingnya.

"Aku memutuskan untuk mengangkat Putri Yuri sebagai ketua Wilayah Dataran Timur." Sontak, mereka menatap heran ke arah pria tua yang sudah tidak berdaya itu. Walau begitu, mereka tidak berani menentangnya dan menerima keputusannya itu.

"Aku tahu kalian pasti ada yang merasa kecewa, tapi ini adalah satu-satunya jalan agar wilayah kita tetap aman. Aku ingin kalian membantu Putri Yuri untuk bisa menjadi istri Raja Zhao Li. Hanya dengan begitu, kita bisa menjaga Wilayah Dataran Timur dari gangguan Kerajaan Wu." Pria tua itu terbatuk dengan mata yang memerah.

"Putriku, Ayah ingin kamu melindungi Wilayah Dataran Timur dengan sekuat kemampuanmu dan maafkan Ayahmu ini karena harus membebankanmu dengan permintaan Ayah yang mungkin sulit untuk kamu jalani, tapi hanya itu satu-satunya jalan agar wilayah kita tetap aman. Apa kamu bisa menerima permintaan terakhir ayahmu ini?"

Putri Yuri mengangguk. "Baik, Ayah. Aku akan menuruti permintaan Ayah," ucap Putri Yuri sambil menggenggam tangan ayahnya itu.

"Kalian dengar, kan? Mulai sekarang, apapun keputusan Putri Yuri harus kalian ikuti." Ketua Yuen menatap ke arah Yuan yang terlihat menahan tangis. Bagaimanapun juga, Ketua Yuen sudah dia anggap seperti ayahnya sendiri. Kalau bukan karena Ketua Yuen, Yuan kecil mungkin sudah mati.

"Yuan, tolong dampingi Putri Yuri. Lindungi dia dan jagalah dia. Aku mengandalkanmu," ucap Ketua Yuen yang kemudian terbatuk-batuk hingga membuat nafasnya terasa berat.

"Ayah," ucap Putri Yuri sambil menggenggam tangan ayahnya dan mulai menangis.

Tatapan mata Ketua Yuen perlahan mulai sayu. Nafasnya ditarik ssau-satu, seakan ada batu besar yang menindih di atas dadanya hingga membuatnya sulit untuk bernafas hingga genggaman tangannya terlepas dari genggaman tangan Putri Yuri.

Melihat Ketua Yuen yang sudah meninggal, membuat semua orang yang ada di tempat itu berdiri dan memberikan penghormatan terakhir untuk ketua mereka itu.

Yuan menitikkan air mata, walau ekspresi wajahnya terlihat datar. Sementara Putri Yuri, hanya bisa menangis di samping jasad ayahnya itu.

"Umumkan kematian ayah pada semua penduduk dan segera siapkan upacara pemakaman." Putri Yuri menghapus air matanya. Kini, dia telah menjadi ketua dari Wilayah Dataran Timur dan itu berarti dia mempunyai hak mutlak untuk memerintah wilayah itu.

"Yuan, setelah upacara pemakaman selesai, segera umumkan pengangkatanku sebagai Ketua yang baru. Sekarang, kamu adalah tangan kananku."

"Baik, Ketua," jawab Yuan sambil duduk berlutut di depannya.

Wajah cantik Putri Yuri, kini datar tanpa ekspresi. Dia akan melakukan permintaan terakhir ayahnya, yaitu menjadi istri Raja Zhao Li dan gadis itu sudah bertekad akan melaksanakan permintaan ayahnya itu. Tak peduli jika dia kembali ditolak, dia akan tetap melakukannya hingga dia berhasil merebut posisi sebagai permaisuri.

Terpopuler

Comments

Sisilia Jho

Sisilia Jho

meski tidak rela tapi punya istri banyak sudah lazim nya bagi seorang raja..

2020-05-04

1

Celestyn Zhishu ( Zizi )

Celestyn Zhishu ( Zizi )

pelakor bertebaran dimana2

2020-04-26

2

Adithya Gaming

Adithya Gaming

next

2020-02-08

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!