Part 3

Semenjak Jiao Yi menikah, Liang Yi selalu tampak murung. Dia tidak pernah merasa sedih seperti saat ini, di mana dia begitu merindukan tawa dan canda adiknya itu. Sikap Jiao Yi yang selalu manja padanya membuat dia semakin merindukannya. "Jiao Yi, apa di sana kamu baik-baik saja? Kakakmu ini sangat merindukanmu," ucap Liang Yi yang tanpa sadar sudah membuatnya menitikkan air mata.

Di dalam hidupnya, Liang Yi tidak pernah menangisi siapapun, selain tiga wanita yang selalu membuatnya menangis. Sang bunda yang sudah pergi untuk selamanya, adiknya yang kini telah meninggalkannya dan menempuh hidup baru bersama suaminya dan Mei Yin, wanita yang sangat dicintainya. Hanya mereka yang mampu membuat Liang Yi menitikkan air mata, walau kematian ayahnya pun, Liang Yi tidak sekalipun menitikkan air mata.

Liang Yi menghapus air mata yang perlahan jatuh. Dia terlihat rapuh karena kerinduannya itu. Sudah hampir enam bulan sejak pernikahan Jiao Yi, mereka belum juga bertemu. Jiao Yi tidak sekalipun datang mengunjunginya. Bahkan, dia ditolak saat datang mengunjungi adiknya itu dengan berbagai macam alasan.

"Aku harus mencari tahu apa yang mereka sembunyikan dariku," batin Liang Yi sambil keluar dari kamarnya dan menemui Zu Min yang sedang mengajar anak-anak berlatih kung fu.

"Apa ada tugas yang harus aku kerjakan, Tuan?" tanya Zu Min pada tuannya itu.

"Kumpulkan orang-orang terbaik dan selidiki kediaman di mana Jiao Yi tinggal dan suaminya. Sepertinya, mereka mencoba menyembunyikan sesuatu dariku," perintah Liang Yi.

Zu Min mengangguk dan bergegas menjalankan perintah. Lelaki bertubuh tegap itu kemudian mengumpulkan orang-orang terbaiknya dan memulai penyelidikan.

Gerbang rumah yang terlihat mewah itu perlahan terbuka. Dua kereta yang membawa kebutuhan rumah itu terlihat masuk ke pelataran halaman yang tampak luas.

Seorang wanita yang sudah mulai senja tampak berdiri di depan kereta itu dan memeriksa isi dalam kereta. "Apa semua barang yang aku pesan sudah kalian siapkan?" tanya wanita tua itu dengan wajah yang terlihat angkuh.

"Sudah, Nyonya. Kami sudah menyiapkan semua keperluan untuk acara nanti malam," jawab salah satu pria yang tadi mendorong kereta itu.

"Bagus, sekarang kalian boleh memasukkan barang-barang ini ke dalam gudang," perintahnya dan kemudian pergi.

Di salah satu kamar di rumah itu, tampak seorang wanita tengah berbaring. Wajahnya terlihat pucat dan tirus. Wajah cantik yang selalu tersenyum, kini diam tanpa ekspresi. Tatapannya kosong dan perlahan air mata jatuh di sudut matanya. Dia menangis karena mengingat kebersamaannya bersama sang kakak yang sangat dirindukannya.

"Nyonya, ibu mertua Anda meminta untuk menemuinya di ruangannya." Tiba-tiba saja gadis itu bangkit, walau tubuhnya begitu lelah dan lemah, tapi dia berusaha untuk tetap bisa berdiri. Dengan langkah yang dipercepat, gadis itu tiba di dalam sebuah ruangan yang terlihat luas dan mewah. Di depan seorang wanita tua, gadis itu duduk berlutut.

"Kamu tahu apa kesalahanmu?" tanya wanita tua itu dengan wajah angkuhnya.

"Maaf, Ibu mertua. Ampunkan saya, saya ... "

"Bukankah, dari awal aku sudah memberitahukanmu. Aku sudah memberikanmu waktu dan waktumu itu sudah habis. Enam bulan menikah sudah cukup untukmu bisa memberikan keturunan, tapi nyatanya hingga kini kamu belum bisa memberikan keturunan. Kamu tahukan, keluarga kami sangat menginginkan keturunan untuk penerus keluarga kami?" Wanita tua itu tampak marah dan memalingkan wajahnya seakan tidak ingin melihat wajah gadis di depanya itu.

"Malam nanti, kamu tidak boleh keluar dari kamarmu dan jangan coba-coba melanggar perintahku. Pergi kamu dari sini!!" usir wanita itu.

Gadis itu kemudian bangkit dan mencoba menahan tangis, tapi dia tidak mampu hingga tangisannya pecah saat masuk ke dalam kamarnya. Jiao Yi kini tampak lemah dan tak berdaya. Pernikahan yang diharapkannya bisa membuatnya bahagia, ternyata telah menjadi neraka untuknya. Selama enam bulan menikah, tak sekalipun dia diperlakukan seperti menantu di rumah itu. Dia tak lebih seperti objek yang digunakan untuk memberikan mereka keturunan.

Suami yang dulu baik padanya, akhirnya mulai berubah. Pemuda yang terlihat tampan dan terpelajar itu, hanya bersamanya selama dua bulan dan setelah itu dia sudah jarang menemui Jiao Yi dan termakan hasutan ibunya.

Jiao Yi menghapus air matanya. Di depan cermin, Jiao Yi menatap wajahnya dan mencoba tersenyum. "Kenapa wajahku bisa berubah seperti ini? Apa kata kakak nanti jika melihatku seperti ini?" ucapnya sambil memakaikan bedak dan pewarna bibir. Sekilas, wajahnya tampak cantik.

"Jiao Yi, istriku." Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Lelaki yang sudah dinikahinya selama enam bulan itu kini ada di depannya. Jiao Yi lantas bangkit dan mendekati suaminya itu. "Suamiku, kamu mabuk?"

Lelaki itu terlihat payah dengan tubuh yang sudah sempoyongan. Wajahnya yang tampan terlihat memerah karena pengaruh arak yang sudah dihabiskannya di rumah bordil.

Melihat wajah istrinya yang sudah terlihat cantik membuat pemuda itu meraih tubuh Jiao Yi dan menghempaskannya di tempat tidur. "Ibu ingin kamu memberikanku keturunan dan saat ini juga kamu harus melayaniku," ucap pria itu dengan tatapan penuh nafsu dan mulai mendekap tubuh Jiao Yi.

Dengan kasarnya, dia mulai melepaskan semua hasrat birahinya tanpa sedikitpun rasa kasihan. Jiao Yi tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Hanya tetesan air mata yang jatuh saat lelaki itu berhasil melepaskan hasratnya dan terkulai lemas di samping tubuh Jiao Yi yang sudah tidak berdaya.

Jiao Yi menghapus air matanya dan menutupi tubuhnya dengan selembar kain. Sudut bibirnya terasa perih dan mengeluarkan darah. Jiao Yi kembali menatap tubuh suaminya yang masih terkulai dengan sesekali memanggil namanya. "Tidak bisakah kamu memperlakukanku seperti layaknya seorang istri? Kenapa kamu memperlakukanku seperti wanita ****** yang hanya dijadikan pemuas nafsumu?" ucap Jiao Yi dengan air mata.

"Kakak, kalau bukan karena dirimu, aku sudah memilih untuk mati. Aku yang salah karena sudah memaksamu untuk menerima pinangan mereka. Aku bersalah karena menolak mendengar nasehatmu karena rasa cintaku padanya sudah terlalu besar. Maafkan aku, Kak Liang Yi." Jiao Yi kembali menangis, tapi tiba-tiba suaminya itu kemudian bangkit dan meraih tubuhnya. Melihat air mata di wajah Jiao Yi, membuat dia lebih beringas. Sifat kebinatangannya pun muncul dan kembali melampiaskan nafsu birahinya pada tubuh yang sudah tidak lagi berdaya.

Jiao Yi terbaring tanpa daya. Bibirnya kembali berdarah. Isak tangisnya bukan membuat suaminya mengasihaninya, tapi malah membuatnya semakin beringas hingga membuatnya tersenyum puas.

"Kamu adalah istri pertamaku, tapi kamu tidak bisa memberikanku seorang anak. Karena itu, diamlah kamu di sini karena sebentar lagi aku akan menikah dengan wanita yang lebih cantik darimu dan sudah mengandung anakku. Kamu sekarang tak lebih seperti selir yang hanya menjadi pemuas nafsuku, mengerti!!" Lelaki itu kemudian keluar meninggalkan Jiao Yi yang masih terbaring.

Jiao Yi menangis mendengar ucapan suaminya itu. Malam nanti, suaminya itu akan menikahi seorang wanita yang sudah mengandung anaknya. Jiao Yi menangis tanpa suara. Hatinya sakit dan terluka tanpa berdarah. "Apa aku masih pantas untuk hidup? Apa aku masih punya muka untuk bertemu denganmu?" Jiao Yi menangis mengingat sang kakak. Ingin rasanya dia keluar dari rumah itu dan menemui kakaknya, tapi dia tidak seberani itu karena rasa malu yang sudah terlanjur dia rasakan.

Sementara Liang Yi, kini sedang berusaha menahan rasa emosi. Penyelidikan Zu Min ternyata mampu membuat emosinya memuncak. Bagaimana tidak, adiknya yang paling dia sayangi kini sedang menderita. Dia merasa sangat bersalah karena berpikir adiknya itu telah bahagia.

"Siapkan rencana. Sebentar malam, kita pergi menjemput Jiao Yi," ucap Liang Yi geram. Zu Min kemudian pergi dan mulai menyiapkan rencana. Orang-orang terbaiknya, sudah dia siapkan.

Liang Yi bukan saja kepala desa di desa kecil itu, tapi dia adalah pemimpin dari satu kelompok rahasia yang sengaja dia bentuk untuk melindungi desa dan juga negerinya. Kelompok itu beranggotakan orang-orang terpilih yang sudah lulus dari seleksi ketat yang dilakukan oleh Liang Yi sendiri. Rasa peduli terhadap negerinya membuat dia membangun kelompok itu. Diam-diam, merekalah yang membantu memberantas para perampok dan penjarah yang tidak mampu dibasmi oleh istana. Merekalah yang berhasil menghadang sekelompok orang yang ingin melakukan pemberontakan kepada Raja. Dan semua itu dia lakukan karena rasa cinta pada seorang wanita yang memintanya untuk membantu Raja yang juga sahabatnya.

Di istana, Mei Yin sedang asyik bermain dengan pangeran kecil yang mulai aktif merangkak. Sesekali tangisan pangeran kecil terdengar saat melihat ibunya dipeluk sang ayah, seakan dia tidak rela jika ibunya dimiliki orang lain.

"Kamu lihat, kan? Pangeran kita ini sama sepertimu, dia tidak suka aku dekat denganmu karena kamu tidak suka aku dekat dengan lelaki lain selain dirimu," ucap Mei Yin sambil menggendong pangeran kecil yang mulai tertawa dalam pelukannya.

"Istriku, suami mana yang rela wajah cantik istrinya dinikmati lelaki lain. Kalau bukan karena status kita sebagai pemimpin negeri ini, maka aku akan memintamu untuk menutupi wajahmu seperti dulu agar hanya aku yang bisa menikmati kecantikanmu itu," ucap Raja Zhao Li sambil mengecup mesra kening istrinya itu.

Mei Yin tersenyum mendengar ucapan suaminya itu. Dengan mesra, Mei Yin mengecup pipi suaminya dan tersenyum padanya. "Suamiku, aku akan selalu ada untukmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu karena aku sangat mencintaimu. Apapun yang terjadi, kita akan selalu bersama karena aku tidak mungkin bisa hidup tanpamu." Semua ucapan Mei Yin membuat Raja Zhao Li memeluk tubuh istrinya dan menatap wajah cantik yang tak pernah bosan dipandangnya itu. Sebuah kecupan mesra, mendarat di bibir ranum sang istri yang tampak tersenyum manja padanya.

"Cepatlah, tidurkan pangeran. Aku ingin dimanjakan olehmu," bisik Raja Zhao Li sambil meletakkan kepalanya di bahu sang istri. Sikap manja Raja Zhao Li membuat Mei Yin tersenyum.

"Kamu selalu berhasil membuatku menuruti semua ucapanmu. Padahal, pangeran kita ini baru saja bangun, masa aku harus menidurkannya lagi?"

Raja Zhao Li menatap buah hatinya dalam pelukan sang istri. "Ayah minta maaf, karena saat ini ayah lebih membutuhkan ibumu, kamu tidak marah, kan?" tanya Raja Zhao Li pada buah hatinya yang tersenyum saat melihatnya.

"Ayolah, istriku. Jangan membuat suamimu ini menunggu," ucap Raja Zhao Li yang terlihat sudah tidak sabar.

"Baiklah, suamiku." Mei Yin kembali tersenyum melihat sikap manja suaminya yang selalu membuatnya luluh. Dia tidak mampu untuk menolak permintaan suaminya itu, karena baginya ucapan suaminya bagaikan perintah dewa yang harus dia patuhi. Rasa sayang kepada suaminya, membuatnya tidak ingin menyakiti lelaki itu.

Raja Zhao Li akhirnya tersenyum puas saat istrinya itu menuruti permintaannya. Rasa sayang dan cinta yang terlalu besar untuk sang istri, membuat Raja Zhao Li selalu menginginkan perhatiannya. Hanya Mei Yin seorang yang mampu meredam amarah dan lelahnya setiap memikirkan negeri. Hanya Mei Yin tempat dia mencurahkan semua rasa sayang dan cintanya karena baginya, Mei Yin adalah wanita pertama dan terakhir di dalam hidupnya.

Matahari perlahan mulai meninggalkan peraduannya. Langit senja mulai berganti dengan warna hitam yang mulai nampak dengan cahaya bintang yang mulai terlihat.

Di rumah besar itu, tampak suasana mulai ramai. Terlihat, beberapa orang penari mulai menunjukkan kelihaian mereka. Beberapa orang pemuda, tampak sedang menikmati hidangan dan arak yang sudah disiapkan yang empunya rumah. Di depan mereka, terlihat sepasang pengantin yang memakai baju berwarna merah dan menunduk saat tamu-tamu itu berjabat tangan.

Suara musik yang menggema, terdengar di telinga Jiao Yi, hingga membuatnya menutupi telinga dengan kedua tangannya. Saat ini, hatinya sedang hancur. Kehidupannya sedang dipertaruhkan. Mereka tidak lagi menganggapnya ada dan memaksanya menerima perkawinan yang seharusnya tidak pantas mereka lakukan.

"Aku membencimu. Aku membenci kalian!!" teriak Jiao Yi dengan wajah memerah dan menahan amarah.

Sementara di luar sana, Liang Yi dan beberapa orang pasukannya sudah mulai bersiap-siap. Dengan pedang di punggungnya, Liang Yi mulai memberi aba-aba, hingga tangannya yang tadi diangkat perlahan dia turunkan.

Beberapa orang berpakaian hitam dengan wajah yang ditutupi, mulai menerobos masuk hingga membuat suasana di halaman rumah itu terlihat panik. Para penari dan tamu-tamu mulai berlari menyelamatkan diri.

Zu Min yang juga menutupi wajahnya berlari dan menyandera pengantin laki-laki dengan pedang yang diletakkan di lehernya.

Dari depan gerbang, Liang Yi muncul tanpa menutupi wajahnya. Dia tampak gagah dengan pedang yang menggantung di punggungnya.

"Kamu?" tanya wanita tua itu sambil menunjuk ke arah Liang Yi.

"Apa kalian tidak menghargai aku sebagai kakak Jiao Yi? Apa pantas kalian melangsungkan pernikahan padahal adikku masih hidup!!?" teriak Liang Yi yang membuat mereka terdiam.

"Kamu sebagai seorang suami apa pantas menikahi wanita lain padahal istrimu itu masih hidup!!?" tunjuk Liang Yi ke arah lelaki itu. Wajahnya pucat dengan tubuh yang mulai gemetar.

"Itu karena adikmu tidak bisa memberikan keturunan. Aku menikahkan anakku untuk mendapatkan keturunan. Masih bagus aku tidak menyuruh adikmu itu pulang dan masih menampungnya di rumah ini. Kalian harusnya bersyukur karena nama baik kalian tidak tercoreng karena adikmu yang mandul."

Liang Yi mengepalkan kedua tangannya. Dia marah saat mendengar ucapan wanita tua itu. "Mandul? Apa karena menginginkan keturunan kalian menghancurkan kehidupan adikku? Baiklah, aku ingin lihat, apakah wanita tua sepertimu masih bisa mendapatkan seorang cucu jika anak kesayanganmu itu tidak bisa lagi bersenang-senang," ucap Liang Yi dengan matanya yang mulai memerah karena menahan amarah.

Liang Yi kemudian meraih tubuh lelaki itu dan menjatuhkannya di atas tanah dan meraih pedang di punggungnya. Lelaki itu mulai meronta saat pedang di genggaman Liang Yi mulai di arahkan di atas perutnya.

"Tolong aku, jangan lakukan itu!!?" teriak lelaki itu mengiba.

Liang Yi tidak peduli. Wajahnya tersenyum sinis dengan air mata yang jatuh. Liang Yi kemudian mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan ingin menghujam pedangnya di alat vital lelaki itu, tapi suara seseorang berhasil menghentikan aksinya itu dan memaksanya menoleh ke arah suara itu.

Terpopuler

Comments

Nayla

Nayla

Wah, aku semakin mencintai tokoh Liang Yi...andai ada di dunia nyata udah aku pacarin..hehehe...

2020-05-29

1

Sisilia Jho

Sisilia Jho

padahal suami Jiao Yi lah yg mandul.kapok..

2020-05-03

1

Ayumi Mimi

Ayumi Mimi

Dasar suami sm mertua sm2 gila nya

2020-04-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!