Keinginan para perdana menteri untuk raja memperistri putri pemimpin Wilayah Dataran Timur bukan tanpa alasan. Lokasi daerah itu yang sangat strategis bisa menguntungkan bagi istana jika daerah itu masuk dalam wilayah negeri mereka. Wilayah yang cukup luas itu di kenal dengan penduduknya yang loyal pada pemimpin mereka. Begitupun dengan keahlian bertarung dan sistem pertahanan diri mereka yang sudah terkenal sejak jaman nenek moyang mereka dulu.
Keberadaan wilayah itu ternyata telah menarik perhatian kerajaan-kerajaan kecil yang berada tidak jauh dari wilayah mereka. Hanya saja wilayah mereka lebih dekat dengan kerajaan yang dipimpin oleh Raja Zhao Li.
Seorang pria yang sudah berumur, tampak sedang duduk di kursi kebesarannya. Wajahnya terlihat berwibawa walau di pipi kanannya tampak bekas luka yang menandakan kalau dia adalah salah satu prajurit ulung yang sudah banyak makan garam dalam pertempuran. Lelaki itu adalah pemimpin dari Wilayah Dataran Timur atau yang biasa dipanggil Ketua Yuen.."Ada apa? Apa ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan padaku?" tanya Ketua Yuen saat melihat seorang pemuda datang menghadap di depannya.
"Maaf, Ketua. Ada seorang utusan dari Kerajaan Wu yang ingin bertemu dengan Ketua," ucap lelaki itu sambil berlutut di depannya.
"Kerajaan Wu? Apalagi yang dia inginkan dariku?" batin lelaki itu dengan wajah yang mulai berubah.
"Biarkan utusan itu masuk," jawab Ketua Yuen dengan suaranya yang terdengar serak.
Pemuda itu kemudian berdiri dan mempersilakan utusan itu untuk masuk. Utusan itu kemudian masuk sambil menundukkan kepalanya dan berjalan perlahan sambil memberikan sebuah gulungan kepada lelaki itu.
Ketua Yuen lantas membuka gulungan itu dan mulai membaca setiap kata yang tertulis di dalam gulungan itu. Tak sampai selesai membaca, gulungan itu kemudian dilemparnya di depan utusan itu. "Katakan pada rajamu itu kalau sampai kapanpun aku tidak akan pernah menyerahkan putriku padanya. Dasar tua bangka!! Apakah putriku pantas menjadi seorang istri dari pria tua yang sudah bau tanah?!!" Ketua Yuen tampak marah. Wajahnya memerah menahan amarah.
Wajah utusan itu tampak geram saat Ketua Yuen menghina rajanya. Tangannya mengepal, tapi dia berusaha menahan emosinya karena bagaimanapun juga dia berada di dalam wilayah mereka.
"Pergilah sebelum aku membunuhmu!! Katakan pada rajamu itu, aku tidak akan pernah bergabung dengan kerajaan kalian, apalagi sampai menikahkan putriku dengan raja kalian itu. Jika kalian tetap bersikeras, maka solusinya hanyalah berperang??!!" Ketua Yuen bangkit dari tempat duduknya dan memerintahkan anak buahnya untuk mengusir utusan itu.
Ketua Yuen tampak marah karena raja dari Kerajaan Wu ingin memperistri putrinya. Kerajaan itu mempunyai seorang raja yang terkenal dengan kesombongannya. Bukan itu saja, raja yang sudah berumur itu ternyata gemar mengoleksi wanita muda untuk dijadikan selirnya.
"Apa dia pikir aku akan takut dengan ancamannya itu?" ucap Ketua Yuen sambil memukulkan kepalan tangannya disisi meja.
Tiba-tiba, salah satu anak buahnya datang menghadapnya. "Maaf, Ketua. Ada utusan dari Raja Zhao Li yang ingin bertemu dengan Ketua," ucap lelaki itu yang membuat Ketua Yuen memandanginya.
"Bawa utusan itu masuk." Perintah Ketua Yuen yang kembali duduk di kursi kebesarannya.
Utusan itu kemudian masuk. Tampak seorang lelaki paruh baya yang terlihat berwibawa berdiri di depan Ketua Yuen sambil menundukkan kepalanya. Ketua Yuen mempersilakan utusan itu untuk duduk dan dia tampak segan pada utusan itu. Penampilannya yang sedikit berbeda dengan orang kebanyakan, menandakan kalau utusan itu bukanlah orang sembarangan. "Tuan, apa yang membawa Tuan singgah di tempat kami yang sederhana ini? Apa ada sesuatu yang ingin Tuan sampaikan padaku?" tanya Ketua Yuen sambil memandangi utusan itu.
Utusan itu tampak tersenyum hingga garis-garis keriput di dahinya ikut mengkerut. "Ketua Yuen, aku hanya ingin menyampaikan pesan raja kami untuk Ketua," ucapnya sambil menyerahkan sebuah gulungan kepada lelaki yang sedari tadi berdiri di samping Ketua Yuen. Gulungan itu kemudian diserahkan kepada tuannya.
Ketua Yuen menerima gulungan itu dan mulai membacanya. Wajahnya tampak biasa saja, berbeda saat dia membaca gulungan sebelumnya. Gulungan itu kemudian dia serahkan kepada anak buahnya itu dan terlihat tersenyum pada utusan yang duduk di depannya. "Jadi, Raja Zhao Li tidak akan menerima putriku menjadi istrinya dan akan menggantikannya dengan bantuan prajurit yang akan menjaga wilayah kami dari gangguan Kerajaan Wu?" tanya Ketua Yuen.
Utusan itu mengangguk. "Raja Zhao Li begitu menghargai niat baik Ketua, tapi raja kami tidak bisa menikahi putri Ketua ataupun wanita manapun," jelas utusan itu. Utusan itu terlihat bijaksana dalam menuturkan setiap ucapannya, hingga Ketua Yuen mudah menanggapi tanpa perlu merasa marah dan emosi.
"Bukankah, Tuan adalah Perdana Menteri Qing Ruo yang terkenal loyal pada Raja Zhao Li?" Pertanyaan Ketua Yuen membuat utusan itu yang ternyata adalah Perdana Menteri Qing Ruo tersenyum.
"Ternyata, Ketua mengenali saya." Perdana Menteri Qing terlihat menunduk dan tersenyum.
"Kalau boleh tahu, apa alasan Raja Zhao Li menolak tawaranku? Bukankah, itu adalah hal yang wajar agar kita sama-sama mendapatkan keuntungan?"
"Raja kami bukanlah tipe seorang raja yang mudah tergiur dengan wanita. Wanita satu-satunya dalam kehidupan raja kami hanyalah permaisuri, karena itu Raja Zhao Li menawarkan solusi yang sudah dituliskan dalam gulungan tadi. Jadi, saya ingin mendengar pendapat Ketua Yuen, apakah Ketua akan menerima solusi itu atau tidak," jelas Perdana Menteri Qing Ruo hati-hati.
Ketua Yuen terdiam. Dia sedang memikirkan solusi yang ditawarkan oleh Raja Zhao Li. Walau putrinya tidak akan dinikahi Raja Zhao Li, tapi setidaknya bantuan prajurit yang akan menempati perbatasan dengan Kerajaan Wu akan membantu jika perang dengan kerajaan itu akan terjadi.."Aku rasa itu bukanlah solusi yang buruk, tapi aku tidak bisa memutuskan sekarang karena aku harus memikirkannya terlebih dulu. Apa Tuan keberatan untuk menunggu jawaban hingga beberapa hari ke depan?"
Perdana Menteri Qing Ruo tersenyum. "Tidak masalah, kami akan menunggu jawaban Ketua. Terima kasih karena sudah menerima saya. Sebaiknya, saya pamit." Perdana Menteri Qing Ruo tampak memberi hormat dan keluar dari ruangan itu.
Ketua Yuen kembali membuka gulungan itu dan tersenyum sinis. "Raja yang unik. Walau seorang raja, tapi dia begitu setia dengan permaisurinya hingga tidak ingin mempunyai selir. Aku akan lihat, sejauh mana kamu akan setia pada permaisurimu itu saat melihat kecantikan putriku," ucap Ketua Yuen yang begitu yakin kalau putrinya kelak akan bisa merubah pendirian Raja Zhao Li
"Ayah." Suara seorang gadis membuyarkan lamunannya.
"Putriku," ucapnya sambil tersenyum dan meraih tangan gadis itu.
Gadis itu adalah putri semata wayangnya. Gadis dengan wajah yang sangat cantik. Wajahnya yang putih dengan pipi yang merona, membuat setiap orang akan berdecak kagum karena kecantikannya itu. Rambutnya yang panjang berhiaskan tusuk konde yang menjuntai indah, ditambah dengan senyumnya yang membuat setiap orang akan terpana saat melihatnya.
Gadis itu tampak manja di depan ayahnya. Gadis yang ditinggal mati sang bunda saat masih kecil itu begitu dimanjakan oleh ayahnya, hingga sang ayah rela melakukan apa saja agar putrinya itu selalu tersenyum dan bahagia.
"Ayah, apa yang sedang Ayah pikirkan? Kenapa wajah Ayah seperti itu?" tanya gadis cantik itu dengan manja.
"Ayah sudah lapar. Apa putri Ayah yang cantik ini sudah menyiapkan makanan untuk Ayah?"
Gadis itu tersenyum dan mengangguk. Sambil meraih tangan sang ayah, mereka kemudian pergi ke ruang makan yang sudah dihidangkan dengan aneka makanan kesukaan ayahnya itu.
"Apa semua ini kamu yang memasaknya?" tanya sang ayah.
Gadis itu tersenyum dan mulai meminta ayahnya untuk duduk. Dengan lihainya, gadis itu mengambil beberapa makanan yang paling disukai ayahnya dan meletakkannya di depan ayahnya.."Cobalah," pinta gadis itu.
Ketua Yuen mengangguk dan mulai menyendok makanan itu ke dalam mulutnya.
"Enak?" tanya gadis itu penasaran.
Ketua Yuen mengangguk sambil mengunyah makanan itu. Dan memang benar, masakan putrinya itu sangat luar biasa hingga membuatnya menghabiskan hampir tiga piring dan membuat gadis itu kembali tersenyum.
"Putriku, keahlian memasakmu itu sangat luar biasa. Ayah sangat beruntung karena bisa menikmati masakanmu itu. Ibumu pasti bangga karena sudah mewarisi bakatnya padamu," ucap Ketua Yuen yang membuatnya kembali teringat dengan mendiang sang istri.
Lelaki itu kemudian meraih tangan anak gadisnya itu. Dengan menahan air matanya, dia mengelus lembut kepala putrinya itu. "Kamu harus bahagia. Ayah tidak akan pernah menyerahkanmu pada lelaki sembarangan. Sebelum ibumu datang menjeput Ayah, Ayah akan pastikan saat itu juga kamu sudah bahagia dengan lelaki yang baik. Bersabarlah, karena Ayah akan membuatmu menjadi istri dari seorang raja dan mengangkat nama wilayah kita. Buatlah raja itu takluk padamu dan musnahkan musuh yang mencoba menghalangimu agar kamu bisa memegang kekuasaan kelak."
Gadis itu mengangguk. "Jangan khawatir, Ayah. Aku akan lakukan apapun perintah Ayah. Aku yang akan menjaga wilayah ini kelak agar penduduk kita bisa hidup dengan tenteram." Ketua Yuen tersenyum. Dia begitu bangga dengan anak gadisnya itu yang selalu menuruti permintaannya. Walau hanya memiliki seorang putri, tapi dia tidak pernah merasa menyesal, karena baginya, putrinya adalah pemberian dari Dewa karena penatiannya selama lima belas tahun terbayarkan saat suara bayi mungil itu terdengar di telinganya yang membuatnya menjadi seorang ayah.
Setelah kembali dari Wilayah Dataran Timur, Perdana Menteri Qing Ruo segera menemui Raja Zhao Li untuk memberitahukan hasil pertemuannya tadi.
"Jadi, apa keputusan dari Ketua Yuen setelah membaca suratku itu?" tanya Raja Zhao Li saat Perdana Menteri Qing Ruo sudah duduk di depannya.
"Maaf, Yang Mulia. Ketua Yuen belum bisa memutuskan, apakah dia menyetujuinya atau tidak. Karena itu, dia meminta waktu beberapa hari ke depan untuk memikirkannya. Setelah itu, baru dia memberikan keputusannya," jelas Perdana Menteri Qing Ruo.
"Lalu, menurut Perdana Menteri Qing, keputusan apa yang akan Ketua Yuen berikan nanti?" tanya Raja Zhao Li seakan tidak puas dengan jawaban perdana menterinya itu.
Perdana Menteri Qing Ruo paham dengan pertanyaan rajanya itu, seakan ada kegelisahan di balik pertanyaan itu. "Dari apa yang hamba perhatikan, sepertinya Ketua Yuen akan menyetujuinya karena sebelum kedatangan hamba, ada utusan dari Merajaan Wu yang datang dan Ketua Yuen tampak tidak suka dengan kehadiran utusan itu. Besar kemungkinan, utusan itu telah membuat Ketua Yuen menjadi marah. Kalau perkiraan hamba memang benar, maka Ketua Yuen pasti akan menyetujui solusi yang kita tawarkan itu," jelas Perdana Menteri Qing Ruo.
Mendengar penjelasan Perdana Menteri Qing Ruo membuat Raja Zhao Li sedikit berlega hati. Dia khawatir jika solusi itu ditolak, karena bagaimanpun juga dia tidak ingin ada peperangan dengan wilayah itu ataupun pernikahan dengan putri Ketua Yuen.
Setelah memberikan penjelasan kepada rajanya itu, Perdana Menteri Qing Ruo meminta undur diri.
Wajah Raja Zhao Li tampak tersenyum dan berharap apa yang dikatakan perdana menterinya itu benar-benar terjadi. Dia tidak ingin menyakiti perasaan istrinya jika dia dihadapkan dengan pilihan sulit itu lagi. Dengan sekuat tenaganya, dia akan menghindar agar pernikahan dan peperangan tidak akan terjadi. "Aku tidak akan menduakanmu. Apapun yang terjadi, kita akan selalu bersama. Kita akan hidup lebih lama dan menjaga pangeran kita dan mendidiknya menjadi calon raja yang baik," ucap Raja Zhao Li dengan segala khayalan yang membuat dia tersenyum.
Raja Zhao Li kemudian bangkit dari tempat itu dan bergegas menemui istrinya. Rasanya, dia ingin memeluk dan dimanjakan oleh istrinya itu.
Di villa bunga, Mei Yin tampak tersenyum melihat tingkah putranya yang mulai belajar untuk berdiri. Wajahnya yang cantik dengan senyuman yang selalu terpancar dari sudut bibirnya, membuat Raja Zhao Li berdiri terpaku menatapnya dengan senyum yang perlahan ikut merekah.
"Suamiku," ucap Mei Yin saat tersadar kalau suaminya sedari tadi memandanginya. Dengan sedikit berlari, Mei Yin mendekati suaminya itu dan memeluknya sembari menatap putra mereka yang berdiri sambil berpegangan pada sebuah meja kecil.
"Suamiku, lihat putra kita, dia sudah mulai berdiri," ucap Mei Yin dengan antusias sambil menunjuk ke arah putranya itu.
Raja Zhao Li mengangguk dan menatap ke arah putranya. Dia tersenyum karena kehadiran putranya itu telah membuat istrinya selalu tersenyum bahagia. Dengan mesra, Raja Zhao Li mengecup pipi istrinya dan menggenggam tangannya. "Ayo, kita temani Chen Li bermain," ajaknya sambil menggenggam tangan istrinya itu.
Mereka terlihat bahagia dan begitu menikmati kebersamaan mereka. Dan di saat-saat seperti itulah, Raja Zhao Li bisa dengan leluasa menikmati wajah istrinya yang selalu tersenyum bahagia dan membuatnya ikut merasakan kebahagiaan itu, kebahagiaan yang akan bertahan entah sampai kapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sisilia Jho
bisakah raja Zhao Li benar² setia..
2020-05-04
2
wilhelmina bano
ceriteranya menarik. ditambah lagi rajanya setia.
2020-02-25
2
Aghie Sun
lanjuttt...
2020-01-18
4